Hari ini aku meminta ayahku untuk berbincang serius denganku. Tidak biasanya aku meminta ayahku untuk berbincang, jika ada perbincangan di antara kami maka itu biasanya membahas masalah sepele dan terjadi tanpa kurencanakan. Jika kami sedang berbincang, maka kami jarang memperbincangkan masalah yang serius-serius. Tetapi kali ini aku ingin membicarakan tentang suatu hal yang kuanggap serius, yang telah membuat kepalaku berat beberapa hari terakhir ini.
Waktu itu topik perbincangan kami ini adalah mengenai sesuatu yang menurut kebanyakan orang adalah sepele yang jauh dari tingkatan memusingkan kepala. Aku meminta pendapat ayahku berdasarkan pengalamanya tentang kehidupan asmaranya dengan seorang wanita. Pertanyaan yang aku ajukan pertama kali adalah, bagaimana perasaan beliau ketika beliau sedang bertatap muka dengan orang yang beliau taksir. Beliau berkata bahwa beliau tenang-tenang saja ketika bertatap muka dengan perempuan manapun, bahkan beliau merasa nyaman. Ini sangat bertentangan dengan apa yang terjadi padaku… aku mengalami grogi tingkat akut kepada semua perempuan, baik yang kukagumi maupun yang tidak.
Pertanyaan kedua yang aku ajukan adalah seberapa pentingkah keberadaan perempuan/ wanita dalam kehidupan beliau. Beliau menjawab bahwa wanita adalah “sesuatu” yang harus ada dalam kehidupan beliau, dan beliau menganggap bahwa wanita yang beliau cintai adalah teman seperjalanan yang selalu setia mendampingi beliau menuju tujuan yang beliau tuju. Sayangnya ini juga sangat berlawanan dengan diri saya… karena terus terang saya belum merasakan arti penting seorang wanita dalam kehidupan saya. Jika sesuatu tentang perempuan melintas di kepalaku, maka yang muncul adalah penilaian bahwa perempuan itu cantik atau jelek… itu saja, begitu saja, berhenti disitu saja.
Saya mengeluhkan kepribadian saya ini kepada ayah saya, Saya mulai merasa bimbang dengan prinsip yang saya anut. Saya berkata kepada beliau bahwa saya selalu meyakinkan kepada diri saya sendiri agar selalu berpikir secara rasional daripada mengandalkan emosi. Dalam hal ini saya selalu menolak atau membohongi diri sendiri apabila ada gejolak dalam hati yang mengindikasikan bahwa saya sedang tertarik dengan seorang wanita. Daripada lebih jauh terlibat dalam urusan asmara, saya cenderung mengerjakan segala sesuatu yang menjadi hobi saya, dengan harapan agar saya dapat lebih berkembang. Namun akhir-akhir ini saya merasakan bahwa pemikiran rasional itu sedikit demi sedikit mulai tergeser dengan emosi (ketertarikan kepada perempuan)… akan tetapi yang paling menyakitkan adalah bahwa saya tidak memiliki kemampuan untuk berbincang lama-lama dengan seorang wanita.
Mendengarkan penjelasan saya itu, ayah saya diam sejenak untuk berpikir dalam-dalam, setelah itu beliau mulai bersuara dan saya mendengarkan dengan seksama. Tidak pernah saya mendengarkan ayah saya dengan seksama seperti itu sebelumnya, karena saya selalu menganggap ayah saya itu kolot dan ketinggalan jaman.
Beliau berkata bahwa (tentang wanita/perempuan) hidup itu adalah apes, musibah. Memilih untuk berkeluarga… maka kita akan menemui musibah, cepat atau lambat sesuatu yang tidak kita inginkan pasti akan terjadi. Sementara jika memilih untuk melajang selamanya, maka kita akan apes juga, terkena musibah juga. Berkeluarga atau melajang, apapun pilihan yang akan dipilih… sesuatu yang tidak akan inginkan pada akhirnya akan selalu terjadi pada kita. Jika sama-sama akan menemui musibah, maka beliau memilih menghadapi musibah itu dengan bergandengan tangan dengan seorang perempuan yang dia cintai.
Ayahku adalah seorang Muslim Jawa yang sangat percaya sepenuhnya terhadap takdir. Beliau sama sekali tidak prihatin bahwa aku akan mendapatkan jodohku atau tidak, namun beliau sangat prihatin dengan perasaan takutku untuk bersanding, berbicara/ ngobrol, bertatap muka, berkenalan… atau (lebih parahnya) bahkan hanya untuk sekedar menyapa halo atau hei seorang wanita yang aku temui.
Beliau berkata kepadaku bahwa dalam kehidupan ini… rejeki, jodoh dan kematian adalah ketentuan dari Tuhan yang maha kuasa, untuk itu beliau berharap kepadaku agar tidak gentar walau sedikitpun dalam menghadapi kenyataan. Beliau berusaha meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja, apa yang harus aku lakukan adalah meyakini sepenuhnya takdir Tuhan dan melakoni kehidupan secara luwes sebagai bentuk pengabdian kepadaNya, berkenalanlah dengan seorang perempuan, karena Tuhan menganjurkannya demikian. Aku adalah seorang agnostik yang seringkali meragukan keberadaan Tuhan, namun merasa aneh jika secara seratus persen menolak keberadaan Tuhan. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh ayah telah membuatku merasa damai dan membantuku tidur lebih nyenyak di malam hari.
Yang terakhir beliau mengatakan kepadaku bahwa beliau mendukungku sepenuh hati dalam usahaku memilih wanita yang akan aku cintai. Beliau tidak akan mempermasalahkan latar belakang wanita yang akan aku cintai, bahkan beliau tidak mempermasalahkan ras dan agamanya karena beliau tahu bahwa aku tidak terlalu tertarik dengan gadis Melayu (bukan karena ciri ras, tapi cenderung pada karakter yang biasanya menempel pada gadis melayu itu). Aku tahu persis bahwa itu adalah sesuatu yang berat bagi beliau karena semua kerabat dan famili bahkan tetangga kami adalah orang-orang Islam fanatik yang tidak dapat menghargai perbedaan keyakinan dan tradisi. Namun pada saat beliau mengatakan semua ini kepadaku, sama sekali tidak tampak bahwa beliau sedang merasa tertekan… sebaliknya, sebuah senyuman dan mimik keikhlasan menghiasi raut mukanya.
Oh ayah….
Sabtu, 30 Mei 2009
Minggu, 10 Mei 2009
Aikido
Aikido adalah seni beladiri hobi, bukan dianggap sebagai metode beladiri. Tidak ada yang jelek dalam beladiri ini, malah sebaliknya beladiri ini dapat menyehatkan. Namun bagi yang berniat belajar beladiri dengan tujuan untuk mempertahankan diri... sebaiknya anda tidak belajar Aikido. Kita tidak dapat mempertahankan diri dengan teknik Aikido, kita tidak pernah diberi simulasi tentang perkelahian nyata dalam Aikido. Di dalam Aikido semua orang memukul, menendang, atau mencengkeram dalam sebuah tata cara lucu yang memungkinkan pebeladiri dapat memfungsikan teknik lucu mereka.
Bagi anda para Aikidoka yang menganggap anda sebagai pebela diri, bukalah pikiran anda... apakah teknik yang anda dapat dari beladiri Aikido dapat menyelamatkan anda? pernahkah anda mencoba teknik anda melawan orang lain yang memiliki teknik beladiri lain dalam suatu perkelahian coba-coba tapi serius?
Aikido bukan suatu metode membela diri.
Bagi anda para Aikidoka yang menganggap anda sebagai pebela diri, bukalah pikiran anda... apakah teknik yang anda dapat dari beladiri Aikido dapat menyelamatkan anda? pernahkah anda mencoba teknik anda melawan orang lain yang memiliki teknik beladiri lain dalam suatu perkelahian coba-coba tapi serius?
Aikido bukan suatu metode membela diri.
Langganan:
Postingan (Atom)