Beberapa hari yang lalu saya harus mengerjakan suatu tugas untuk yang diberikan oleh seseorang yang saya hormati. Tetapi tugas itu tidak dapat saya kerjakan sendirian karena tugas yang diberikan kepada saya adalah bukan semacam tugas yang sepenuhnya saya kuasai. Lantas mengapa saya lakukan? Karena saya ingin mengetahui dan ingin menguji diri sendiri seberapa kuat dan seberapa jauh saya dapat diandalkan jika seseorang memberi saya tugas. Jadi seorang teman dekat, seorang profesional yang bisa saya percaya bergabung menjadi partner kerja dalam tugas yang diberikan kepada saya.
Hari pertama kami mengerjakan tugas kami tidak mengalami sedikitpun halangan, namun menjelang hari kedua mulai muncul permasalahan. Permasalahan pertama itu mulai muncul saat kami harus berhubungan dengan orang lain untuk menyelesaikan sebagian tugas yang tidak mungkin bisa kami selesaikan sendirian. Orang yang kami hubungin tersebut terlalu mahal dalam memberikan tarif kepada jasa yang akan dia berikan.
Permasalahan yang kedua muncul karena partner kerja saya tidak dapat menemukan orang lain atau penyedia jasa lain yang lebih murah. Ternyata permasalahan kedua ini menimbulkan reaksi berantai kepada permasalahan lain yang lebih serius yang berpotensi bahwa kami akan kehilangan integritas kami di mata orang lain. Berbagai masalah itu antara lain mulai dari kami tidak dapat menyelesaikan tepat waktu, hingga berkurangnya kualitas kerjaan kami karena kami harus mengerjakan sendiri secara terburu-buru.
Suatu saat saya menyediakan waktu untuk mengevaluasi segala sesuatu yang menjadi penyebab permasalahan saya tersebut. Dan akhirnya saya menemukan bahwa yang menjadi permasalahan terbesar saya adalah ketidak profesionalan partner kerja saya. Dan saya telah salah menilai dia dari banyaknya aset, banyaknya mesin-mesin industri yang dia miliki, dan dari lamanya dia berkecimpung di dunia itu. Dia boleh memiliki banyak hal, namun dia tidak memiliki satu hal yang penting… yaitu mental seorang wiraswastawan.
Karena tidak memiliki mental seorang wiraswastawan, maka dia cenderung gagal dalam menumbuhkan minat untuk mengurusi usahanya. Dari situ dia ogah-ogahan memikirkan rencana kedepan untuk usahanya, ogah memikirkan siapa yang harus dia hubungi untuk diajak bekerja sama dalam memajukan usaha, bahkan dia ogah-ogahan memasuki ruang kerjanya sendiri.
Jadinya amburadul dan ngothok alias ngomong thok. Sulit sekali bekerja sama dengan orang seperti ini. Ketika masalah datang mengancam, maka bukannya orang seperti ini berpikir keras untuk mencari jalan keluar, namun dia akan lebih cenderung tenggelam dalam kebingungan dan akhirnya berpasrah diri kepada kebuntuan. Akhirnya kerugian ditanggung bersama. Payah.
Dasar mental tempe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar