Hui-Neng namanya, tapi saya kerap memanggilnya Eng, Paimo, Sarmo, dan Paijo. Sejauh ini saya tidak tahu menahu bahwa dia penyayang binatang, atau dia memiliki perhatian khusus terhadap binatang. Biasa-biasa saja kayaknya. Tetapi saya tahu pasti dia “tanggap” terhadap fenomena-fenomena yang terjadi dalam lingkup kehidupan sehari-hari dia. Otaknya selalu berpikir dan menilai kejadian-kejadian yang menarik perhatian dia. Keinginannya untuk “membaca buku kehidupan” luar biasa tinggi. Saat itu sekitaran tengah hari, saya bermain-main dengan dua anjing kampung peliharaan majikan saya. Saya tidak tahu kenapa majikan saya yang berwarga negara Amerika Serikat itu memilih untuk memelihara anjing kampung ketimbang jenis-jenis anjing besar yang mahal. Pada waktu itu saya memberi mereka biskuit murah,yang diberikan oleh seorang teman saya beberapa hari yang lalu karena saya rela mengantarkan puteranya yang sakit ke seorang dokter spesialis anak. Kemudian telepon genggam saya berbunyi “tit”. Telepon genggam qwerty ini saya dapatkan satu tahun yang lalu dengan harga yang relatif mahal untuk ukuran telepon “made in China” ber-merk E-touch. Saya mengisi ring tone aneh yang singkat di telepon saya yang sekarang sudah sangat jelek dan memerlukan kesabaran ekstra untuk memencet tombol “B” itu dan hanya berbunyi satu “tit” untuk sebuah sms. Oh ternyata sms itu datang dari Ari yang katanya dia sedang berada di daerah Gunung Panderman. Dia bilang bahwa waktu itu dia sedang bengong dan tidak ada kerjaan jadi matanya menerawang dan men”scan” daerah sekitar. Like a hawk prowling for prey, dia menemukan sebuah fenomena yang menurut dia menarik. Ada seorang wanita yang keliwat miskin tetapi masih mau memberi makan kucing dan pada saat yang sama ada seorang tante muda dengan mobil Nissan Pajero yang… jangankan memberi makan kucing, bahkan didekati kucing aja sudah tidak sudi dan berusaha mengusir dengan menendang. Kita dibiasakan untuk selalu bersaing di dalam masyarakat, kita selalu diiming-imingi ide atau bayangan mengenai hidup yang nyaman (wealthy) dengan standard khusus. Kita merasa hina dengan pola hidup tertentu, atau sebaliknya… berbangga diri dengan pola hidup tertentu yang lain. Ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah dikerahkan untuk membeli barang mewah sekedar untuk memenuhi sandar “high prestige”. Mobil diganti secara berkala, barang elektronik TV, HP, AC, Komputer, Kulkas belum rusak sudah diganti. Alasannya tepat sekali kok, “mengikuti mode aja”. Great. Jutaan US Dollar, di transfer ke Itali, ke Jepang, German, Amerika, Korsel, Swedia, dan negara kaya lain. Sementara Indonesia yang sudah miskin papa karena pemerintahan korup dan rakyatnya yang malas, duitnya terus menerus bocor dan dibocori orang-orang berkantong tebal yang ingin mengejar “prestige”. Astagfirullah… “nah salah saya apa sih kalau memang saya mau beli BMW baru, Ford Baru, Hyundai Baru, Volvo baru, Ford baru, Audi baru, Bentley baru, Marcedes baru, Land Rover baru… lha wong itu uang jerih payah saya pribadi… kamu aja yang bawel” Ya sebenarnya dia ga salah apa-apa sih kalau dia nggak tahu bahwa kebanyakan rakyat Indonesia sedang melarat, pemerintah sedang menggombal “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”, TKI dipukuli, pajak di sadap dan lain carut-marut permasalahan. Ga apa-apa sih kalau dia ga tahu tentang itu semua. Nah tapi kalau dia sudah tahu itu semua, dan tetap menghambur-hamburkan rupiah ke luar negeri… lho kok “sawangannya”. Wong beli yang biasa-biasa saja masih bisa nyaman dan “gengsi”. “ Suka-suka gue sih mau sering-sering ganti hp, ac, water purifier, computer… lha mau beli yang produk Indonesia juga ga ada yang awet, orang Endonesya aja yang goblok, bikin bikin barang aja ga bagus. Dasar” Lantas mau apa, dengan permasalahan seperti itu dianya juga nggak membantu kok, nggak melakukan apa-apa, nggak ngasih jalan keluar. Cuma menghina aja kerjaannya, memanfaatkan keadaan dan memanjakan diri. Beritanya anaknya the founder of Tata Iron and Steel Company Limited (Produser baja terbesar di dunia), Mr. Ratan Tata, dia hidup dengan sederhana saja. Seseorang yang pernah bertemu dengan beliau mengatakan, dari caranya beliau berpakaian, kelihatan bahwa kemeja yang dipakai adalah kemeja biasa dan tidak baru. Dia tetap low profile dan efektif. Jika semua orang Indonesia seperti Mr. Ratan Tata, mungkin Indonesia akan sedikit lebih maju. Perkara duit pajak mau disalah gunakan oleh oknum-oknum, nah itu masalah lain… mungkin orang-orang kayak Gayus Tambunan perlu di……………….. doakan supaya mereka bisa sadar. ************ Nah pola hidup biasa sederhana perlu sekali dikembangkan. Tidak lupa untuk meningkatkan sikap peka terhadap penderitaan orang lain dan semua mahluk ciptaan Tuhan. Menahan diri untuk tidak terlalu memboroskan duit untuk mengejar prestis dapat membantu rakyat Indonesia dan Negara. Sukur-sukur kalau mau berbagi kemakmuran, atau mendirikan Grameen Bank seperti yang dilakukan Muhammad Yunus di Bangladesh… Katanya AA. Gym “jagalah hati, jangan kau nodai” Jagalah hati betul2, karena noda-noda di hati bisa “nempel” dan nggak ketahuan. Kalau sudah nempel, alamat susah hilangnya, bikin hati atos, keras, alot. Jadinya ya kayak ceritanya Hui-Neng tadi, kucing mendekati Pajero aja sudah diusir… gimana kalau saya ngompol di jok mobilnya, hahahaha….
Rabu, 13 April 2011
Kutjing Jang Tertjertja
Langganan:
Postingan (Atom)