Jumat, 14 Agustus 2009

Dinner

Kemarin saya diundang oleh Mr. Andrew untuk makan malam bersama dengan keluarganya keluarga Cowell, sekalian untuk beramah tamah. Saya berpikir bahwa itu adalah undangan yang sangat menarik, karena ini adalah untuk pertama kalinya saya diundang makan malam oleh sebuah keluarga. Tapi sayang begitu sayang hari itu saya sangat sibuk sekali, dan banyak kejadian menyebalkan yang membuat mental saya anjlok dan mood saya menjadi turun sedemikian rupa… sehingga saya berpikir bahwa saya akan gagal menghadiri makan malam itu.

Selama satu hari penuh itu saya berada di kota Kepanjen untuk mengurus urusan saya di sana, urusan itu sudah sangat kacau namun saya terus berusaha keras agar saya dapat menghadiri makan malam di rumah Mr. Andrew. Dalam perjalanan menuju rumah beliau, mata saya sebelah kanan ditabrak oleh serangga… sakit sekali! Namun saya tidak mundur dan memutuskan untuk tetap menghadiri makan malam itu. Akan tetapi tidak lama setelah itu ban belakang vespa saya mengalami kebocoran sehingga saya harus berhenti di tukang tambal ban untuk waktu yang lama. Saya memberikan pesan singkat kepada Mr. Andrew untuk meneruskan makan malam keluarga tanpa saya, namun daripada menyantap makanan tepat waktu, beliau memutuskan untuk menunggu kedatangan saya. Luar biasa.

Saya datang terlambat sekitar tiga puluh menit. Pertama-tama Mr. Andrew datang membukakan pintu dan mengucapkan salam, beliau langsung mengetahui ada yang salah dengan mata saya (saya baru mengetahui bahwa mata kanan saya menjadi semerah darah setelah Mr. Andrew mempersilahkan saya memakai kamar mandinya untuk mencuci mata saya). Mrs. Donna menggiring ketiga anaknya untuk menyambut saya. Jade, Rhianan dan Aedan (kalau saya tidak salah eja) menyapa saya “Hi Bayu”… kemudian saya terperanjat karena tidak ada keluarga yang secara hangat menyambut saya seperti ini. Saya menjadi sungkan dan bingung harus bersikap seperti apa… saya begitu khawatir salah berperilaku.

Tibalah akhirnya kami semua berada di dapur mereka yang sangat bersih. Setelah berbasa-basi sedikit, Mr. Andrew memberikan tanda untuk segera memulai doa. Kami melakukan doa syukur dengan berdiri di dalam dapur. Doa itu dipimpin oleh anak laki-laki Mr. Andrew yang terakhir yang masih berusia sepuluh tahun. Dia berdoa dalam bahasa Inggris dengan logat Australia, yang membuat saya sama sekali tidak mengerti perihal apapun yang sedang diucapkannya.

Setelah berdoa, Mr. Andrew dan Mrs. Donna mempersilahkan saya untuk mengambil piring dan makan. Saya kaget karena Mrs. Donna telah menyiapkan Indonesian salad alias Gadho-gadho, itu adalah salah satu jenis masakan kesukaan saya. Mr.Andrew berkata dalam bahasa Inggris yang kira-kira artinya seperti ini “saya telah menyuruh Mrs. Donna untuk memasakan untukmu sebuah steak sebesar ini (sambil menunjukan kedua tangannya kepada saya untuk mengesankan bahwa itu adalah ukuran yang sangat besar) namun kami menyadari bahwa kamu adalah seorang vegetarian, jadi Mrs. Donna membuatkanmu Gadho-gadho”. Saya sangat sungkan, namun saya mengucapkan terimakasih secara mendalam.

Beberapa saat berikutnya saya sudah duduk di sebuah meja makan persegi panjang, dan saya duduk berhadapan dengan Mr. Andrew di kedua ujungnya. Sembari makan itu saya membuat percakapan ringan dengan ketiga anaknya, kebanyakan sekitar topik tentang makan sayur mayur.

Ada sesuatu yang luar biasa dari keluarga itu, dimana saya terus memikirkannya pada saat-saat menjelang tidur saya malam itu juga. Saya beranggapan bahwa Mr. Andrew dan Mrs. Donna sangat berhasil dalam membentuk perwatakan anak-anaknya sedemikian rupa sehingga mereka terkesan sebagai anak-anak yang manis, sopan dan menghormati orang lain. Meskipun usia mereka rata-rata masih sangat muda, namun mereka tahu bagaimana cara membuat orang lain terkesan. Semuanya tersenyum kepada saya tanpa terkecuali dan selalu menanggapi jika saya bertanya sesuatu kepada mereka. Saya adalah orang asia satu-satunya di meja makan itu, dan kulit saya paling gelap, namun tidak satupun diantara mereka yang menunjukan muka jijik kepada saya. Tidak banyak orang yang berlainan ras dengan saya dapat menunjukan penghormatan semacam itu.

Dalam makan malam itu, Mr. Andrew bertanya dengan santun kepada ketiga anaknya perihal kegiatan apa saja yang mereka lakukan di sekolah mereka. Kemudian terjadi pembicaraan sopan diantara mereka… sangat kelihatan sekali bahwa anak-anak Mr. Andrew dan Mrs. Donna menaruh penghormatan yang begitu besar kepada mereka. Setelah makan malam selesai, Mr. Andrew memerintahkan ketiga anaknya untuk pergi mengambil Alkitab mereka masing-masing. Kemudian bersama-sama mereka saling membaca Alkitab itu dan mendiskusikannya. Sungguh keluarga yang tentram damai dan relijius.

Sungguh Ironi memang, kata orang kebanyakan… orang-orang Jawa adalah orang-orang berhati lembut dan bertutur lembut… sementara orang-orang barat adalah orang-orang yang memiliki adat kebiasaan lebih kasar daripada kami orang Jawa. Cara saya melihat justru kebalikannya, saya bertumbuh dan besar dalam keluarga Jawa-Madura, namun saya tidak pernah melihat bahwa keluarga saya memiliki kebiasaan untuk memperlakukan anak-anak mereka sebaik Mr. Andrew memperlakukan anak-anak mereka. Dari pada orang tua kami memperlakukan anak-anaknya dengan penuh perhatian, teliti, disiplin dan bersih… mereka cenderung mendidik kami dengan sekenanya atau malah dalam beberapa situasi mereka terkesan sangat otoriter. Selain itu saya tidak pernah diajari cara menghormati tamu kecuali “jangan ikut bicara jika orang tuamu berbicara dengan tamu”.

Saya senang dengan keluarga ini, mereka tidak sengaja memberikan pelajaran tentang pelajaran budi pekerti yang tidak diajarkan di keluarga saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar