Jumat, 14 Agustus 2009

Berbicara denganTuhan???????

Sering kita mendengar cerita tentang seorang remaja yang sedang mencari jati dirinya. Dikatakan bahwa pemuda yang seperti itu selalu mencoba berbagai macam hal untuk mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya. Pemuda itu tidak gampang puas dengan pemahaman-pemahaman yang mereka peroleh sehingga suasana hatinya tidak pernah tenang… yang kelihatan sekali dari perilaku dan raut mukanya yang terkesan agak liar. Namun seiring dengan bertambahnya usia, kesan liar itu berkurang sejalan dengan bertambahnya pemahaman mereka akan kehidupan. Kebanyakan pemuda akan menemukan kedamaiannya, sementara yang lain akan terus menerus melakukan pencaharian sepanjang hidup mereka.

Melihat kenyataan yang ada, kadang-kadang saya berpikir bahwa sepertinya saya tidak akan pernah puas dengan diri saya, dan saya yakin bahwa saya akan terus menerus berubah dan haus akan pencaharian. Buddha mengatakan bahwa kebahagian hanya bisa ditemukan di dalam diri, kesenangan yang didapat dari dunia luar tidak bersifat kekal… untuk itu hendaklah kita berusaha melepas sebanyak mungkin keterikatan terhadap dunia luar untuk kemudian meniti kedalam diri sendiri dan berusaha menemukan tujuan sejati kita di dalam sana, yaitu kebahagiaan hakiki.

Dalam khasanah tradisi ke-budhis-an, terdapat suatu teknik yang disebut dengan meditasi. Ada banyak konsep tentang meditasi, namun saya lebih cocok dengan konsep meditasi yang berpegang pada prinsip “menjinakan pikiran”. Dalam praktiknya kita dianjurkan untuk duduk diam dengan mata terpejam, sambil memperhatikan pikiran yang muncul. Itu saja, kita hanya memperhatikan pikiran yang muncul tanpa menghakimi bahwa itu pikiran negatif atau positif. Kadang-kadang memang kita hanyut dalam pikiran itu, namun begitu kita menyadari bahwa kita sedang terhanyut dalam pikiran itu… maka kita berusaha kembali pada kegiatan memperhatikan pikiran seperti semula. Semakin lama pikiran akan berkurang dan diharapkan dengan berkurangnya pikiran, maka perasaan kita akan semakin damai. Dalam tradisi Zen terdapat istilah “satori” yaitu perasaan damai bahagia sesaat yang dialami seseorang akibat dari kegiatan meditasi. (tujuan meditasi adalah kebahagiaan hakiki)

Ada beberapa dari teman saya yang mengalami perubahan (menuju kebaikan) karena mereka rajin berlatih teknik meditasi seperti ini. Beberapa orang terdekat mereka mengaku bahwa yang bersangkutan terkesan semakin lembut, setelah mengenal teknik meditasi ini. Saya beranggapan bahwa teknik ini adalah baik… hanya saja tidak pernah berhasil kepada saya. Namun itu tidak berarti bahwa teknik ini tidak mujarab, hanya saja (kalau tidak salah) mungkin pengalaman saya membutuhkan “teknik lain” yang lebih cocok dengan pribadi saya.

Hingga suatu saat seseorang menganjurkan “satu cara” yang saya rasa lebih cocok dengan kepribadian saya. Cara itu adalah cara Kristian yang menganjurkan (dalam bahasa saya) kepatuhan dengan tulus dan berkomunikasi dengan Tuhan secara langsung. Untuk pertama kalinya saya mendengar ini, saya merasa aneh… karena saya adalah penganut paham kebebasan (sebebas-bebasnya) apapun boleh dilakukan asal tidak melanggar perikemanusiaan. Saya adalah penentang norma-norma… baik itu adalah norma agama, maupun norma-norma yang berlaku pada masyarakat. Saya berpikir bahwa norma-norma itu hanya akan menjajah kebebasan saja, toh belum tentu norma itu akan membuat seseorang lebih mulia, lebih peduli dan lebih beradab. Dalam kenyataannya seringkali norma-norma itu hanya dimanipulasi oleh seseorang demi kepentingannya pribadi… tanpa perasaan bersalah. Mereka (pelaku manipulasi itu) tidak pernah mau tahu untuk alasan apa norma-norma itu dahulu dibuat. Alasan kedua saya merasa aneh dengan berkomunikasi secara langsung dengan Tuhan adalah karena saya memiliki kepercayaan kuat bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang dapat berkomunikasi dengan Tuhan.

Namun saya mengakui bahwa ideologi kebebasan yang saya yakini tidak hanya membawa saya pada kemajuan (seperti mudah bergaul dengan siapa saja dan keinginan kuat untuk mempelajari dan mengetahui apa saja yang menjadi misteri bagi saya)… namun juga membawa saya kepada keadaan hati yang kadang-kadang gundah, tertekan, iri dan gelisah. Konsep bahwa saya adalah tuan dari diri saya sendiri dan saya dapat melakukan apapun kepada diri saya sendiri seringkali membawa saya kepada kemalasan. Kebiasaan untuk mencobai segala sesuatu malah membuat saya jatuh dalam penjara kebosanan… dan kebosanan menggerogoti diri saya sendiri dari dalam.

Akan tetapi cara Kristiani ini sama sekali begitu berbeda, perubahan signifikan sudah dapat saya rasakan pada diri saya. (tulisan ini saya tulis dalam waktu hanya terpaut sekitar dua atau tiga minggu sejak pertama kali saya diajak untuk mencoba “metode” baru ini). Dan sangat kelihatan sekali bahwa metoda ini sangat berhasil bagi saya. Artinya saya lebih menyukai diri saya yang sekarang ini dari pada yang dulu sebelum saya mempercayai metode baru ini.

Mungkin ini yang saya cari-cari sejak dari dulu. Metode Kristiani menganjurkan untuk selalu setia kepada Tuhan. Saya adalah seorang yang mendambakan kesetiaan dan selalu haus melakukan sesuatu demi kesetiaan saya tersebut. Sebagai contoh… saya adalah seorang yang memiliki dorongan dalam hatu untuk selalu menghormati segala kehidupan, saya akan berusaha keras untuk menjalani hidup saya tanpa menyakiti mahluk hidup yang lainnya. Untuk itu saya selalu konsekuen dengan idealis saya tersebut, jadilah saya seorang vegetarian. Contoh kedua adalah… saya sangat menyayangi dengan seorang yang tidak jauh usia dengan saya (mohon tidak diasumsikan sebagai hubungan asmara) dan saya menganggapnya sebagai adik saya sendiri. Mungkin persamaan model perjuangan dan cita-cita membuat saya begitu dekat dengan anak ini. Lantas saya berkomitmen untuk selalu mendukung dan senantiasa melindungi dia. Betapa saya mendambakan diri saya sendiri termasuk dalam suatu standar kesetiaan yang tinggi, dengan mengorbankan beberapa beberapa kepentingan saya pribadi.

Namun sudah beberapa tahun belakangan ini saya menjadi agnostik atau malah semi atheis. Hal itu membuat saya agak termalu-malu kepada diri saya sendiri ketika saya mencoba untuk berbicara dengan Tuhan untuk pertama kalinya. Seakan-akan diri saya mengatai diri saya sendiri bahwa saya bodoh karena mencoba berbicara dengan angin.

Pada suatu hari saya diserang oleh mood yang rendah dan situasi batin yang sangat menggelisahkan. Hingga pada puncaknya, pada malam hari yang tidak begitu larut saya tidak dapat melakukan apa-apa kecuali hanya duduk diam dalam kegundahan… ingin sekali saya menangis. Namun saya berpikir dari pada saya duduk tidak melakukan apa-apa dan tidak membawa perubahan apa-apa, maka saya pergi kebelakang mengambil sebuah minuman coke dari kulkas untuk sedikit menghibur jasmani saya. Setelah satu atau dua teguk, saya mulai berbicara dengan Tuhan… saya asumsikan Dia seperti sahabat tercinta saya yang sedang berdiri di depan saya memandang saya dengan sabar dan ingin mendengarkan apapun yang ingin saya katakan. Maka mulailah saya menyampaikan ocehan, omelan, dan keluh kesah. Kadang-kadang saya memberitahu kepada dia bahwa saya menyesal bahwa saya telah menjadi mahluknya yang begitu lemah… saya tahu ada banyak sekali orang yang jauh menderita daripada saya. Namun saya mengaku bahwa saya tidak tahu dengan apa yang harus saya lakukan… maka saya memohon kepadaNya untuk selalu menegarkan hati saya dan memberikan jalan keluar bagi setiap permasalahan yang saya hadapi.

Selepas komunikasi luar biasa itu, pikiran saya menjadi jauh lebih enteng dan dapat tidur dengan nyenyak. Keesokan paginya saya bangun dengan senyum baru di bibir beserta pemahaman baru bahwa saya akan berbahagia dengan setia kepadaNya. Hidup saya berubah banyak, saya bersedia untuk melakukan segala sesuatu yang tidak ingin saya lakukan sebelumnya. Ego saya banyak tergerus dan mengalami erosi hebat. Saya memandang bahwa Tuhan adalah damai dan sebagai pengikut setiaNya maka saya dianjurkan untuk menciptakan damai. Dan untuk itu saya harus membuat diri saya sendiri tersenyum dengan semua orang, lebih mendengarkan mereka, lebih mengalah, dan menghormati mereka dalam setiap kesempatan. Pada mulanya saya sangat sulit memulainya, namun dengan kesadaran bahwa Tuhan menganjurkan kasih sayang, maka tidak lama kemudian saya dengan gampang melakukannya. Tuhan adalah kasih.

Jadi… rupanya saya tidak perlu lagi terlalu banyak mengeluarkan tenaga untuk melakukan banyak pencaharian. Kebahagiaan itu telah datang, dan saya memutuskan bahwa saya harus berhenti setelah sekian lama tidak pernah berhenti. Saya memutuskan bahwa saya akan berhenti pada hal cinta… karena saya percaya bahwa Tuhan adalah cinta, God is love… saya akan setia pada Tuhan. Saya harap itu akan cukup bagi saya.

Hormat saya kepada seseorang yang mengkabarkan saya tentang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar