“No Fear” kata-kata itu seringkali terlihat dicetak di kaos-kaos atau kemeja Cowboy. Dalam pengertian saya, kata-kata itu bermakna hidup tanpa dibayang-bayangi perasaan takut dalam bentuk apapun. Benarkah manusia dapat terlepas dari perasaan takut sama sekali? Atau dapatkah seorang penakut melatih dirinya untuk tidak lagi menjadi terlalu penakut?
Katanya di masa yang lampau orang-orang dari berbagai bangsa berusaha keras untuk menundukan rasa takut dan menumbuhkan sikap kesatria. Hal-hal seperti ini sangat diperlukan untuk membantu mereka melewati hari-hari mereka untuk hidup dalam suatu komunitas yang rapuh oleh karena peperangan. Jelas seorang penakut tidak akan dapat bertahan hidup dalam keadaan kacau seperti ini. Bangsa-bangsa yang terkenal akan keberaniannya tersebut adalah Viking, Yunani Sparta, Indian Apache, Orang-orang Bugis, Orang-orang Arab, Orang-orang Mongol dan lain-lain.
Apakah keberanian itu hanya ditujukan untuk kepentingan peperangan atau konflik antara sesama manusia? Katanya sih tidak, ada orang yang bilang bahwa keberanian sejati adalah keberanian menghadapi realita permasalahan yang dihadapi oleh diri pribadi. Ini penting sekali karena pada kenyataannya orang cenderung melarikan diri dari permasalahannya dan bersembunyi kepada hal-hal yang biasa disebut dengan entertainment, menyepi, agama, atau cinta.
Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh penakut untuk memperbaiki kehidupan pribadinya, karena dia tidak memiliki keinginan untuk bersahabat dengan semangat yang sebenarnya setiap hari muncul dari dalam dirinya sendiri. Dia lebih memilih dirinya gagal dalam banyak hal daripada mengambil resiko yang menakutkan untuk tampil sebagai pemenang.
Dalam film yang berjudul Master and Comander saya masih teringat dengan seorang perwira rendah muda angkatan laut Inggris, berumur 30 tahun, berperawakan seperti anak kecil yang bernama Mr.Hollom. Dia bertugas di HMS. Surprise, berawak 197 orang, berkekuatan 28 meriam, pada saat perang Inggris-Perancis pada masa Ditaktor Napoleon Bonaparte. Mr.Hollom adalah orang yang baik, hanya saja dia adalah seorang penakut dan pengecut yang tidak dapat memimpin para pelaut dengan dengan tegas, hingga suatu saat dia mendapatkan masalah karena itu.
Oleh para anak buahnya, dia disebut dengan si pembawa sial karena setiap kali Mr.Hollom mendapatkan tugas jaga, HMS.Surprise selalu berhadapan dengan Kapal perang milik swasta berbendera Prancis yang bernama Acheron, yang jauh lebih kuat dan gesit. Singkat cerita, Mr.Hollom mulai percaya dengan anggapan anak buahnya, bahwa dia telah dirasuki “Jonah” sang pembawa sial, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia terlalu pengecut untuk berbuat sesuatu. Namun pada suatu malam dia berpamitan, mengucapkan selamat tinggal kepada rekan perwiranya yang bernama Mr.Blatnick, setelah itu dia melompat ke laut dengan menggenggam sebutir peluru meriam, dan tenggelamlah dia.
Meskipun pengecut, Mr.Hollom telah menunjukan keberanian yang luar biasa dengan menjauhkan si Jonah pembawa sial dari HMS.Surprise, seperti yang dia percayai. Meskipun ini hanyalah sebuah film, namun film ini menunjukan suatu keberhasilan seseorang dalam mengalahkan musuh terbesarnya, yaitu dirinya sendiri.
Seperti cerita lama dari yang saya baca dari tradisi Zen, yang menceritakan tentang seorang petani yang telah kehilangan lembunya. Dia bersusah payah menemukan dan menjinakan kembali sapinya yang hilang itu. Karena usaha keras dan ketabahan yang luar biasa, maka petani itu dapat membawa pulang kembali sapinya yang tadinya telah menjadi liar itu.
Mungkin cerita kuno dari tradisi Zen itu adalah metafora dari realitas pikiran kita. Saya beranggapan bahwa sebagian orang termasuk saya, telah lama terlena dengan mengejar kesenangan tiada henti sehingga lupa berkomunikasi dengan diri kita sendiri. Mengapakah kita perlu berkomunikasi dengan diri kita sendiri? Jawabnya adalah bahwa kita adalah tuan dari diri kita sendiri. Seorang majikan harus menjaga komunikasi dengan bawahannya terus menerus kalau dia tidak ingin kehilangan kendali atas orang-orang yang menjadi bawahannya tersebut.
Apabila pikiran tidak pernah diperhatikan, tidak diatur, maka dia akan melayang-layang liar. Seperti halnya petani yang tidak memperhatikan kondisi tali kekang sapinya, maka suatu saat tali kekang itu akan putus, sapinya akan lepas kemana-mana dan akan menjadi liar. Maka yang menjadi kesimpulan adalah bahwa penting sekali untuk membuat pikiran kita berada dibawah kendali kita sehingga pikiran-pikiran itu tidak menyengsarakan kita.
Ada sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa penguasa sejati adalah dia yang menguasai dirinya sendiri.
Senin, 30 Maret 2009
Jumat, 27 Maret 2009
Laki-laki
Apa yang dibutuhkan untuk membuat seorang laki-laki bahagia? Uang melimpah, mobil sport, rumah besar, bepergian ke luar negeri, atau istri cantik? Semua lelaki berakal sehat pasti akan mengatakan bahwa mereka akan bahagia dengan itu semua. Namun seseorang diantaranya mengatakan bahwa ada satu lagi yang harus hal penting lagi yang harus ditambahkan agar seorang laki-laki bisa merasa bahagia. Dan hal penting itu datangnya berasal dari kehormatan.
Bagaimana seorang laki-laki bisa merasa terhormat? Beberapa orang mengatakan bahwa seorang laki-laki akan merasa terhormat apabila laki-laki itu mendapatkan pengakuan dari orang-orang terdekatnya bahwa dia adalah seorang pribadi tabah dan kuat serta memiliki ketenangan yang luar biasa dalam menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya. Sebagian laki-laki lagi akan mengatakan bahwa dia akan merasa terhormat apabila dia memiliki kontrol yang kuat sedemikian rupa sehingga dia memiliki kendali penuh atas kehidupannya.
Ada seorang laki-laki di luar sana yang tidak merasa bahagia karena dia tidak menganggap dirinya layak untuk dihormati, karena dia yakin sekali bahwa dia tidak memiliki kontrol yang cukup atas dirinya. Dia merasa bahwa dia tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengendalikan dirinya sendiri. Dia beranggapan bahwa semua orang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memimpin dirinya sendiri. Apa yang dia rasakan atas dirinya adalah bahwa dia hanyalah seonggok daging pecundang yang diperbudak oleh sisi gelap dari dirinya yang pengecut.
Bukannya dia tidak pernah berusaha untuk mengalahkan musuhnya, yaitu sisi gelap dari dirinya sendiri itu. Setiap pagi dia harus bersusah payah bangun dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia mampu untuk bertahan untuk menjadi pribadi seperti yang dia inginkan, satu hari penuh. Komitmen itu dia jalankan dengan sepenuh hati… namun seolah-olah sisi gelap itu datang dari pintu belakang dan tiba-tiba menikam di punggung. Kesadaran itu kalah, dan kemudian apa yang terjadi adalah bahwa dagingnya kembali menjadi budak dan melakukan apapun yang diperintahkan sisi pengecut dari dirinya.
Seorang bijak mengatakan kepada laki-laki itu bahwa menjadi diri sendiri itu memang penting, berjuang menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang sangat penting. Kekalahan atas usaha menjadi diri sendiri adalah hal yang menyedihkan sekaligus memalukan. Namun orang bijak itu mengatakan bahwa permasalahan itu adalah permasalahan sebagian besar manusia di muka bumi sejak jaman dahulu. Setiap orang berusaha menjadi diri sendiri. Orang melakukan apa saja untuk mengalahkan sisi kebinatangan dari dalam dirinya. Memang tidak semua orang berhasil melakukannya, namun terpujilah mereka yang berusaha kuat untuk melakukannya.
Orang bijak itu berkata “Setiap laki-laki yang bersedih atas kekalahannya, mereka harus merasa terhormat atas kesedihannya itu. Karena kesedihan tersebut adalah simbol perlawanan dan ketidak-tundukan atas perbudakan yang dilakukan oleh dirinya kepada dirinya sendiri. Mungkin dia bisa kalah dan bersedih, namun tidak boleh ada satupun di muka bumi ini yang akan memadamkan api kehendak laki-laki untuk menjadi raja atas dirinya sendiri”
Bagaimana seorang laki-laki bisa merasa terhormat? Beberapa orang mengatakan bahwa seorang laki-laki akan merasa terhormat apabila laki-laki itu mendapatkan pengakuan dari orang-orang terdekatnya bahwa dia adalah seorang pribadi tabah dan kuat serta memiliki ketenangan yang luar biasa dalam menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya. Sebagian laki-laki lagi akan mengatakan bahwa dia akan merasa terhormat apabila dia memiliki kontrol yang kuat sedemikian rupa sehingga dia memiliki kendali penuh atas kehidupannya.
Ada seorang laki-laki di luar sana yang tidak merasa bahagia karena dia tidak menganggap dirinya layak untuk dihormati, karena dia yakin sekali bahwa dia tidak memiliki kontrol yang cukup atas dirinya. Dia merasa bahwa dia tidak memiliki kekuatan apapun untuk mengendalikan dirinya sendiri. Dia beranggapan bahwa semua orang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memimpin dirinya sendiri. Apa yang dia rasakan atas dirinya adalah bahwa dia hanyalah seonggok daging pecundang yang diperbudak oleh sisi gelap dari dirinya yang pengecut.
Bukannya dia tidak pernah berusaha untuk mengalahkan musuhnya, yaitu sisi gelap dari dirinya sendiri itu. Setiap pagi dia harus bersusah payah bangun dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia mampu untuk bertahan untuk menjadi pribadi seperti yang dia inginkan, satu hari penuh. Komitmen itu dia jalankan dengan sepenuh hati… namun seolah-olah sisi gelap itu datang dari pintu belakang dan tiba-tiba menikam di punggung. Kesadaran itu kalah, dan kemudian apa yang terjadi adalah bahwa dagingnya kembali menjadi budak dan melakukan apapun yang diperintahkan sisi pengecut dari dirinya.
Seorang bijak mengatakan kepada laki-laki itu bahwa menjadi diri sendiri itu memang penting, berjuang menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang sangat penting. Kekalahan atas usaha menjadi diri sendiri adalah hal yang menyedihkan sekaligus memalukan. Namun orang bijak itu mengatakan bahwa permasalahan itu adalah permasalahan sebagian besar manusia di muka bumi sejak jaman dahulu. Setiap orang berusaha menjadi diri sendiri. Orang melakukan apa saja untuk mengalahkan sisi kebinatangan dari dalam dirinya. Memang tidak semua orang berhasil melakukannya, namun terpujilah mereka yang berusaha kuat untuk melakukannya.
Orang bijak itu berkata “Setiap laki-laki yang bersedih atas kekalahannya, mereka harus merasa terhormat atas kesedihannya itu. Karena kesedihan tersebut adalah simbol perlawanan dan ketidak-tundukan atas perbudakan yang dilakukan oleh dirinya kepada dirinya sendiri. Mungkin dia bisa kalah dan bersedih, namun tidak boleh ada satupun di muka bumi ini yang akan memadamkan api kehendak laki-laki untuk menjadi raja atas dirinya sendiri”
Selasa, 24 Maret 2009
Ide tentang kedewasaan VS ide tentang kebebasan
Ada sebuah buku yang mendeskripsikan konsep kedewasaan sebagai “kerelaan untuk tetap melakukan sesuatu yang harus dilakukan meskipun itu adalah sesuatu yang paling dibenci untuk dilakukan”. Beberapa saat yang lalu seorang sahabat mengatakan kepada saya sesuatu yang sebelumnya pernah dikatakan oleh ayahnya. Dia berkata seperti ini “perlakukan sesuatu yang tidak kamu senangi dengan sedemikian telatennya, maka lama-kelamaan kamu akan menyenanginya juga”.
Dalam film yang berjudul The Pursuit of Happiness, Chris, seorang pemeran utama dalam film itu, dia memberikan suatu pelajaran yang teramat sangat penting pada puteranya. Kira-kira dia mengatakan demikian “ketika kamu menginginkan sesuatu, maka segeralah mendapatkannya… titik. Jangan biarkan orang lain mengatakan bahwa kamu tidak mampu untuk mendapatkannya”. Dalam buku-buku tulisan Robert T Kiyosaki, banyak sekali anjuran untuk tidak menyerah dan terus menerus berjuang untuk mendapatkan semua yang kita inginkan. Dalam buku The Secret, kita dianjurkan untuk percaya seratus persen dengan segala sesuatu yang kita inginkan. Kita bebas… bebas sebebas-bebasnya untuk menentukan keingingan apapun yang ingin kita capai.
Saya bingunggggg….! Saya bingung untuk mempelajari dan mempercayai ide-ide itu, semuanya masuk akal bagi saya, semuanya juga tidak masuk akal buat saya. Ada seorang kawan yang mengatakan “buat apalah bingung-bingung, abaikan ide-ide itu dan lanjutkan hidupmu apa adanya”. Sejujurnya saya ingin sekali seperti itu, namun tidak… tidak kawan, saya tidak bisa seperti itu. Saya selalu iri dengan orang-orang seperti kamu yang dapat melakukan apapun dengan tenang, dan saya selalu kecewa dengan kedua tangan saya yang tidak mau digerakan untuk melakukan apapun sebelum hati saya babak belur diombang-ambing oleh pikiran-pikiran saya sendiri. Saya sudah berusaha bersusah payah untuk mengontrol diri saya sendiri, namun sejauh ini saya gagal dan saya menyesal.
Ide pertama serasa begitu realistis dan cocok diejawantahkan dalam kenyataan dan kehidupan sehari-hari, namun ide ini juga serasa terlalu menyerah. Ide ke dua… berapi-api, menggebu-gebu, bersemangat dan membuat seseorang berenergi, namun seringkali bertabrakan dengan kenyataan dan dipatahkan oleh kata-kata murahan seperti “tidak mungkin”.
Saya beranggapan bahwa saya harus memilih diantara yang dua itu dan sepertinya memang setiap orang harus memilih jika orang tersebut ingin berhasil dalam hidupnya. Jika saya diharuskan untuk memilih maka sejujurnya saya akan suka dengan ide bermimpi tentang kebebasan… yaitu bebas untuk berpikir dan bebas untuk menjadi diri sendiri. Namun kenyataannya saya adalah orang lemah yang tidak dapat mengontrol diri sehingga selalu terjebak dalam ketakutan untuk mengambil suatu pilihan.
Tempe…
Dalam film yang berjudul The Pursuit of Happiness, Chris, seorang pemeran utama dalam film itu, dia memberikan suatu pelajaran yang teramat sangat penting pada puteranya. Kira-kira dia mengatakan demikian “ketika kamu menginginkan sesuatu, maka segeralah mendapatkannya… titik. Jangan biarkan orang lain mengatakan bahwa kamu tidak mampu untuk mendapatkannya”. Dalam buku-buku tulisan Robert T Kiyosaki, banyak sekali anjuran untuk tidak menyerah dan terus menerus berjuang untuk mendapatkan semua yang kita inginkan. Dalam buku The Secret, kita dianjurkan untuk percaya seratus persen dengan segala sesuatu yang kita inginkan. Kita bebas… bebas sebebas-bebasnya untuk menentukan keingingan apapun yang ingin kita capai.
Saya bingunggggg….! Saya bingung untuk mempelajari dan mempercayai ide-ide itu, semuanya masuk akal bagi saya, semuanya juga tidak masuk akal buat saya. Ada seorang kawan yang mengatakan “buat apalah bingung-bingung, abaikan ide-ide itu dan lanjutkan hidupmu apa adanya”. Sejujurnya saya ingin sekali seperti itu, namun tidak… tidak kawan, saya tidak bisa seperti itu. Saya selalu iri dengan orang-orang seperti kamu yang dapat melakukan apapun dengan tenang, dan saya selalu kecewa dengan kedua tangan saya yang tidak mau digerakan untuk melakukan apapun sebelum hati saya babak belur diombang-ambing oleh pikiran-pikiran saya sendiri. Saya sudah berusaha bersusah payah untuk mengontrol diri saya sendiri, namun sejauh ini saya gagal dan saya menyesal.
Ide pertama serasa begitu realistis dan cocok diejawantahkan dalam kenyataan dan kehidupan sehari-hari, namun ide ini juga serasa terlalu menyerah. Ide ke dua… berapi-api, menggebu-gebu, bersemangat dan membuat seseorang berenergi, namun seringkali bertabrakan dengan kenyataan dan dipatahkan oleh kata-kata murahan seperti “tidak mungkin”.
Saya beranggapan bahwa saya harus memilih diantara yang dua itu dan sepertinya memang setiap orang harus memilih jika orang tersebut ingin berhasil dalam hidupnya. Jika saya diharuskan untuk memilih maka sejujurnya saya akan suka dengan ide bermimpi tentang kebebasan… yaitu bebas untuk berpikir dan bebas untuk menjadi diri sendiri. Namun kenyataannya saya adalah orang lemah yang tidak dapat mengontrol diri sehingga selalu terjebak dalam ketakutan untuk mengambil suatu pilihan.
Tempe…
Senin, 23 Maret 2009
Cinta
Kadang jika orang ditanya tentang hal apakah yang paling penting dalam hidupnya, maka beberapa orang akan menjawab bahwa uang adalah bagian yang terpenting dalam hidupnya. Sebagian akan mengatakan bahwa keluarga adalah yang terpenting diantara semuanya. Dan yang sebagian lagi akan mengatakan bahwa tidak ada yang terpenting dalam hidupnya yang sekarang, semua yang terpenting akan datang pada kehidupan setelah mati.
Suatu saat saya bertemu dengan seseorang yang mengatakan bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah cinta. Ketika saya mengatakan kepadanya “mengapa?”, maka dia menjawab dengan panjang lebar sehingga membuat saya pusing tujuh keliling. Memang saya mendengar semuanya yang dia katakan, namun saya tidak dapat mengingatnya dengan benar… sayang sekali saya tidak dapat mengingat apapun dengan benar.
Katanya cinta yang sesungguhnya dapat membuat hidup orang berubah selamanya. Ketika sepasang kekasih saling terikat dalam suatu ikatan cinta, maka dia akan melihat cintanya itu di mana-mana. Hati seorang pecinta akan selalu berbunga-bunga, seburuk apapun cuacanya… maka dia akan melihat akan pelangi di langit yang cerah.
Ya ya… saya sudah mendengar kisah asmara yang menyenangkan hingga berpuluh-puluh kali dalam kehidupan saya, dan saya muak dengan itu. Selama ini saya tidak pernah mempercayai bahwa cinta adalah sesuatu yang nyata… jadi apa yang saya percayai adalah bahwa cinta adalah bagian dari sekian banyak emosi manusia yang secara kualitas sifatnya selalu naik turun dipengaruhi oleh rasa bosan.
Saya sudah melihat entah berapa puluh kali cinta yang meluntur dan mengalami apa yang disebut dengan “mutant” sehingga cinta yang tadinya tulus berubah menjadi benci. Dulu saya kenal dengan banyak pemuda yang kata mereka sendiri bahwa mereka saling mencintai diantara mereka, namun akhir-akhir ini saya mendengar mereka bercerai. Ketika saya datangi teman muda yang baru saja bercerai itu, mereka mengumpat dengan serius mantan kekasih mereka itu. Beberapa diantara mereka itu ada yang segera kelihatan bergandengan tangan dengan perempuan lain… sedemikian cepat mereka melupakan cinta? Jadi saya pikir-pikir… tidak ada yang namanya “cinta suci”. Tidak ada yang namanya “pohon pisang berbuah hanya sekali” dalam kisah asmara, itu bohong.
Namun sepertinya saya tidak terlalu yakin lagi bahwa saya sepenuhnya benar. Apa yang saya lihat akhir-akhir ini adalah suatu pelajaran baru bagi saya untuk memahami mekanisme cinta. (saya tidak sedang membicarakan diri saya sendiri, tetapi orang lain… karena saya masih belum menemukan cinta saya dalam kehidupan saya). Pelajaran pertama adalah bahwa cinta akan teruji dengan sendirinya oleh waktu, jika cinta tidak pernah lekang oleh waktu maka cinta itu adalah cinta yang abadi.
Dan pelajaran kedua adalah bahwa cinta itu tidak berbalas… seorang pecinta akan memberikan apapun yang dia miliki demi orang yang dia cintai itu. Rasa cintanya tidak pernah kering, dia akan bekerja keras untuk tetap membuat cintanya itu membara. Dan untuk cintanya itu mereka sepakat tidak ada lagi peraaturan, tidak ada lagi paradigma… yang ada hanyalah cinta yang tulus.
Kini saya benar-benar tidak dapat meyakini apapun… namun sepertinya saya mulai percaya dengan ide bahwa cinta adalah sebuah pemberian Tuhan yang luar biasa, namun Dia tidak memberikannya kepada semua orang.
Suatu saat saya bertemu dengan seseorang yang mengatakan bahwa yang terpenting dalam hidup ini adalah cinta. Ketika saya mengatakan kepadanya “mengapa?”, maka dia menjawab dengan panjang lebar sehingga membuat saya pusing tujuh keliling. Memang saya mendengar semuanya yang dia katakan, namun saya tidak dapat mengingatnya dengan benar… sayang sekali saya tidak dapat mengingat apapun dengan benar.
Katanya cinta yang sesungguhnya dapat membuat hidup orang berubah selamanya. Ketika sepasang kekasih saling terikat dalam suatu ikatan cinta, maka dia akan melihat cintanya itu di mana-mana. Hati seorang pecinta akan selalu berbunga-bunga, seburuk apapun cuacanya… maka dia akan melihat akan pelangi di langit yang cerah.
Ya ya… saya sudah mendengar kisah asmara yang menyenangkan hingga berpuluh-puluh kali dalam kehidupan saya, dan saya muak dengan itu. Selama ini saya tidak pernah mempercayai bahwa cinta adalah sesuatu yang nyata… jadi apa yang saya percayai adalah bahwa cinta adalah bagian dari sekian banyak emosi manusia yang secara kualitas sifatnya selalu naik turun dipengaruhi oleh rasa bosan.
Saya sudah melihat entah berapa puluh kali cinta yang meluntur dan mengalami apa yang disebut dengan “mutant” sehingga cinta yang tadinya tulus berubah menjadi benci. Dulu saya kenal dengan banyak pemuda yang kata mereka sendiri bahwa mereka saling mencintai diantara mereka, namun akhir-akhir ini saya mendengar mereka bercerai. Ketika saya datangi teman muda yang baru saja bercerai itu, mereka mengumpat dengan serius mantan kekasih mereka itu. Beberapa diantara mereka itu ada yang segera kelihatan bergandengan tangan dengan perempuan lain… sedemikian cepat mereka melupakan cinta? Jadi saya pikir-pikir… tidak ada yang namanya “cinta suci”. Tidak ada yang namanya “pohon pisang berbuah hanya sekali” dalam kisah asmara, itu bohong.
Namun sepertinya saya tidak terlalu yakin lagi bahwa saya sepenuhnya benar. Apa yang saya lihat akhir-akhir ini adalah suatu pelajaran baru bagi saya untuk memahami mekanisme cinta. (saya tidak sedang membicarakan diri saya sendiri, tetapi orang lain… karena saya masih belum menemukan cinta saya dalam kehidupan saya). Pelajaran pertama adalah bahwa cinta akan teruji dengan sendirinya oleh waktu, jika cinta tidak pernah lekang oleh waktu maka cinta itu adalah cinta yang abadi.
Dan pelajaran kedua adalah bahwa cinta itu tidak berbalas… seorang pecinta akan memberikan apapun yang dia miliki demi orang yang dia cintai itu. Rasa cintanya tidak pernah kering, dia akan bekerja keras untuk tetap membuat cintanya itu membara. Dan untuk cintanya itu mereka sepakat tidak ada lagi peraaturan, tidak ada lagi paradigma… yang ada hanyalah cinta yang tulus.
Kini saya benar-benar tidak dapat meyakini apapun… namun sepertinya saya mulai percaya dengan ide bahwa cinta adalah sebuah pemberian Tuhan yang luar biasa, namun Dia tidak memberikannya kepada semua orang.
Kamis, 19 Maret 2009
Thanks Bro... I will never forget you...
Memang dasar mesin diesel rusak, kerjaannya hanya rewel dan rewel. Sulit sekali menjalani hidup dengan mental tempe dan kere… dikit-dikit mengeluh, dikit-dikit minta keringanan. Maunya sih berjuang dan menikmati sensasi akan perjuangan seperti “teman-teman” yang lain. Dan kalau mesin diesel itu rewel, maka dia hanya akan meraung-raung dan mengeluarkan asap hitam… keras sekali suaranya hingga orang satu kampung mendengar suaranya, tapi minim tenaga… alias ngomong doang. Biasanya sih kalau mesin diesel sudah rewel seperti ini, maka hanya seorang mekanik terampil yang bisa membetulkannya.
Beberapa hari yang lalu saya berada dalam suatu masalah biasa, masalah yang tidak berat-berat amat, masalah yang dialami oleh semua orang. Seperti biasa-biasanya, perasaan emosional mengontrol kesadaran pribadi, sehingga saya berada dalam keadaan sedih yang mendalam dan membuat saya kacau. Meskipun secara teknis saya selalu menyelesaikan dengan baik dan maksimal semua tugas-tugas saya, namun dalam prosesnya saya tidak pernah mengerjakannya dengan sepenuh hati. Pikiran saya di tempat lain, bukan di tempat kerja saya, bahkan bukan di Indonesia… hal itu tidak membuat keseriusan saya dalam bekerja menjadi berkurang, namun jelas sekali mengurangi cita rasa perjuangan. Seringkali saya menyesali hal ini, namun saya benar-benar kehilangan kontrol. Saya malu mengakui ini.
Dan dalam keadaan kalut seperti itu, ketika mesin diesel dalam keadaan rewel seperti itu, seorang mekanik datang… seorang saudara mendatangi saya. Mekanik itu memberikan sentuhan-sentuhan profesional dan berhasil memaksa mesin diesel itu bisa berlari lagi. Seorang saudara datang memberikan sentuhan dan keikhlasannya untuk mendorong saya bersemangat untuk mencapai cita-cita saya. Harus diakui bahwa saya sudah sangat patah arang, mungkin saya tidak menyadarinya, atau bahkan tidak mau menyadarinya, dan berpura-pura membohongi diri sendiri bahwa cita-cita itu masih menjadi prioritas utama. Namun apa yang saya lakukan sepertinya hanya melayang-layang bebas di dalam mimpi… tidak mau bangun dan bekerja untuk membuat impian itu tewujud.
Saudara saya itu menarik saya kebawah untuk menapak bumi kembali, menyiram saya dengan air dingin ketika saya sedang nyaman meringkuk hangat diatas ranjang saya. Sebenarnya ego saya sangat terusik karena dia melakukan itu, namun tidak lama kemudian saya menjadi sangat terharu karena yang dia lakukan adalah suatu keikhlasan dan dukungan yang tidak pernah saya dapatkan dari lain orang. Dia berkata kepada saya tentang banyak hal… namun yang terdengar di telinga saya adalah “bangunlah… raih semua mimpimu di dunia nyata, jadilah proaktif”.
Apa yang dia lakukan adalah suatu yang sangat berarti bagi saya. Seorang gembel Kalahari telah ditolong dan dituntun oleh seseorang berjiwa lembut menuju oasis, sehingga dia mampu melanjutkan lagi perjalanannya untuk mencapai tujuan hidupnya yang tidak seberapa penting.
Bagaimana seorang mekanik tersebut tahu bahwa mesin diesel itu sedang rewel, dan mengapa dia mau bersusah payah memperbaikinya?
Thanks Bro… I will never forget what you have done to me?
Beberapa hari yang lalu saya berada dalam suatu masalah biasa, masalah yang tidak berat-berat amat, masalah yang dialami oleh semua orang. Seperti biasa-biasanya, perasaan emosional mengontrol kesadaran pribadi, sehingga saya berada dalam keadaan sedih yang mendalam dan membuat saya kacau. Meskipun secara teknis saya selalu menyelesaikan dengan baik dan maksimal semua tugas-tugas saya, namun dalam prosesnya saya tidak pernah mengerjakannya dengan sepenuh hati. Pikiran saya di tempat lain, bukan di tempat kerja saya, bahkan bukan di Indonesia… hal itu tidak membuat keseriusan saya dalam bekerja menjadi berkurang, namun jelas sekali mengurangi cita rasa perjuangan. Seringkali saya menyesali hal ini, namun saya benar-benar kehilangan kontrol. Saya malu mengakui ini.
Dan dalam keadaan kalut seperti itu, ketika mesin diesel dalam keadaan rewel seperti itu, seorang mekanik datang… seorang saudara mendatangi saya. Mekanik itu memberikan sentuhan-sentuhan profesional dan berhasil memaksa mesin diesel itu bisa berlari lagi. Seorang saudara datang memberikan sentuhan dan keikhlasannya untuk mendorong saya bersemangat untuk mencapai cita-cita saya. Harus diakui bahwa saya sudah sangat patah arang, mungkin saya tidak menyadarinya, atau bahkan tidak mau menyadarinya, dan berpura-pura membohongi diri sendiri bahwa cita-cita itu masih menjadi prioritas utama. Namun apa yang saya lakukan sepertinya hanya melayang-layang bebas di dalam mimpi… tidak mau bangun dan bekerja untuk membuat impian itu tewujud.
Saudara saya itu menarik saya kebawah untuk menapak bumi kembali, menyiram saya dengan air dingin ketika saya sedang nyaman meringkuk hangat diatas ranjang saya. Sebenarnya ego saya sangat terusik karena dia melakukan itu, namun tidak lama kemudian saya menjadi sangat terharu karena yang dia lakukan adalah suatu keikhlasan dan dukungan yang tidak pernah saya dapatkan dari lain orang. Dia berkata kepada saya tentang banyak hal… namun yang terdengar di telinga saya adalah “bangunlah… raih semua mimpimu di dunia nyata, jadilah proaktif”.
Apa yang dia lakukan adalah suatu yang sangat berarti bagi saya. Seorang gembel Kalahari telah ditolong dan dituntun oleh seseorang berjiwa lembut menuju oasis, sehingga dia mampu melanjutkan lagi perjalanannya untuk mencapai tujuan hidupnya yang tidak seberapa penting.
Bagaimana seorang mekanik tersebut tahu bahwa mesin diesel itu sedang rewel, dan mengapa dia mau bersusah payah memperbaikinya?
Thanks Bro… I will never forget what you have done to me?
Selasa, 17 Maret 2009
I hate my self
Saya berjalan sendirian tanpa seorang teman pun
Tidak ada seorang pun yang dapat mengerti aku
Bahkan aku pun tidak dapat mengenal diriku sendiri
Yang aku tahu adalah bahwa aku tidak senang dengan diriku sendiri
Ada beberapa hal pada diriku yang mustahil kurubah
Pengetahuan hanya semakin membuatku merana
Pengertian hanya membuatku sedih
Tekadku lemah, kesetiaanku semakin menipis
Kepercayaan dan keyakinanku melemah
Seorang guru berkata padaku
“kamu bodoh, penakut, pengecut, pecundang, dan pengkhayal”
Betul sekali, dia betul, saya setuju dengan dia
Dalam hati aku bertekad untuk bangkit
Aku bekerja keras untuk bangkit
Tidak diragukan lagi aku bekerja keras untuk bangkit
Tidak ada seorangpun yang berkata aku bukan seorang pekerja keras
Namun sekeras apapun usahaku untuk bangkit
Bagian pengecut dari diriku sendiri membuatku terlelap lagi
Aku tahu aku bukan orang yang paling menderita di dunia
Tapi aku tahu bahwa aku adalah orang yang paling lemah
Aku selalu berusaha menolong diriku sendiri
Namun aku selalu gagal
Jiwaku adalah jiwa kere
Mentalku adalah mental tempe
Semangatku selalu melempem
Badanku berjuang, namun hatiku selalu mengeluh
Brengsek...
I hate my self
Oh my Lord, forgive me, for my weakness
Tidak ada seorang pun yang dapat mengerti aku
Bahkan aku pun tidak dapat mengenal diriku sendiri
Yang aku tahu adalah bahwa aku tidak senang dengan diriku sendiri
Ada beberapa hal pada diriku yang mustahil kurubah
Pengetahuan hanya semakin membuatku merana
Pengertian hanya membuatku sedih
Tekadku lemah, kesetiaanku semakin menipis
Kepercayaan dan keyakinanku melemah
Seorang guru berkata padaku
“kamu bodoh, penakut, pengecut, pecundang, dan pengkhayal”
Betul sekali, dia betul, saya setuju dengan dia
Dalam hati aku bertekad untuk bangkit
Aku bekerja keras untuk bangkit
Tidak diragukan lagi aku bekerja keras untuk bangkit
Tidak ada seorangpun yang berkata aku bukan seorang pekerja keras
Namun sekeras apapun usahaku untuk bangkit
Bagian pengecut dari diriku sendiri membuatku terlelap lagi
Aku tahu aku bukan orang yang paling menderita di dunia
Tapi aku tahu bahwa aku adalah orang yang paling lemah
Aku selalu berusaha menolong diriku sendiri
Namun aku selalu gagal
Jiwaku adalah jiwa kere
Mentalku adalah mental tempe
Semangatku selalu melempem
Badanku berjuang, namun hatiku selalu mengeluh
Brengsek...
I hate my self
Oh my Lord, forgive me, for my weakness
Karateka VS Tukang becak tua
Sekitar jam sepuluh malam, seorang pemuda yang terkenal sebagai juara nasional Karate kelihatan sedang keluar dari GOR tempat dia berlatih beladiri. Dia kelihatan sangat letih dan putus asa. Matanya sayu, gerakannya malas-malasan seperti orang yang baru saja bangun tidur. Seorang tukang becak berumur enam puluh-an berbadan kerempeng memperhatikan dia dari kejauhan. Lalu tidak lama kemudian tukang becak itu mendekati sang juara nasional ketika dia sedang minum teh di warung kopi terdekat.
Tukang becak : Mbok Yem, kopinya satu…
Mbok Yem : Iya.
Tukang becak : habis latihan karate ya mas…?
Karateka : (terbuyar dari lamunannya) eh.. saya, betul pak.. eh kok tahu?
Tukang becak : Lha punggung jaket anda itu… ada tulisannya Karate, betul itu Karate?
Karateka : Oh iya, saya dapat diberi oleh pelatih.
Tukang becak : Dan kemarin saya iseng baca surat kabar bekas tertanggal satu minggu yang lalu. Di situ diberitakan bahwa sampeyan menang kejuaraan nasional kan?
Karateka : Wah saya merasa terhormat, bapak bisa mengenali saya (si Karateka mulai menampakan senyum)
Tukang becak : Sama-sama, saya juga merasa terhormat. Jarang-jarang orang bisa berbicara langsung dengan sang juara nasional yang sedang gundah dan cemberut.
Karateka : Hahaha… bapak terlalu melebihkan…! eh maksud saya, hmmm… memang sekarang suasana hati saya tidak terlalu bagus, yah… ada sedikit masalah.
Tukang becak : Dan setiap masalah adalah kangker, jika dibiarkan lama-lama akarnya akan menjalar kemana-mana. Masalah yang menemui jalan buntu bisa diibaratkan selokan buntu, mampet. Setiap selokan yang buntu dan mampet selalu mengeluarkan bau yang tidak sedap, setiap orang didekatnya pasti tahu bahwa selokan itu sedang mampet hanya dengan cara mencium baunya. Hehehe…
Karateka : Hehehe… hanya masalah sepele kok pak.
Tukang becak : Hingga Mbok Yem bisa mencium baunya…, ya Mbok ya..?
Mbok Yem : (tersenyum) dasar Pak Bagyo…
Karateka : Jadi nama anda Pak Bagyo ya? Bapak suka bercanda, saya terhibur, terimakasih pak.
Tukang becak : Itulah kenapa ibu saya memberikan nama kepada saya Soebagio, artinya bahagia. Saya memang senang dengan guyonan. Dalam keseriusan kita terpisah dalam urusan kita sendiri-sendiri, dan warna kita berbeda-beda sesuai dengan kesibukan kita. Dalam guyon kita bersatu, kita serius pada satu hal yaitu lawakan, tujuannya hanya satu, yaitu saling berbagi kebahagiaan. Dalam guyon kita sama derajat, satu warna… hidup guyon… bukan begitu mas? Hehehe…
Karateka : (manggut-manggut)
Tukang becak : Tetapi walaupun dengan guyon, bukan berarti kita tidak bisa serius dengan masalah kita, dan kita harus membereskan masalah kita. Ada dua pilihan cara membereskan masalah. Yang pertama adalah memikirkan dan mengerjakan sendiri, dan yang kedua adalah membuka diri terhadap segala ide dan kemungkinan bantuan dari orang lain.
Karateka : (manggut-manggut saja…)
Tukang becak : Baiklah, kopi saya sudah habis, saya mau mangkal dulu, sampai ketemu… eee…
Karateka : Daniel… Pak Bagio, nama saya Daniel Hartono.
Tukang becak : Oke kalau gitu, sampai ketemu Mas Daniel…
Karateka : Sebentar-sebentar Pak Bagio…(buru-buru menghabiskan tehnya), saya mau diantar…
Tukang becak : Bukannya Mas Daniel tadi bawa mobil?
Karateka : Kita bicara diluar saja Pak…
Daniel dan Pak Bagyo keluar dari warung, berjalan pelan menuju becak Pak Bagyo yang dia parkir dibawah pohon ceri. Daniel mengutarakan maksudnya bahwa dia ingin diantar Pak Bagyo untuk jalan-jalan memutari beberapa blok di pinggiran kota Surabaya, sebelum dia sampai ke rumahnya, sekedar untuk mengusir gundah. Maka Pak Bagio pun mengayuh pelan becaknya. Di perjalanan mereka ngobrol lagi.
Pak Bagio : Mobilnya nanti bagaimana Mas Daniel?
Daniel : Oh tidak apa-apa, tidak apa-apa… biar saya nanti suruh orang untuk ambil mobil saya. Ehh… saya… bisakah saya mendengar lagi cerita tentang membuka diri terhadap… terhadap… tadi Bapak ngomong apa ya saya lupa?
Pak Bagyo : Tentang kesediaan untuk membuka diri kepada ide dan bantuan dari orang lain, yang itu?
Daniel : Ya…ya… yang itu pak, saya ingin mendengarnya… mohon diceritakan.
Pak Bagyo : Yah… seringkali keadaan memaksa kita untuk mendengarkan orang lain agar kita dapat keluar dari permasalahan kita yang terasa sangat pelik. Namun kadang-kadang ego kita seringkali terusik atau merasa digurui jika ide itu dikemukakan oleh orang lain. Maka orangakan cenderung diam, berpura tidak terjadi apapun pada dirinya. Dia cenderung lebih suka kesulitan dalam menyelesaikan masalahnya sendiri daripada meminta bantuan orang lain, karena dia takut dibilang lemah. Kadang-kadang sikap seperti itu tidak akan merubah apapun, kecuali hanya meninggikan egonya saja.
Daniel : Saya juga sebenarnya ingin membicarakan masalah saya dengan orang lain, namun saya takut orang lain tidak mau mendengarkan saya. Bisakah saya menceritakan permasalahan saya pada Pak Bagyo? Berkenankah bapak mendengarkan cerita saya?
Pak Bagio : Saya punya banyak waktu untuk mendengarkan apapun dari siapapun. Sudah sejak lama saya belajar mendengarkan, lagian saya merasa terhormat untuk mendengarkan kisah dari seorang juara nasional.
Daniel : Ah sudahlah pak… tadi selesai latihan beladiri saya didatangi oleh dua orang, dan memang kami sudah janjian. Kami sepakat untuk adu sparing bersama. Satu orang adalah teman saya, dan satunya lagi orang baru yang sebelumnya saya hanya bisa dengar suaranya di telephon. (Sambil menoleh kebelakang, melihat ke wajah Pak Bagio)
Pak Bagio : Saya mendengarkan kok Mas Daniel… teruskan saja, teruskan…
Daniel : Orang baru itu, wajahnya sungguh menakutkan, sangat mengintimidasi... yah dia bukan orang jahat saya tahu, tapi wajahnya sangat menakutkan bagi saya. Dan saya heran kenapa tenaga saya luar biasa terkuras ketika saya bersiap untuk menghadapi dia, tenaga saya benar-benar habis. Apakah dia menggunakan guna-gu…
Pak Bagio : Apakah Mas Daniel kalah!?
Daniel : yaya… saya kalah telak. Celakanya lagi saya hampir tidak memberikan perlawanan sama sekali.
Pak Bagio : Dan Mas Daniel merasa bahwa ada yang aneh dengan adu tanding itu, seperti ada yang tidak beres dengan itu?
Daniel : Benar, ya ya benar, apakah dia memakai guna-guna!?
Pak Bagio : Bisakah saya bertanya?
Daniel : Tentu saja… tentu, kenapa bapak ini, jangan terlalu formil seperti itulah?
Pak Bagio : Tidak-tidak, saya hanya tidak mau mas Daniel merasa digurui oleh saya. Jadi, apakah hubungannya Beladiri dengan konflik?
Daniel : Memangnya kenapa?
Pak Bagio : (diam saja)
Daniel : Oke… mudah sekali, beladiri adalah wadah bagi kita untuk berlatih agar kita bisa lebih siap di medan konflik. Bukan begitu?
Pak Bagio : Bukan…. Saya pikir hubungan antara beladiri dan konflik adalah… tidak ada.
Daniel : Tidak ada?
Pak Bagyo : Sama sekali tidak ada…
Daniel : Hahaha…hehehe… ehm… bagaimana mungkin? Pasti Bapak sedang bercanda…
Pak Bagyo : Setiap pebela diri, mereka menganggap bahwa dirinya sedikit lebih baik daripada orang awam dalam berkelahi. Dan mereka memotivasi diri mereka sendiri untuk tetap berlatih agar mereka lebih unggul daripada orang kebanyakan. Tapi dalam hati kecil mereka itu, mereka tidak benar-benar pernah merasa yakin bahwa mereka dapat selamat dari konflik yang sebenarnya dengan mengandalkan kemampuan teknik beladiri mereka. Kadang-kadang akan baik jika kita melihat baik-baik lingkungan sekeliling kita dan melihatnya secara objektif. Orang-orang kita tidak pernah berkelahi tanpa membekali diri mereka dengan senjata tajam. Nah jangankan berkelahi melawan orang gila bersenjata tajam, melihat mereka menggenggam senjata tajam saja kita sudah miris.
Daniel : Lantas…?
Pak Bagyo : Para pebeladiri tidak pernah tahu apakah mereka akan menemui suatu konflik atau tidak dikemudian hari, namun walaupun begitu mereka akan tetap berlatih beladiri. Tidak ada orang yang pernah tahu sendiri bahwa mereka akan mengalami neraka atau tidak dikemudian hari, mereka tidak pernah tahu sendiri keberadaan neraka, namun walaupun begitu mereka akan tetap berdoa. Jadi dalam mind setting mereka masing-masing, pebela diri adalah seorang yang mengimani beladirinya, dan orang yang lain mengimani kepercayaannya.
Daniel : Saya pikir itu terlalu berlebihan.
Pak Bagyo : Kebanyakan orang, mereka berlatih beladiri tangan kosong karena mereka percaya bahwa beladiri tangan kosong dapat berguna pada saat-saat darurat. Padahal jika kita mau melihat kenyataan di lapangan, maka kita akan tahu bahwa beladiri tangan kosong tidak akan berguna pada saat-saat darurat, sama sekali tidak berguna. Cobalah setiap hari berlatih metode-metode beladiri menghadapi pisau, dan yakinkan bahwa anda sangat menguasai metode itu dalam simulase. Tetapi walaupun begitu, anda tetap saja tidak boleh mempraktekan metode itu dalam kehidupan nyata, dengan berkeras hati melawan orang gila bersenjata belati tanpa membekali diri dengan senjata apapun dan tanpa ditemani siapapun, hanya mengandalkan beladiri saja. Konyol itu namanya.
Daniel : Sudah seharusnya kita yakin dengan kemampuan beladiri kita, saya yakin itu harus!!!
Pak Bagyo: Dan mungkin seharusnya saya berhenti bicara…(sambil tersenyum ramah)
Daniel : Ohh… ehh… ayolah… maafkan saya, mohon diteruskan saja Pak Bagyo, jangan pedulikan saya. Saya hanya lupa bahwa saya juga harus membuka diri pada ide dari orang lain. (sambil tersenyum ramah pula)
Pak Bagyo : Dalam suatu konflik sungguhan yang sifatnya sangat genting, seseorang hanya berpikir untuk mencelakai musuhnya secara cepat. Secara naluriah dia tidak akan berpikir akan menggunakan teknik atau metoda tertentu untuk mencelakai lawannya. Sebaliknya secara naluriah dia akan berusaha memanfaatkan perkakas seadanya untuk membuat konflik cepat selesai.
Daniel : Tapi itu curang, dan tidak adil.
Pak Bagyo : Ya ya, saya juga benci itu, tapi kenyataannya memang seperti itu… apa boleh buat. Jadi jika saya berada pada kondisi darurat, jika seseorang hendak mencelakai saya, maka pada saat itu juga akan timbul dua jenis pikiran dalam kepala saya. Pertama, saya akan berteriak minta tolong… dan yang kedua saya akan mengambil kursi dan akan saya pukulkan secara membabi buta pada kepala orang yang akan mencelakai saya. Tidak ada lagi teknik atau metode membeladiri lagi.
Daniel : Waduh… kalau memang kenyataannya seperti itu, lantas mengapa dan untuk apa beladiri itu diciptakan?
Pak Bagyo : Nanti dulu… saya hanya membicarakan beladiri tangan kosong, bukan beladiri bersenjata. Kebanyakan beladiri-beladiri kuno adalah beladiri-beladiri bersenjata. Di masa lalu ketika hukum tidak dapat di andalkan untuk menjamin keselamatan warga negara, maka warga negara bisa saja kemana-mana membawa senjata tajam. Ini bukan omong kosong, beberapa ratus tahun yang lalu pada abad 16 kebawah, banyak orang-orang eropa menenteng pedang anggar. Di Jepang sebelum pemerintahan Meiji, warga negara boleh kemana-mana membawa pedang. Di beberapa tempat di pulau Madura, beberapa orang masih kelihatan membawa celurit.
Daniel : Tapi bukankah itu melanggar hukum?
Pak Bagyo : Kalau sekarang iya mas Daniel, hukum dan perangkatnya sudah agak kuat hehehe… agak ya. Karena jika kita yang di Surabaya ini kemana-mana menenteng senjata tajam, lalu kelihatan polisi, pasti ditangkap. Mangkanya sekarang ini beladiri bersenjata kurang digemari oleh dunia. Dengan adanya beladiri praktis yang dikembangkan oleh pihak militer, maka beladiri bersenjata semakin kehilangan pamornya. Akan lebih banyak orang yang belajar Israeli Krav Maga dari pada orang belajar Shaolin Kungfu. Selain sudah sangat ketinggalan jaman, kungfu juga tidak praktis, dibutuhkan banyak waktu, tenaga dan biaya untuk mempelajarinya.
Daniel : Wah bukankah itu terlalu merendahkan?
Pak Bagyo : Merendahkan? Oh tidak-tidak, lihatlah kenyataannya di lapangan dan bersikaplah objektif mas Daniel. Meskipun diberitakan sebagai beladiri ampuh sepanjang masa… tetapi tidak ada satu petarung kungfu pun yang pernah lolos menjadi juara dalam kompetisi perkelahian bebas full body contact beladiri tangan kosong… tidak ada satupun. Chi atau Ki atau apalah… bukankah itu omong kosong belaka?
Daniel : (diam seribu bahasa, sepertinya sedang tersinggung)
Pak Bagyo : Kenyataan memang pahit dan memuakan… tetapi kenyataan selalu jujur. Ketika hukum mulai bisa ditegakan dengan benar, maka tatanan kemasyarakatan mulai berubah. orang dilarang membawa senjata tajam. Dan kemudian orang mulai berpikir bahwa mereka tidak perlu repot-repot belajar beladiri bersenjata apabila mereka tahu bahwa dalam kehidupan nyata mereka dilarang menggunakannya. Selain itu perkembangan senjata api genggam juga turut menyingkirkan hegemoni bahwa senjata tajam adalah nomor satu. Jadi siapapun mereka yang sedang mempelajari Kendo atau Kenjutsu, pastilah mereka adalah orang-orang fanatik atau orang yang hobi dengan senjata tajam…
Daniel : Termasuk Karate?
Pak Bagyo : Saya hanya mau bilang, bahwa orang akan merasa damai jika dia menjadi dirinya sendiri. Bagi seorang Karateka mungkin dia akan merasa damai dan senang jika dia sedang berlatih beladirinya itu. Tapi saya akan tetap mengatakan bahwa tidak ada hubungan langsung antara beladiri dengan konflik. Beladiri bukanlah hal yang paling utama dalam mekanisme suatu konflik.
Daniel : Oh ya… saya baru mendengar ini… sungguhan! Apakah faktor utamanya Pak Bagyo.
Pak Bagyo : Mental…! Ada beberapa orang yang disebut dengan warior… mereka itu adalah tipe orang yang dilahirkan dalam keadaan berani. Mereka lebih unggul dalam tekad, bahkan kadang-kadang mereka terkesan kejam dan kesan itu muncul dari wajahnya. Tidak peduli sejago apapun anda dalam menguasai teknik beladiri, jangan harap anda bisa menang dengan mudah melawan orang seperti ini. namun tidak berarti warior adalah orang yang selalu kejam atau jahat… sama sekali tidak. Hanya saja kemampuan untuk tetap tenangnya dalam menghadapi suatu konflik tidak banyak dimiliki oleh orang lain, mereka tidak takut apapun.
Daniel : Seperti lawan sparring saya?
Pak Bagyo : Mungkin… bisa jadi.
Daniel : Ya ya saya yakin bahwa dia adalah seorang warior. Meskipun orangnya sopan dan cara bicaranya menyenangkan, namun tatapan matanya sungguh menakutkan. Dalam berkelahi dia terkesan cukup tenang namun wajahnya sungguh kelihatan mengancam keselamatan saya. Entah kenapa timbul pikiran semacam itu, tenaga saya hampir habis, kaki saya serasa lunglai… mungkin waktu itu saya sedang sangat ketakutan.
Pak Bagyo : Padahal waktu itu lawan anda tidak membawa satupun senjata tajam… (dengan tatapan licik)
Daniel : Hahaha….
Pak Bagyo : Hahaha…
Daniel : Dunia tidak selalu adil… terimalah segala sesuatu yang harus kamu terima, dan lakukan segala sesuatu yang bisa kamu lakukan untuk merubah nasib anda.
Pak Bagyo : Wah suatu pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Kadang-kadang kita harus dapat menerima kekalahan dengan berlapang dada, karena kekalahan adalah sebuah siraman air dingin di pagi hari ketika kita sedang nyenyak terlelap dibuai mimpi kemenangan. Siraman air dingin itu membangunkan kita dari mimpi, membuat kita sadar dan lebih mawas diri serta bijaksana dalam menjalani kehidupan ini.
Daniel : Bisakah bapak mengatakan kepada saya bagaimana bapak bisa tahu banyak hal tentang beladiri dan konflik?
Pak Bagyo : Oke bisa. Dulu pada tahun 1967-1968, saya mengikuti Juragan saya yang punya bengkel besi di Dukuh Kupang mengungsi ke Amerika. Beberapa hari setelah kami menginjakan kaki di Tennesee, Juragan saya itu meninggal karena serangan jantung. Karena saya sendirian disana tanpa memiliki bekal bahasa Inggris yang bagus maka saya ditolak bekerja di berbagai tempat. Namun untunglah ada seorang saudagar Turki yang kaya, beliau juga jago gulat Turki yang membolehkan saya bekerja di tempatnya sebagai tukang kebun. Rumahnya yang luas seringkali menjadi arena pertandingan perkelahian jalanan underground. Dalam suatu kesempatan saya diiming-imingi sejumlah uang jika saya mau bertanding dalam perkelahian underground itu. Karena tertarik dengan uangnya maka saya terjun dalam pertandingan itu dan sering menang. Padahal saya tidak memiliki basic beladiri apapun, saya hanya mengandalkan otot belaka.
Daniel : Lalu apa yang terjadi?
Pak Bagyo : Ternyata orang Turki itu memiliki beberapa bisnis di beberapa kota, diantaranya adalah di Cape Town, Hongkong, Madrid, Budapest , Rio de Janeiro, Tokyo dan Moscow. Karena saya sering menang dalam pertandingan maka beliau membawa saya kemanapun beliau pergi. Dan di setiap kota dia memiliki akses ke perkelahian underground, dan dia selalu melibatkan saya di sana. Seiring berjalannya waktu saya bertemu dengan banyak petarung dari berbagai macam disiplin… Capoeira, Karate, Tae Kwon Do, Jiu-Jitsu, Judo, sambo, Wrestling, Vale Tudo, Tang So Do, Kalari, Kuialua, dan banyak macam lainnya. Mereka banyak memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang beladiri kepada saya.
Daniel : Apakah bapak memperoleh banyak penghasilan dari situ?
Pak Bagyo : Ya tidak banyak-banyak amat, tapi cukuplah.
Daniel : Lalu kenapa… hmm… maksud saya…
Pak Bagyo : kenapa saya jadi tukang becak? Mas Daniel mau bertanya demikian?
Daniel : (mengangkat bahu)
Pak Bagyo : Pada tahun 1984 saya dideportasi oleh pemerintah Prancis, padahal waktu itu saya benar-benar bangkrut dan menjadi tukang cuci piring di pinggiran kota Paris. Orang Turki yang saya ikuti tadi ditembak jantungnya oleh seorang yang tidak dikenal.
Daniel : Apakah bapak pernah berusaha kembali bekerja keluar negeri?
Pak Bagyo : Ya menjadi tenaga kerja gelap ke Australia, namun tertangkap dan dideportasi lagi. Dan sejak saat itu saya tidak pernah mujur dalam bekerja apapun, tidak ada pekerjaan yang cocok bagi saya selain tukang becak. Tidak ada pertarungan underground di Indonesia waktu itu, dan sekarang usia saya sudah tua. Dulu beberapa kali saya pernah menjadi seorang kepala sekuriti disebuah pabrik, namun karena kondisi saya yang semakin lemah karena TBC yang tidak kunjung sembuh, akhirnya saya tidak terpakai lagi. Sekarang saya hanya mau hidup tenang sajalah.
Daniel : Tapi bukankah penyakit TBC bapak akan bertambah parah kalau bapak berprofesi menjadi tukang becak?
Pak Bagyo : Sebenarnya penyakit TBC saya sudah sembuh… dan saya tidak bekerja sebagai tukang becak.
Daniel : Lho… bapak bukan seorang tukang becak? Lantas ini becak siapa?
Pak Bagyo : Ini becak saya, sekarang dipakai oleh tetangga saya, tadi kebetulan karena Mas Daniel minta diantar, maka saya pinjam dulu becaknya sebentar kepada anak buah saya. Dulu becak ini saya pakai untuk berjuang di pertengahan tahun 80-an ketika saya dalam keadaan bangkrut sebelum bekerja di Pabrik. Sekarang saya hidup dari sebuah toko kelontong yang dijalankan oleh istri saya.
Daniel : Hah… kenapa bapak tidak bilang…!? Saya pikir bapak seorang tukang becak karena bapak memakai kaos bertuliskan paguyuban becak Dukuh Kupang.
Pak Bagyo : Sudahlah tenang saja Mas Daniel, saya merasa terhormat berbicara dan mengantarkan seorang juara nasional pulang kerumahnya.
Daniel : Dan saya juga merasa terhormat telah diantar oleh tukang becak paling bijaksana dan paling berpengetahuan di dunia.
Tukang becak : Mbok Yem, kopinya satu…
Mbok Yem : Iya.
Tukang becak : habis latihan karate ya mas…?
Karateka : (terbuyar dari lamunannya) eh.. saya, betul pak.. eh kok tahu?
Tukang becak : Lha punggung jaket anda itu… ada tulisannya Karate, betul itu Karate?
Karateka : Oh iya, saya dapat diberi oleh pelatih.
Tukang becak : Dan kemarin saya iseng baca surat kabar bekas tertanggal satu minggu yang lalu. Di situ diberitakan bahwa sampeyan menang kejuaraan nasional kan?
Karateka : Wah saya merasa terhormat, bapak bisa mengenali saya (si Karateka mulai menampakan senyum)
Tukang becak : Sama-sama, saya juga merasa terhormat. Jarang-jarang orang bisa berbicara langsung dengan sang juara nasional yang sedang gundah dan cemberut.
Karateka : Hahaha… bapak terlalu melebihkan…! eh maksud saya, hmmm… memang sekarang suasana hati saya tidak terlalu bagus, yah… ada sedikit masalah.
Tukang becak : Dan setiap masalah adalah kangker, jika dibiarkan lama-lama akarnya akan menjalar kemana-mana. Masalah yang menemui jalan buntu bisa diibaratkan selokan buntu, mampet. Setiap selokan yang buntu dan mampet selalu mengeluarkan bau yang tidak sedap, setiap orang didekatnya pasti tahu bahwa selokan itu sedang mampet hanya dengan cara mencium baunya. Hehehe…
Karateka : Hehehe… hanya masalah sepele kok pak.
Tukang becak : Hingga Mbok Yem bisa mencium baunya…, ya Mbok ya..?
Mbok Yem : (tersenyum) dasar Pak Bagyo…
Karateka : Jadi nama anda Pak Bagyo ya? Bapak suka bercanda, saya terhibur, terimakasih pak.
Tukang becak : Itulah kenapa ibu saya memberikan nama kepada saya Soebagio, artinya bahagia. Saya memang senang dengan guyonan. Dalam keseriusan kita terpisah dalam urusan kita sendiri-sendiri, dan warna kita berbeda-beda sesuai dengan kesibukan kita. Dalam guyon kita bersatu, kita serius pada satu hal yaitu lawakan, tujuannya hanya satu, yaitu saling berbagi kebahagiaan. Dalam guyon kita sama derajat, satu warna… hidup guyon… bukan begitu mas? Hehehe…
Karateka : (manggut-manggut)
Tukang becak : Tetapi walaupun dengan guyon, bukan berarti kita tidak bisa serius dengan masalah kita, dan kita harus membereskan masalah kita. Ada dua pilihan cara membereskan masalah. Yang pertama adalah memikirkan dan mengerjakan sendiri, dan yang kedua adalah membuka diri terhadap segala ide dan kemungkinan bantuan dari orang lain.
Karateka : (manggut-manggut saja…)
Tukang becak : Baiklah, kopi saya sudah habis, saya mau mangkal dulu, sampai ketemu… eee…
Karateka : Daniel… Pak Bagio, nama saya Daniel Hartono.
Tukang becak : Oke kalau gitu, sampai ketemu Mas Daniel…
Karateka : Sebentar-sebentar Pak Bagio…(buru-buru menghabiskan tehnya), saya mau diantar…
Tukang becak : Bukannya Mas Daniel tadi bawa mobil?
Karateka : Kita bicara diluar saja Pak…
Daniel dan Pak Bagyo keluar dari warung, berjalan pelan menuju becak Pak Bagyo yang dia parkir dibawah pohon ceri. Daniel mengutarakan maksudnya bahwa dia ingin diantar Pak Bagyo untuk jalan-jalan memutari beberapa blok di pinggiran kota Surabaya, sebelum dia sampai ke rumahnya, sekedar untuk mengusir gundah. Maka Pak Bagio pun mengayuh pelan becaknya. Di perjalanan mereka ngobrol lagi.
Pak Bagio : Mobilnya nanti bagaimana Mas Daniel?
Daniel : Oh tidak apa-apa, tidak apa-apa… biar saya nanti suruh orang untuk ambil mobil saya. Ehh… saya… bisakah saya mendengar lagi cerita tentang membuka diri terhadap… terhadap… tadi Bapak ngomong apa ya saya lupa?
Pak Bagyo : Tentang kesediaan untuk membuka diri kepada ide dan bantuan dari orang lain, yang itu?
Daniel : Ya…ya… yang itu pak, saya ingin mendengarnya… mohon diceritakan.
Pak Bagyo : Yah… seringkali keadaan memaksa kita untuk mendengarkan orang lain agar kita dapat keluar dari permasalahan kita yang terasa sangat pelik. Namun kadang-kadang ego kita seringkali terusik atau merasa digurui jika ide itu dikemukakan oleh orang lain. Maka orangakan cenderung diam, berpura tidak terjadi apapun pada dirinya. Dia cenderung lebih suka kesulitan dalam menyelesaikan masalahnya sendiri daripada meminta bantuan orang lain, karena dia takut dibilang lemah. Kadang-kadang sikap seperti itu tidak akan merubah apapun, kecuali hanya meninggikan egonya saja.
Daniel : Saya juga sebenarnya ingin membicarakan masalah saya dengan orang lain, namun saya takut orang lain tidak mau mendengarkan saya. Bisakah saya menceritakan permasalahan saya pada Pak Bagyo? Berkenankah bapak mendengarkan cerita saya?
Pak Bagio : Saya punya banyak waktu untuk mendengarkan apapun dari siapapun. Sudah sejak lama saya belajar mendengarkan, lagian saya merasa terhormat untuk mendengarkan kisah dari seorang juara nasional.
Daniel : Ah sudahlah pak… tadi selesai latihan beladiri saya didatangi oleh dua orang, dan memang kami sudah janjian. Kami sepakat untuk adu sparing bersama. Satu orang adalah teman saya, dan satunya lagi orang baru yang sebelumnya saya hanya bisa dengar suaranya di telephon. (Sambil menoleh kebelakang, melihat ke wajah Pak Bagio)
Pak Bagio : Saya mendengarkan kok Mas Daniel… teruskan saja, teruskan…
Daniel : Orang baru itu, wajahnya sungguh menakutkan, sangat mengintimidasi... yah dia bukan orang jahat saya tahu, tapi wajahnya sangat menakutkan bagi saya. Dan saya heran kenapa tenaga saya luar biasa terkuras ketika saya bersiap untuk menghadapi dia, tenaga saya benar-benar habis. Apakah dia menggunakan guna-gu…
Pak Bagio : Apakah Mas Daniel kalah!?
Daniel : yaya… saya kalah telak. Celakanya lagi saya hampir tidak memberikan perlawanan sama sekali.
Pak Bagio : Dan Mas Daniel merasa bahwa ada yang aneh dengan adu tanding itu, seperti ada yang tidak beres dengan itu?
Daniel : Benar, ya ya benar, apakah dia memakai guna-guna!?
Pak Bagio : Bisakah saya bertanya?
Daniel : Tentu saja… tentu, kenapa bapak ini, jangan terlalu formil seperti itulah?
Pak Bagio : Tidak-tidak, saya hanya tidak mau mas Daniel merasa digurui oleh saya. Jadi, apakah hubungannya Beladiri dengan konflik?
Daniel : Memangnya kenapa?
Pak Bagio : (diam saja)
Daniel : Oke… mudah sekali, beladiri adalah wadah bagi kita untuk berlatih agar kita bisa lebih siap di medan konflik. Bukan begitu?
Pak Bagio : Bukan…. Saya pikir hubungan antara beladiri dan konflik adalah… tidak ada.
Daniel : Tidak ada?
Pak Bagyo : Sama sekali tidak ada…
Daniel : Hahaha…hehehe… ehm… bagaimana mungkin? Pasti Bapak sedang bercanda…
Pak Bagyo : Setiap pebela diri, mereka menganggap bahwa dirinya sedikit lebih baik daripada orang awam dalam berkelahi. Dan mereka memotivasi diri mereka sendiri untuk tetap berlatih agar mereka lebih unggul daripada orang kebanyakan. Tapi dalam hati kecil mereka itu, mereka tidak benar-benar pernah merasa yakin bahwa mereka dapat selamat dari konflik yang sebenarnya dengan mengandalkan kemampuan teknik beladiri mereka. Kadang-kadang akan baik jika kita melihat baik-baik lingkungan sekeliling kita dan melihatnya secara objektif. Orang-orang kita tidak pernah berkelahi tanpa membekali diri mereka dengan senjata tajam. Nah jangankan berkelahi melawan orang gila bersenjata tajam, melihat mereka menggenggam senjata tajam saja kita sudah miris.
Daniel : Lantas…?
Pak Bagyo : Para pebeladiri tidak pernah tahu apakah mereka akan menemui suatu konflik atau tidak dikemudian hari, namun walaupun begitu mereka akan tetap berlatih beladiri. Tidak ada orang yang pernah tahu sendiri bahwa mereka akan mengalami neraka atau tidak dikemudian hari, mereka tidak pernah tahu sendiri keberadaan neraka, namun walaupun begitu mereka akan tetap berdoa. Jadi dalam mind setting mereka masing-masing, pebela diri adalah seorang yang mengimani beladirinya, dan orang yang lain mengimani kepercayaannya.
Daniel : Saya pikir itu terlalu berlebihan.
Pak Bagyo : Kebanyakan orang, mereka berlatih beladiri tangan kosong karena mereka percaya bahwa beladiri tangan kosong dapat berguna pada saat-saat darurat. Padahal jika kita mau melihat kenyataan di lapangan, maka kita akan tahu bahwa beladiri tangan kosong tidak akan berguna pada saat-saat darurat, sama sekali tidak berguna. Cobalah setiap hari berlatih metode-metode beladiri menghadapi pisau, dan yakinkan bahwa anda sangat menguasai metode itu dalam simulase. Tetapi walaupun begitu, anda tetap saja tidak boleh mempraktekan metode itu dalam kehidupan nyata, dengan berkeras hati melawan orang gila bersenjata belati tanpa membekali diri dengan senjata apapun dan tanpa ditemani siapapun, hanya mengandalkan beladiri saja. Konyol itu namanya.
Daniel : Sudah seharusnya kita yakin dengan kemampuan beladiri kita, saya yakin itu harus!!!
Pak Bagyo: Dan mungkin seharusnya saya berhenti bicara…(sambil tersenyum ramah)
Daniel : Ohh… ehh… ayolah… maafkan saya, mohon diteruskan saja Pak Bagyo, jangan pedulikan saya. Saya hanya lupa bahwa saya juga harus membuka diri pada ide dari orang lain. (sambil tersenyum ramah pula)
Pak Bagyo : Dalam suatu konflik sungguhan yang sifatnya sangat genting, seseorang hanya berpikir untuk mencelakai musuhnya secara cepat. Secara naluriah dia tidak akan berpikir akan menggunakan teknik atau metoda tertentu untuk mencelakai lawannya. Sebaliknya secara naluriah dia akan berusaha memanfaatkan perkakas seadanya untuk membuat konflik cepat selesai.
Daniel : Tapi itu curang, dan tidak adil.
Pak Bagyo : Ya ya, saya juga benci itu, tapi kenyataannya memang seperti itu… apa boleh buat. Jadi jika saya berada pada kondisi darurat, jika seseorang hendak mencelakai saya, maka pada saat itu juga akan timbul dua jenis pikiran dalam kepala saya. Pertama, saya akan berteriak minta tolong… dan yang kedua saya akan mengambil kursi dan akan saya pukulkan secara membabi buta pada kepala orang yang akan mencelakai saya. Tidak ada lagi teknik atau metode membeladiri lagi.
Daniel : Waduh… kalau memang kenyataannya seperti itu, lantas mengapa dan untuk apa beladiri itu diciptakan?
Pak Bagyo : Nanti dulu… saya hanya membicarakan beladiri tangan kosong, bukan beladiri bersenjata. Kebanyakan beladiri-beladiri kuno adalah beladiri-beladiri bersenjata. Di masa lalu ketika hukum tidak dapat di andalkan untuk menjamin keselamatan warga negara, maka warga negara bisa saja kemana-mana membawa senjata tajam. Ini bukan omong kosong, beberapa ratus tahun yang lalu pada abad 16 kebawah, banyak orang-orang eropa menenteng pedang anggar. Di Jepang sebelum pemerintahan Meiji, warga negara boleh kemana-mana membawa pedang. Di beberapa tempat di pulau Madura, beberapa orang masih kelihatan membawa celurit.
Daniel : Tapi bukankah itu melanggar hukum?
Pak Bagyo : Kalau sekarang iya mas Daniel, hukum dan perangkatnya sudah agak kuat hehehe… agak ya. Karena jika kita yang di Surabaya ini kemana-mana menenteng senjata tajam, lalu kelihatan polisi, pasti ditangkap. Mangkanya sekarang ini beladiri bersenjata kurang digemari oleh dunia. Dengan adanya beladiri praktis yang dikembangkan oleh pihak militer, maka beladiri bersenjata semakin kehilangan pamornya. Akan lebih banyak orang yang belajar Israeli Krav Maga dari pada orang belajar Shaolin Kungfu. Selain sudah sangat ketinggalan jaman, kungfu juga tidak praktis, dibutuhkan banyak waktu, tenaga dan biaya untuk mempelajarinya.
Daniel : Wah bukankah itu terlalu merendahkan?
Pak Bagyo : Merendahkan? Oh tidak-tidak, lihatlah kenyataannya di lapangan dan bersikaplah objektif mas Daniel. Meskipun diberitakan sebagai beladiri ampuh sepanjang masa… tetapi tidak ada satu petarung kungfu pun yang pernah lolos menjadi juara dalam kompetisi perkelahian bebas full body contact beladiri tangan kosong… tidak ada satupun. Chi atau Ki atau apalah… bukankah itu omong kosong belaka?
Daniel : (diam seribu bahasa, sepertinya sedang tersinggung)
Pak Bagyo : Kenyataan memang pahit dan memuakan… tetapi kenyataan selalu jujur. Ketika hukum mulai bisa ditegakan dengan benar, maka tatanan kemasyarakatan mulai berubah. orang dilarang membawa senjata tajam. Dan kemudian orang mulai berpikir bahwa mereka tidak perlu repot-repot belajar beladiri bersenjata apabila mereka tahu bahwa dalam kehidupan nyata mereka dilarang menggunakannya. Selain itu perkembangan senjata api genggam juga turut menyingkirkan hegemoni bahwa senjata tajam adalah nomor satu. Jadi siapapun mereka yang sedang mempelajari Kendo atau Kenjutsu, pastilah mereka adalah orang-orang fanatik atau orang yang hobi dengan senjata tajam…
Daniel : Termasuk Karate?
Pak Bagyo : Saya hanya mau bilang, bahwa orang akan merasa damai jika dia menjadi dirinya sendiri. Bagi seorang Karateka mungkin dia akan merasa damai dan senang jika dia sedang berlatih beladirinya itu. Tapi saya akan tetap mengatakan bahwa tidak ada hubungan langsung antara beladiri dengan konflik. Beladiri bukanlah hal yang paling utama dalam mekanisme suatu konflik.
Daniel : Oh ya… saya baru mendengar ini… sungguhan! Apakah faktor utamanya Pak Bagyo.
Pak Bagyo : Mental…! Ada beberapa orang yang disebut dengan warior… mereka itu adalah tipe orang yang dilahirkan dalam keadaan berani. Mereka lebih unggul dalam tekad, bahkan kadang-kadang mereka terkesan kejam dan kesan itu muncul dari wajahnya. Tidak peduli sejago apapun anda dalam menguasai teknik beladiri, jangan harap anda bisa menang dengan mudah melawan orang seperti ini. namun tidak berarti warior adalah orang yang selalu kejam atau jahat… sama sekali tidak. Hanya saja kemampuan untuk tetap tenangnya dalam menghadapi suatu konflik tidak banyak dimiliki oleh orang lain, mereka tidak takut apapun.
Daniel : Seperti lawan sparring saya?
Pak Bagyo : Mungkin… bisa jadi.
Daniel : Ya ya saya yakin bahwa dia adalah seorang warior. Meskipun orangnya sopan dan cara bicaranya menyenangkan, namun tatapan matanya sungguh menakutkan. Dalam berkelahi dia terkesan cukup tenang namun wajahnya sungguh kelihatan mengancam keselamatan saya. Entah kenapa timbul pikiran semacam itu, tenaga saya hampir habis, kaki saya serasa lunglai… mungkin waktu itu saya sedang sangat ketakutan.
Pak Bagyo : Padahal waktu itu lawan anda tidak membawa satupun senjata tajam… (dengan tatapan licik)
Daniel : Hahaha….
Pak Bagyo : Hahaha…
Daniel : Dunia tidak selalu adil… terimalah segala sesuatu yang harus kamu terima, dan lakukan segala sesuatu yang bisa kamu lakukan untuk merubah nasib anda.
Pak Bagyo : Wah suatu pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Kadang-kadang kita harus dapat menerima kekalahan dengan berlapang dada, karena kekalahan adalah sebuah siraman air dingin di pagi hari ketika kita sedang nyenyak terlelap dibuai mimpi kemenangan. Siraman air dingin itu membangunkan kita dari mimpi, membuat kita sadar dan lebih mawas diri serta bijaksana dalam menjalani kehidupan ini.
Daniel : Bisakah bapak mengatakan kepada saya bagaimana bapak bisa tahu banyak hal tentang beladiri dan konflik?
Pak Bagyo : Oke bisa. Dulu pada tahun 1967-1968, saya mengikuti Juragan saya yang punya bengkel besi di Dukuh Kupang mengungsi ke Amerika. Beberapa hari setelah kami menginjakan kaki di Tennesee, Juragan saya itu meninggal karena serangan jantung. Karena saya sendirian disana tanpa memiliki bekal bahasa Inggris yang bagus maka saya ditolak bekerja di berbagai tempat. Namun untunglah ada seorang saudagar Turki yang kaya, beliau juga jago gulat Turki yang membolehkan saya bekerja di tempatnya sebagai tukang kebun. Rumahnya yang luas seringkali menjadi arena pertandingan perkelahian jalanan underground. Dalam suatu kesempatan saya diiming-imingi sejumlah uang jika saya mau bertanding dalam perkelahian underground itu. Karena tertarik dengan uangnya maka saya terjun dalam pertandingan itu dan sering menang. Padahal saya tidak memiliki basic beladiri apapun, saya hanya mengandalkan otot belaka.
Daniel : Lalu apa yang terjadi?
Pak Bagyo : Ternyata orang Turki itu memiliki beberapa bisnis di beberapa kota, diantaranya adalah di Cape Town, Hongkong, Madrid, Budapest , Rio de Janeiro, Tokyo dan Moscow. Karena saya sering menang dalam pertandingan maka beliau membawa saya kemanapun beliau pergi. Dan di setiap kota dia memiliki akses ke perkelahian underground, dan dia selalu melibatkan saya di sana. Seiring berjalannya waktu saya bertemu dengan banyak petarung dari berbagai macam disiplin… Capoeira, Karate, Tae Kwon Do, Jiu-Jitsu, Judo, sambo, Wrestling, Vale Tudo, Tang So Do, Kalari, Kuialua, dan banyak macam lainnya. Mereka banyak memberikan pelajaran dan pengetahuan tentang beladiri kepada saya.
Daniel : Apakah bapak memperoleh banyak penghasilan dari situ?
Pak Bagyo : Ya tidak banyak-banyak amat, tapi cukuplah.
Daniel : Lalu kenapa… hmm… maksud saya…
Pak Bagyo : kenapa saya jadi tukang becak? Mas Daniel mau bertanya demikian?
Daniel : (mengangkat bahu)
Pak Bagyo : Pada tahun 1984 saya dideportasi oleh pemerintah Prancis, padahal waktu itu saya benar-benar bangkrut dan menjadi tukang cuci piring di pinggiran kota Paris. Orang Turki yang saya ikuti tadi ditembak jantungnya oleh seorang yang tidak dikenal.
Daniel : Apakah bapak pernah berusaha kembali bekerja keluar negeri?
Pak Bagyo : Ya menjadi tenaga kerja gelap ke Australia, namun tertangkap dan dideportasi lagi. Dan sejak saat itu saya tidak pernah mujur dalam bekerja apapun, tidak ada pekerjaan yang cocok bagi saya selain tukang becak. Tidak ada pertarungan underground di Indonesia waktu itu, dan sekarang usia saya sudah tua. Dulu beberapa kali saya pernah menjadi seorang kepala sekuriti disebuah pabrik, namun karena kondisi saya yang semakin lemah karena TBC yang tidak kunjung sembuh, akhirnya saya tidak terpakai lagi. Sekarang saya hanya mau hidup tenang sajalah.
Daniel : Tapi bukankah penyakit TBC bapak akan bertambah parah kalau bapak berprofesi menjadi tukang becak?
Pak Bagyo : Sebenarnya penyakit TBC saya sudah sembuh… dan saya tidak bekerja sebagai tukang becak.
Daniel : Lho… bapak bukan seorang tukang becak? Lantas ini becak siapa?
Pak Bagyo : Ini becak saya, sekarang dipakai oleh tetangga saya, tadi kebetulan karena Mas Daniel minta diantar, maka saya pinjam dulu becaknya sebentar kepada anak buah saya. Dulu becak ini saya pakai untuk berjuang di pertengahan tahun 80-an ketika saya dalam keadaan bangkrut sebelum bekerja di Pabrik. Sekarang saya hidup dari sebuah toko kelontong yang dijalankan oleh istri saya.
Daniel : Hah… kenapa bapak tidak bilang…!? Saya pikir bapak seorang tukang becak karena bapak memakai kaos bertuliskan paguyuban becak Dukuh Kupang.
Pak Bagyo : Sudahlah tenang saja Mas Daniel, saya merasa terhormat berbicara dan mengantarkan seorang juara nasional pulang kerumahnya.
Daniel : Dan saya juga merasa terhormat telah diantar oleh tukang becak paling bijaksana dan paling berpengetahuan di dunia.
Senin, 16 Maret 2009
Mesin Diesel
Mental saya bagaikan Mesin Diesel kuno (indirect combustion Diesel Engine). Semua orang tahu bahwa Mesin Diesel adalah mesin berat yang handal dan biasa digunakan untuk pekerjaan berat. Membutuhkan tekanan yang sangat besar dalam ruang pembakarannya, supaya solar (Diesel gas) yang daya bakarnya yang lebih rendah daripada bensin, bisa terbakar. Hasil pembakarannya itulah yang menghasilkan torsi sangat besar, yang apabila diaplikasikan pada mekanisme alat tertentu maka dia dapat memindahkan gunung, membelokan sungai, menghancurkan batu, meruntuhkan bangunan, mematahkan logam dan lain-lain.
Namun semua orang tahu bahwa Mesin Diesel kuno mengalami masalah pada proses menghidupkannya. Untuk itulah Mesin Diesel kuno selalu memiliki mekanisme pra pembakaran dengan ditambahkannya ruangan khusus di dalamnya, yang disebut dengan pre-combustion chamber, yaitu sebuah ruangan khusus untuk memanaskan bahan bakar sebelum bahan bakar tersebut dipaksa masuk keruang pembakaran. Di dalam pre-combustion chamber ini terdapat sebuah alat pemanas yang disebut dengan glow plug, yang akan membara jika dialiri listrik dari aki mobil. Nah apabila glow plug ini mengalami masalah maka Mesin Diesel ini akan sulit sekali dihidupkan. Dulu ayah saya adalah seorang operator Bulldozer yang seringkali mengeluh karena Bulldozer dia selalu rewel di pagi hari. Dia bilang bahwa mesin Bulldozer itu harus di panasi berkali-kal, hanya sekedar untuk bisa hidup.
Mental saya juga seperti Bulldozer itu, setiap pagi harus dipanasi berkali-kali supaya “mau hidup” jika proses itu gagal, maka dia akan parkir sepanjang hari di dalam “hangar”. Demikian halnya dengan saya, apabila saya gagal memotifasi diri saya sendiri, maka saya akan diam saja di dalam rumah, tidak melakukan apapun demi kemajuan diri saya.
Ketika saya sedang mengerjakan sesuatu, maka pikiran saya akan sepenuhnya larut dalam pekerjaan itu. Tidak peduli seberapa beratnya masalah itu, jika saya sudah berfokus, maka saya akan enggan beranjak dari tempat kerja saya. Apabila saya sudah “Hot” dengan suatu pekerjaan maka saya akan tahan dengan pekerjaan itu selama berjam-jam. Saya pernah dua hari satu malam memperbaiki mobil milik kakak saya untuk membetulkan mesin dan kaki-kaki mobil tersebut. Terakhir, saya mengedit film beladiri hingga lima hari lamanya, dan saya hanya mengambil istirahat tidur tiga jam per hari. Itu sungguh perjuangan yang sangat berat menurut saya, tapi saya tahan dengan itu.
Namun ketika pekerjaan itu selesai, terlampaui, dan tidak ada lagi pekerjaan yang harus saya lakukan, maka saya kembali malas lagi. Mental saya kembali lagi seperti tempe, seperti kerupuk yang melempem, menjadi tidak renyah lagi. Gairah telah datang dan pergi, demikian pula dengan kedisiplinan. Sekarang ini saya sedang getol mencoba suatu eksperimen, untuk membuat saya tetap dalam keadaan bersungguh-sungguh, bergairah, bersemangat serta tetap berdisiplin, dan ini sedang dalam proses .
Jika ada diantara kawan-kawan memiliki tips ampuh untuk mempercepat proses itu, please, mohon kesediaannya untuk berbagi.
Terimakasih.
Namun semua orang tahu bahwa Mesin Diesel kuno mengalami masalah pada proses menghidupkannya. Untuk itulah Mesin Diesel kuno selalu memiliki mekanisme pra pembakaran dengan ditambahkannya ruangan khusus di dalamnya, yang disebut dengan pre-combustion chamber, yaitu sebuah ruangan khusus untuk memanaskan bahan bakar sebelum bahan bakar tersebut dipaksa masuk keruang pembakaran. Di dalam pre-combustion chamber ini terdapat sebuah alat pemanas yang disebut dengan glow plug, yang akan membara jika dialiri listrik dari aki mobil. Nah apabila glow plug ini mengalami masalah maka Mesin Diesel ini akan sulit sekali dihidupkan. Dulu ayah saya adalah seorang operator Bulldozer yang seringkali mengeluh karena Bulldozer dia selalu rewel di pagi hari. Dia bilang bahwa mesin Bulldozer itu harus di panasi berkali-kal, hanya sekedar untuk bisa hidup.
Mental saya juga seperti Bulldozer itu, setiap pagi harus dipanasi berkali-kali supaya “mau hidup” jika proses itu gagal, maka dia akan parkir sepanjang hari di dalam “hangar”. Demikian halnya dengan saya, apabila saya gagal memotifasi diri saya sendiri, maka saya akan diam saja di dalam rumah, tidak melakukan apapun demi kemajuan diri saya.
Ketika saya sedang mengerjakan sesuatu, maka pikiran saya akan sepenuhnya larut dalam pekerjaan itu. Tidak peduli seberapa beratnya masalah itu, jika saya sudah berfokus, maka saya akan enggan beranjak dari tempat kerja saya. Apabila saya sudah “Hot” dengan suatu pekerjaan maka saya akan tahan dengan pekerjaan itu selama berjam-jam. Saya pernah dua hari satu malam memperbaiki mobil milik kakak saya untuk membetulkan mesin dan kaki-kaki mobil tersebut. Terakhir, saya mengedit film beladiri hingga lima hari lamanya, dan saya hanya mengambil istirahat tidur tiga jam per hari. Itu sungguh perjuangan yang sangat berat menurut saya, tapi saya tahan dengan itu.
Namun ketika pekerjaan itu selesai, terlampaui, dan tidak ada lagi pekerjaan yang harus saya lakukan, maka saya kembali malas lagi. Mental saya kembali lagi seperti tempe, seperti kerupuk yang melempem, menjadi tidak renyah lagi. Gairah telah datang dan pergi, demikian pula dengan kedisiplinan. Sekarang ini saya sedang getol mencoba suatu eksperimen, untuk membuat saya tetap dalam keadaan bersungguh-sungguh, bergairah, bersemangat serta tetap berdisiplin, dan ini sedang dalam proses .
Jika ada diantara kawan-kawan memiliki tips ampuh untuk mempercepat proses itu, please, mohon kesediaannya untuk berbagi.
Terimakasih.
Kasmaran
Raden Mas Eng Soetjipto Karyo Raharjo sekarang sedang kasmaran. Semalam dia datang kerumah saya sekitar jam setengah sebelas malam karena sebelumnya kami memang sudah membuat janji untuk bertemu. Winto datang ke rumah saya sekitar dua hingga tiga jam sebelumnya. Sebelum Eng datang, kami belajar bermain musik dan bernyanyi, Winto pakai gitar, saya pakai suling recorder. Setelah Eng datang, status kami berubah…. dari pemain musik amatir, menjadi pemain “ketoprak humor”. Semalam saya, Eng dan Winto mempelototi laptop hingga jam 5 pagi untuk mempelajari bagaimana menjadi pemain ketoprak humor yang baik. Sekitar jam 6 pagi Winto pulang, sementara Eng tetap tinggal untuk tidur karena dia tidak kuat menahan kantuk. Ketika saya menulis ini, Eng mengawasi saya dari radius satu meter dan mensensor setiap kata yang menurut dia berpotensi membahayakan kerahasiaannya.
Eng meminta saya untuk membantu pelaksanaan ekperimen yang dia buat. Karena Eng tergolong sebagai manusia yang baik dan jujur, maka saya dan Winto mau memberikan dukungan kepadanya. Namun karena alasan tertentu maka dia memohon saya agar merahasiakan dulu menjelaskan jenis eksperimen yang kami garap. Tapi untuk alasan-alasan Friendship-isme dan Joy-isme, maka dia memberikan ijin kepada saya untuk membeberkan tanggapan, serta penilaian saya terhadap perilaku Eng beberapa pekan terakhir, berdasarkan pengamatan saya terhadap eksperimen Eng terakhir.
Ide untuk membuat tulisan ini dimulai ketika saya terbangun jam setengah dua siang karena mendengar pembicaraan Eng dengan seseorang di telephon. Saya sama sekali tidak berniat menguping, namun dia berbicara begitu lama dan dalam jarak yang dekat dengan saya, sehingga saya tidak bisa tidur dan terpaksa mendengarkan semua yang dia bicarakan. Hingga saya berpikir daripada meneruskan usaha tidur yang belum tentu bisa tertidur, mendingan saya mengetik cerita dia untuk menambah tulisan di blog saya.
Dan inilah jadinya…
Sudah beberapa pekan ini saya melihat perilaku yang “tidak biasa” pada diri seorang Eng. Dari cara dia melamun dan berbicara, maka saya menarik suatu kesimpulan secara sepihak bahwa dia sedang sangat tertarik dengan seseorang, mungkin jatuh cinta pada seorang perempuan. Semua topik pembicaraannya mengindikasikan dia sedang “loro lopo” atau kasmaran.
Apakah Eng sedang jatuh cinta ? sangat mungkin… dia beberapa kali mengganggu meditasi saya dengan berkirim sms jam tiga atau jam empat pagi. Dia mengabarkan bahwa dia sedang merencanakan sesuatu atau semacamnya. Tapi dia tidak pernah secara blak-blakan menjelaskan rencana apa yang sedang dia bicarakan. Gaya bahasa sms-nya rumit dan berbelit-belit, sehingga saya hanya bisa menebak-nebak apa yang dia maksudkan. Tetapi lama-kelamaan akhirnya saya tahu persis bahwa dia sedang jatuh cinta, karena pada suatu ketika dia akhirnya mengaku.
Sebenarnya saya mengenal Eng tidak terlalu lama, perkiraan sekitar satu tahun lebih, namun idealisme persaudaraan sesama pebela diri membuat kami memiliki waktu untuk saling mengenal masing-masing. Dan proses saling mengenal itu dipercepat dengan kesenangan kami untuk membicarakan hal-hal yang bersifat filosofis. Sepertinya kami sama-sama suka memberontak terhadap ide-ide kaku lama yang sudah ketinggalan jaman. Beberapa saat yang lalu sebelum Eng kasmaran, kami seringkali terjebak dalam sebuah diskusi panjang hingga berjam-jam lamanya. Eng selalu bersemangat ketika dia sedang berbicara tentang agama-agama, aturan masyarakat dan tradisi.
Eng juga sering membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan diri serta penataan masa depan. Saya sering mendengar dia berceloteh panjang lebar tentang bagaimana dia ingin membangun masa depan yang baik dalam hal finansial. Dia adalah pemuda delapan belas tahun pertama yang saya kenal yang paling getol mengatur keuangan pribadi. Dia bersungguh-sungguh untuk aktif membantu meringankan beban orang tuanya dengan mencukupi kebutuhan jajannya dengan bekerja di suatu Event Organizer. Suatu saat dia pernah berkata kepada saya bahwa kisah asmaranya telah membuatnya bersemangat untuk bekerja lebih keras lagi. Weleh-weleh...
Laksana kelompok ikan-ikan kecil di laut yang tiba-tiba berbelok merubah formasi ketika ada bahaya, maka pada suatu saat, secara tiba-tiba pula Eng benar-benar membelokan topik pembicaraan yang selama ini dia sering bicarakan. Dia membuat saya mendengarkan tentang sesuatu yang sama sekali di luar pemahaman saya, yaitu pemahaman akan dunia cinta, hahaha... Dia seolah-olah menceramahi saya tentang seni membangun cinta, dan saya hanya mendengarkan saja dengan manggut-manggut seperti kambing congek. Namun walaupun begitu, saya tahu bahwa dia sedang berusaha dengan tulus untuk membuat saya mengerti tentang arti cinta, karena dia tahu persis bahwa saya tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun sebelumnya.
Saya adalah pribadi yang selalu muak dengan hal-hal yang berhubungan dengan asmara, atau hal-hal apapun yang berhubungan dengan itu. Saya merasa kecewa dan kasihan karena teman-teman saya telah “bertumbangan” karena kisah-kisah asmara mereka, yang membuat mereka memalingkan diri dari dunia yang dulunya mereka gandrungi sebelum mereka jatuh kasmaran. Namun kisah cinta yang saya dengar dari Eng secara mendalam telah memberikan nuansa lain daripada yang lain. Eng selalu mengontrol dirinya sendiri meski dalam keadaan situasi emosional seperti apapun, dia tetap memberikan perhatian kepada gaya hidupnya, hobinya serta temannya secara proporsional seperti dulu sebelum dia mengalami kasmaran. Awalnya saya hanya mendengarkan dia dengan dingin, sekedar tidak ingin membuat dia kecewa karena tidak bisa menceritakan kisah asmaranya. Namun setelah beberapa lama kemudian, saya jadi terhanyut dalam perasaan dia, dan dia berhasil membujuk saya untuk tetap mendengarkannya. Pyuhhh…
Namun apa yang paling saya perhatikan di sini adalah kemauan Eng untuk memberikan energi yang banyak untuk melakukan sesuatu yang ingin dia lakukan, dan dia melakukan itu khusus hanya untuk “alasan tertentu” sehubungan dengan kisah asmaranya. Beberapa kali dia menghubungi saya untuk membantu memikirkan perancanaan-perancanaan rumit yang membuat kepalanya dan kepala saya pusing. Sayang sekali saya tidak bisa membeberkan rencana-rencana dia di sini, padahal topik perencanaan itulah yang paling menarik untuk dibahas.
Pelajaran baru buat saya…
Eng adalah seorang perencana handal dan sangat agresif, yang akan melakukan apa saja agar rencananya itu terwujud. Saya banyak belajar darinya, pelajaran penting bahwa ketika seseorang menginginkan sesuatu, maka dia harus rela mengeluarkan segenap tenaga dan waktunya, untuk membuat keinginannya terlaksana.
Dan satu lagi, bahwa manusia yang normal harus memiliki kisah asmara, dan kisah asmara itu hendaknya harus dibuat seindah mungkin.
Eng meminta saya untuk membantu pelaksanaan ekperimen yang dia buat. Karena Eng tergolong sebagai manusia yang baik dan jujur, maka saya dan Winto mau memberikan dukungan kepadanya. Namun karena alasan tertentu maka dia memohon saya agar merahasiakan dulu menjelaskan jenis eksperimen yang kami garap. Tapi untuk alasan-alasan Friendship-isme dan Joy-isme, maka dia memberikan ijin kepada saya untuk membeberkan tanggapan, serta penilaian saya terhadap perilaku Eng beberapa pekan terakhir, berdasarkan pengamatan saya terhadap eksperimen Eng terakhir.
Ide untuk membuat tulisan ini dimulai ketika saya terbangun jam setengah dua siang karena mendengar pembicaraan Eng dengan seseorang di telephon. Saya sama sekali tidak berniat menguping, namun dia berbicara begitu lama dan dalam jarak yang dekat dengan saya, sehingga saya tidak bisa tidur dan terpaksa mendengarkan semua yang dia bicarakan. Hingga saya berpikir daripada meneruskan usaha tidur yang belum tentu bisa tertidur, mendingan saya mengetik cerita dia untuk menambah tulisan di blog saya.
Dan inilah jadinya…
Sudah beberapa pekan ini saya melihat perilaku yang “tidak biasa” pada diri seorang Eng. Dari cara dia melamun dan berbicara, maka saya menarik suatu kesimpulan secara sepihak bahwa dia sedang sangat tertarik dengan seseorang, mungkin jatuh cinta pada seorang perempuan. Semua topik pembicaraannya mengindikasikan dia sedang “loro lopo” atau kasmaran.
Apakah Eng sedang jatuh cinta ? sangat mungkin… dia beberapa kali mengganggu meditasi saya dengan berkirim sms jam tiga atau jam empat pagi. Dia mengabarkan bahwa dia sedang merencanakan sesuatu atau semacamnya. Tapi dia tidak pernah secara blak-blakan menjelaskan rencana apa yang sedang dia bicarakan. Gaya bahasa sms-nya rumit dan berbelit-belit, sehingga saya hanya bisa menebak-nebak apa yang dia maksudkan. Tetapi lama-kelamaan akhirnya saya tahu persis bahwa dia sedang jatuh cinta, karena pada suatu ketika dia akhirnya mengaku.
Sebenarnya saya mengenal Eng tidak terlalu lama, perkiraan sekitar satu tahun lebih, namun idealisme persaudaraan sesama pebela diri membuat kami memiliki waktu untuk saling mengenal masing-masing. Dan proses saling mengenal itu dipercepat dengan kesenangan kami untuk membicarakan hal-hal yang bersifat filosofis. Sepertinya kami sama-sama suka memberontak terhadap ide-ide kaku lama yang sudah ketinggalan jaman. Beberapa saat yang lalu sebelum Eng kasmaran, kami seringkali terjebak dalam sebuah diskusi panjang hingga berjam-jam lamanya. Eng selalu bersemangat ketika dia sedang berbicara tentang agama-agama, aturan masyarakat dan tradisi.
Eng juga sering membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan diri serta penataan masa depan. Saya sering mendengar dia berceloteh panjang lebar tentang bagaimana dia ingin membangun masa depan yang baik dalam hal finansial. Dia adalah pemuda delapan belas tahun pertama yang saya kenal yang paling getol mengatur keuangan pribadi. Dia bersungguh-sungguh untuk aktif membantu meringankan beban orang tuanya dengan mencukupi kebutuhan jajannya dengan bekerja di suatu Event Organizer. Suatu saat dia pernah berkata kepada saya bahwa kisah asmaranya telah membuatnya bersemangat untuk bekerja lebih keras lagi. Weleh-weleh...
Laksana kelompok ikan-ikan kecil di laut yang tiba-tiba berbelok merubah formasi ketika ada bahaya, maka pada suatu saat, secara tiba-tiba pula Eng benar-benar membelokan topik pembicaraan yang selama ini dia sering bicarakan. Dia membuat saya mendengarkan tentang sesuatu yang sama sekali di luar pemahaman saya, yaitu pemahaman akan dunia cinta, hahaha... Dia seolah-olah menceramahi saya tentang seni membangun cinta, dan saya hanya mendengarkan saja dengan manggut-manggut seperti kambing congek. Namun walaupun begitu, saya tahu bahwa dia sedang berusaha dengan tulus untuk membuat saya mengerti tentang arti cinta, karena dia tahu persis bahwa saya tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun sebelumnya.
Saya adalah pribadi yang selalu muak dengan hal-hal yang berhubungan dengan asmara, atau hal-hal apapun yang berhubungan dengan itu. Saya merasa kecewa dan kasihan karena teman-teman saya telah “bertumbangan” karena kisah-kisah asmara mereka, yang membuat mereka memalingkan diri dari dunia yang dulunya mereka gandrungi sebelum mereka jatuh kasmaran. Namun kisah cinta yang saya dengar dari Eng secara mendalam telah memberikan nuansa lain daripada yang lain. Eng selalu mengontrol dirinya sendiri meski dalam keadaan situasi emosional seperti apapun, dia tetap memberikan perhatian kepada gaya hidupnya, hobinya serta temannya secara proporsional seperti dulu sebelum dia mengalami kasmaran. Awalnya saya hanya mendengarkan dia dengan dingin, sekedar tidak ingin membuat dia kecewa karena tidak bisa menceritakan kisah asmaranya. Namun setelah beberapa lama kemudian, saya jadi terhanyut dalam perasaan dia, dan dia berhasil membujuk saya untuk tetap mendengarkannya. Pyuhhh…
Namun apa yang paling saya perhatikan di sini adalah kemauan Eng untuk memberikan energi yang banyak untuk melakukan sesuatu yang ingin dia lakukan, dan dia melakukan itu khusus hanya untuk “alasan tertentu” sehubungan dengan kisah asmaranya. Beberapa kali dia menghubungi saya untuk membantu memikirkan perancanaan-perancanaan rumit yang membuat kepalanya dan kepala saya pusing. Sayang sekali saya tidak bisa membeberkan rencana-rencana dia di sini, padahal topik perencanaan itulah yang paling menarik untuk dibahas.
Pelajaran baru buat saya…
Eng adalah seorang perencana handal dan sangat agresif, yang akan melakukan apa saja agar rencananya itu terwujud. Saya banyak belajar darinya, pelajaran penting bahwa ketika seseorang menginginkan sesuatu, maka dia harus rela mengeluarkan segenap tenaga dan waktunya, untuk membuat keinginannya terlaksana.
Dan satu lagi, bahwa manusia yang normal harus memiliki kisah asmara, dan kisah asmara itu hendaknya harus dibuat seindah mungkin.
Persahabatan
Apabila saya ditanya tentang seberapa pentingkah nilai suatu persahabatan atau persaudaraan? Maka sejujurnya saya akan menjawab bahwa persahabatan dan persaudaraan adalah segalanya. Persaudaraan dan persahabatan adalah lebih berharga dari benda apapun yang saya miliki. Keberadaan sahabat dan saudara menurut saya adalah lebih penting daripada pribadi saya sendiri. Dalam suatu keadaan mendesak tertentu, saya cenderung mementingkan keselamatan sahabat dan saudara saya daripada keselamatan diri saya sendiri.
Mungkin kebanyakan orang akan menganggap saya tolol, dan setelah saya pikir-pikir… sepertinya mereka memang benar. Buat apa sih repot-repot pakai berkorban kepada orang lain segala, kan belum tentu mereka akan membalas budi baik kita? Nah saya akan sulit sekali menjawab pertanyaan seperti itu. Namun bagi saya, kerelaan berkorban kepada sahabat dan saudara adalah mungkin satu-satunya hal mulia yang bisa saya lakukan. Saya adalah orang yang seringkali dipenuhi dengan kekecewaan karena saya telah melakukan banyak sekali perbuatan yang memalukan, hidup saya di masa lalu dipenuhi dengan kegagalan pertemanan karena egoisme. Ketika saya mengorbankan kepentingan saya untuk sahabat dan saudara, maka rasa malu dna kecewa itu hilang. Kerelaan untuk memberikan ke-ikhlas-an kepada saudara dan sahabat adalah air penyejuk bagi hati saya yang haus merindukan pertemanan abadi.
Tetapi tetap saja bahwa saya masih akan dianggap tolol, dan saya yakin banyak sekali yang akan mengatakan itu kepada saya. Ya ya baiklah… itulah saya, memang saya orang yang tolol sekali. Namun ke-ikhlas-an untuk memberikan pengorbanan adalah suatu panggilan hati, yang merupakan perbuatan mulia jika saya mengimplementasikan dalam suatu perbuatan. Jangan ditanya mengapa harus demikian, karena saya sendiri tidak tahu jawabannya (saya kan manusia tolol). Jawaban gampangnya mungkin seperti berikut; ketika saya mempersembahkan suatu ke-ikhlas-an bagi sahabat dan saudara saya, maka saya selalu merasakan bahwa hati saya menjadi jauh lebih baik. Ini berarti bahwa saya telah mengalahkan Ego saya yang setiap saat minta selalu di manjakan dan disanjung-sanjung
Dalam praktik pertemanan, memang saya merasakan adanya suatu kontra yang amat kentara antara ego dengan ke-ikhlas-an. Ego selalu ingin dimanjakan, dan disanjung-sanjung, yang membuat kita akan membuat kita sombong. Dalam pembicaraan, egoisme membuat seorang sahabat menyakiti sahabatnya, dengan saling bersikukuh atas nama kebenaran. Saya juga bermasalah dengan ego yang tinggi dan terus meninggi, yang membuat saya tidak mau mengalah terhadap orang dekat saya. Saya menganggap itu sebagai sesuatu yang berlebihan dan tidak beradab, namun saya tidak dapat mengendalikan itu, saya benar-benar dikontrol oleh emosi. Ada yang tidak beres dengan diri saya.
Hingga suatu ketika saya dipermalukan oleh tindakan saya sendiri yang akhirnya membuat perilaku saya berubah sama sekali. Dulu saya telah meninggalkan seorang sahabat dalam kesulitan besar. Padahal dia sudah memohon untuk dibantu, namun egoisme telah memaksa saya untuk masuk kedalam kebohongan, sehingga akhirnya dia dapat memaklumi saya bahwa saya tidak dapat membantu dirinya. Pada saat itu memang raga saya termanjakan karena saya tidak harus melakukan apapun. Akan tetapi tidak berapa lama kemudian kesadaran pun mulai muncul… kesadaran bahwa perikemanusiaan telah lari dari diri saya membuat saya. Kenapa sih saya kok tidak peka, dimana tanggung jawab dan loyalitas saya kepada kawan saya?
Jadi pada intinya saya telah menempatkan ego saya begitu tinggi, sehingga pribadi orang lain menjadi tidak lagi begitu penting jika dibandingkan dengan ego saya, sekalipun pribadi itu adalah pribadi kawan saya. Saya tahu itu adalah hal yang bodoh, dan untuk menginsafi sikap yang bodoh dan egois seperti itu maka saya mencoba semacam perilaku rela berkorban, artinya ketika saya bersama sahabat saya, dalam banyak kesempatan saya mengedepankan ke-ikhlas-an saya untuk membantu dan untuk mengalah.
Hasilnya sungguh luar biasa. Karena ada dorongan dari dalam diri untuk mengalah, maka rasa jengkel pun dapat berkurang banyak. Karena ada dorongan dari dalam diri untuk bersikap enteng dalam membantu kawan, maka perasaan sosial pun menjadi lebih tinggi, dan saya pun menjadi gampang tersentuh terhadap penderitaan sahabat-sahabat saya.
Saya merasa lebih maju dan lebih beradab. Saya senang dan bangga dengan perilaku saya yang sekarang. Perasaan malu atas diri saya di masa lalu telah banyak berkurang, karena telah terobati oleh perbuatan baik saya kepada kawan saya. Indikator kemajuan itu adalah “ketika saya melihat kawan saya bahagia, maka saya ikut berbahagia. Ketika saya melihat kawan saya bersedih, maka saya pun ikut bersedih, dan ingin berbuat sesuatu untuk mengurangi kesedihannya.
Demikian.
Mungkin kebanyakan orang akan menganggap saya tolol, dan setelah saya pikir-pikir… sepertinya mereka memang benar. Buat apa sih repot-repot pakai berkorban kepada orang lain segala, kan belum tentu mereka akan membalas budi baik kita? Nah saya akan sulit sekali menjawab pertanyaan seperti itu. Namun bagi saya, kerelaan berkorban kepada sahabat dan saudara adalah mungkin satu-satunya hal mulia yang bisa saya lakukan. Saya adalah orang yang seringkali dipenuhi dengan kekecewaan karena saya telah melakukan banyak sekali perbuatan yang memalukan, hidup saya di masa lalu dipenuhi dengan kegagalan pertemanan karena egoisme. Ketika saya mengorbankan kepentingan saya untuk sahabat dan saudara, maka rasa malu dna kecewa itu hilang. Kerelaan untuk memberikan ke-ikhlas-an kepada saudara dan sahabat adalah air penyejuk bagi hati saya yang haus merindukan pertemanan abadi.
Tetapi tetap saja bahwa saya masih akan dianggap tolol, dan saya yakin banyak sekali yang akan mengatakan itu kepada saya. Ya ya baiklah… itulah saya, memang saya orang yang tolol sekali. Namun ke-ikhlas-an untuk memberikan pengorbanan adalah suatu panggilan hati, yang merupakan perbuatan mulia jika saya mengimplementasikan dalam suatu perbuatan. Jangan ditanya mengapa harus demikian, karena saya sendiri tidak tahu jawabannya (saya kan manusia tolol). Jawaban gampangnya mungkin seperti berikut; ketika saya mempersembahkan suatu ke-ikhlas-an bagi sahabat dan saudara saya, maka saya selalu merasakan bahwa hati saya menjadi jauh lebih baik. Ini berarti bahwa saya telah mengalahkan Ego saya yang setiap saat minta selalu di manjakan dan disanjung-sanjung
Dalam praktik pertemanan, memang saya merasakan adanya suatu kontra yang amat kentara antara ego dengan ke-ikhlas-an. Ego selalu ingin dimanjakan, dan disanjung-sanjung, yang membuat kita akan membuat kita sombong. Dalam pembicaraan, egoisme membuat seorang sahabat menyakiti sahabatnya, dengan saling bersikukuh atas nama kebenaran. Saya juga bermasalah dengan ego yang tinggi dan terus meninggi, yang membuat saya tidak mau mengalah terhadap orang dekat saya. Saya menganggap itu sebagai sesuatu yang berlebihan dan tidak beradab, namun saya tidak dapat mengendalikan itu, saya benar-benar dikontrol oleh emosi. Ada yang tidak beres dengan diri saya.
Hingga suatu ketika saya dipermalukan oleh tindakan saya sendiri yang akhirnya membuat perilaku saya berubah sama sekali. Dulu saya telah meninggalkan seorang sahabat dalam kesulitan besar. Padahal dia sudah memohon untuk dibantu, namun egoisme telah memaksa saya untuk masuk kedalam kebohongan, sehingga akhirnya dia dapat memaklumi saya bahwa saya tidak dapat membantu dirinya. Pada saat itu memang raga saya termanjakan karena saya tidak harus melakukan apapun. Akan tetapi tidak berapa lama kemudian kesadaran pun mulai muncul… kesadaran bahwa perikemanusiaan telah lari dari diri saya membuat saya. Kenapa sih saya kok tidak peka, dimana tanggung jawab dan loyalitas saya kepada kawan saya?
Jadi pada intinya saya telah menempatkan ego saya begitu tinggi, sehingga pribadi orang lain menjadi tidak lagi begitu penting jika dibandingkan dengan ego saya, sekalipun pribadi itu adalah pribadi kawan saya. Saya tahu itu adalah hal yang bodoh, dan untuk menginsafi sikap yang bodoh dan egois seperti itu maka saya mencoba semacam perilaku rela berkorban, artinya ketika saya bersama sahabat saya, dalam banyak kesempatan saya mengedepankan ke-ikhlas-an saya untuk membantu dan untuk mengalah.
Hasilnya sungguh luar biasa. Karena ada dorongan dari dalam diri untuk mengalah, maka rasa jengkel pun dapat berkurang banyak. Karena ada dorongan dari dalam diri untuk bersikap enteng dalam membantu kawan, maka perasaan sosial pun menjadi lebih tinggi, dan saya pun menjadi gampang tersentuh terhadap penderitaan sahabat-sahabat saya.
Saya merasa lebih maju dan lebih beradab. Saya senang dan bangga dengan perilaku saya yang sekarang. Perasaan malu atas diri saya di masa lalu telah banyak berkurang, karena telah terobati oleh perbuatan baik saya kepada kawan saya. Indikator kemajuan itu adalah “ketika saya melihat kawan saya bahagia, maka saya ikut berbahagia. Ketika saya melihat kawan saya bersedih, maka saya pun ikut bersedih, dan ingin berbuat sesuatu untuk mengurangi kesedihannya.
Demikian.
Ayah
Kita tidak pernah tahu seberapa penting arti orang tua kita hingga sesuatu yang buruk menimpa mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, karena selalu bertemu dengan mereka, maka kita kehilangan kemampuan untuk memaknai seberapa penting mereka bagi kita. Dalam pandangan kita, mereka terlalu biasa… sampai-sampai kita lupa untuk memberikan perhatian yang lebih kepada mereka.
Saya mengetik tulisan ini disebuah klinik, sembari menunggui ayah saya yang sedang sakit. Dokter mengatakan bahwa sakitnya terlalu parah untuk dirawat dirumah, jadi terpaksa dia harus diopname meskipun dia menolak karena alasan biaya. Karena perbedaan idealis yang sangat lebar, maka sering kali ayah adalah pribadi yang sangat menjengkelkan bagi saya. Dalam banyak kesempatan, beliau sering kali membuat saya jengkel dan marah. Namun saya juga yakin bahwa perilaku saya seringkali membuat beliau muak.
Ayah saya adalah seorang Muslim yang biasa-biasa saja, tidak dapat dibilang sangat mentaati aturan agama. Namun beliau adalah penganut ke-tauhid-an yang sangat taat, kepercayaan beliau kepada takdir sedemikian tinggi, hingga dia meyakini bahwa kehidupan ini sudah digariskan sebelumnya. Sebagai orang Jawa yang agak fanatik, beliau senang sekali dengan fenomena-fenomena adi-alami yang biasa disenangi oleh kebanyakan orang Jawa yang lain. Sering saya melihat beliau berjuang melawan kantuk yang teramat sangat, namun ketika saya menganjurkan kepada beliau untuk tidur, maka beliau selalu menolak dengan alasan bahwa dia sedang “tirakat”. Ini adalah sebuah ritual turun-temurun dari nenek moyang yang terhenti pada beliau, karena saya sudah tidak melestarikan tradisi itu.
Dalam pengertian saya, mungkin tirakat memiliki artian yang begitu dekat dengan berupaya dengan bersungguh-sungguh. Namun saya tidak pernah tahu apa hubungannya berupaya bersungguh-sungguh dengan tidur larut tanpa melakukan apa-apa. Saya tahu meditasi, dan kadang-kadang saya melakukannya, tapi apa yang dilakukan oleh ayah saya sepertinya bukan meditasi.
Namun soal ketabahan dan kesetiaan, beliau tidak ada tandingannya. Saya ingat ketika almarhumah Ibu saya tercinta (semoga dia beristirahat dengan tenang) berjuang untuk tetap hidup dalam melawan kangker ganas, ayah saya terus-terusan mendampingi hingga akhirnya Ibu tidak kuat dan berpulang. Saya tahu sendiri bagaimana beliau tidak tidur, melamun, dan bingung karena menghawatirkan keselamatan istrinya tercinta. Karena tidak ada waktu untuk tidur, maka Ayah saya seringkali kedapatan tidur sambil terduduk disebuah kursi karena menunggui Ibu saya.
Ayah saya tidak terlalu mengatur kehidupan saya, sehingga saya bebas melakukan apapun yang ingin saya lakukan. Namun itu tidak berarti dia tidak menyayangi saya, tentu saja saya tahu bahwa beliau sangat menyayangi saya. Jika saya senang karena memperjuangkan sesuatu dan berhasil, maka beliau pun ikut senang. Beliau hanya bodoh dan ketinggalan jaman, hingga beliau tidak tidak dapat memahami jalan pikiran dan idealis saya, namun jauh di dalam lubuk hatinya beliau menginginkan saya bahagia. Beliau memimpikan saya memiliki kehidupan yang bahagia, namun dia tidak dapat berbuat banyak karena secara finansial beliau tidak kuat. Beliau juga tidak dapat memahami pola berpikir saya, sehingga beliau tidak tahu hal-hal apa sajakah yang dapat membahagiakan saya. Kadang beliau berkata bahwa dia menyesal tidak dapat menyekolahkan saya hingga pendidikan yang tinggi, sehingga saya kesulitan menggapai mimpi saya. (Seorang office boy klinik memperhatikan saya dari jauh, dan melihat saya dengan tatapan aneh karena saya mengetik sambil menangis), what a life…
Dan sekarang ayah saya sedang sakit, saya ingin membuktikan bahwa saya sangat menyayangi beliau. Semoga bubur spesial KaYungyun dan Vermint dapat membuat hatinya senang, semoga panggilan-panggilan telepon saya untuk menanyakan keadaannya dapat membuat beliau merasa diperhatikan. Sementara beliau sedang sakit, saya mengambil alih semua pekerjaan sehari beliau.
I love you daddy, may God protects you.
You are always in my heart.
Saya mengetik tulisan ini disebuah klinik, sembari menunggui ayah saya yang sedang sakit. Dokter mengatakan bahwa sakitnya terlalu parah untuk dirawat dirumah, jadi terpaksa dia harus diopname meskipun dia menolak karena alasan biaya. Karena perbedaan idealis yang sangat lebar, maka sering kali ayah adalah pribadi yang sangat menjengkelkan bagi saya. Dalam banyak kesempatan, beliau sering kali membuat saya jengkel dan marah. Namun saya juga yakin bahwa perilaku saya seringkali membuat beliau muak.
Ayah saya adalah seorang Muslim yang biasa-biasa saja, tidak dapat dibilang sangat mentaati aturan agama. Namun beliau adalah penganut ke-tauhid-an yang sangat taat, kepercayaan beliau kepada takdir sedemikian tinggi, hingga dia meyakini bahwa kehidupan ini sudah digariskan sebelumnya. Sebagai orang Jawa yang agak fanatik, beliau senang sekali dengan fenomena-fenomena adi-alami yang biasa disenangi oleh kebanyakan orang Jawa yang lain. Sering saya melihat beliau berjuang melawan kantuk yang teramat sangat, namun ketika saya menganjurkan kepada beliau untuk tidur, maka beliau selalu menolak dengan alasan bahwa dia sedang “tirakat”. Ini adalah sebuah ritual turun-temurun dari nenek moyang yang terhenti pada beliau, karena saya sudah tidak melestarikan tradisi itu.
Dalam pengertian saya, mungkin tirakat memiliki artian yang begitu dekat dengan berupaya dengan bersungguh-sungguh. Namun saya tidak pernah tahu apa hubungannya berupaya bersungguh-sungguh dengan tidur larut tanpa melakukan apa-apa. Saya tahu meditasi, dan kadang-kadang saya melakukannya, tapi apa yang dilakukan oleh ayah saya sepertinya bukan meditasi.
Namun soal ketabahan dan kesetiaan, beliau tidak ada tandingannya. Saya ingat ketika almarhumah Ibu saya tercinta (semoga dia beristirahat dengan tenang) berjuang untuk tetap hidup dalam melawan kangker ganas, ayah saya terus-terusan mendampingi hingga akhirnya Ibu tidak kuat dan berpulang. Saya tahu sendiri bagaimana beliau tidak tidur, melamun, dan bingung karena menghawatirkan keselamatan istrinya tercinta. Karena tidak ada waktu untuk tidur, maka Ayah saya seringkali kedapatan tidur sambil terduduk disebuah kursi karena menunggui Ibu saya.
Ayah saya tidak terlalu mengatur kehidupan saya, sehingga saya bebas melakukan apapun yang ingin saya lakukan. Namun itu tidak berarti dia tidak menyayangi saya, tentu saja saya tahu bahwa beliau sangat menyayangi saya. Jika saya senang karena memperjuangkan sesuatu dan berhasil, maka beliau pun ikut senang. Beliau hanya bodoh dan ketinggalan jaman, hingga beliau tidak tidak dapat memahami jalan pikiran dan idealis saya, namun jauh di dalam lubuk hatinya beliau menginginkan saya bahagia. Beliau memimpikan saya memiliki kehidupan yang bahagia, namun dia tidak dapat berbuat banyak karena secara finansial beliau tidak kuat. Beliau juga tidak dapat memahami pola berpikir saya, sehingga beliau tidak tahu hal-hal apa sajakah yang dapat membahagiakan saya. Kadang beliau berkata bahwa dia menyesal tidak dapat menyekolahkan saya hingga pendidikan yang tinggi, sehingga saya kesulitan menggapai mimpi saya. (Seorang office boy klinik memperhatikan saya dari jauh, dan melihat saya dengan tatapan aneh karena saya mengetik sambil menangis), what a life…
Dan sekarang ayah saya sedang sakit, saya ingin membuktikan bahwa saya sangat menyayangi beliau. Semoga bubur spesial KaYungyun dan Vermint dapat membuat hatinya senang, semoga panggilan-panggilan telepon saya untuk menanyakan keadaannya dapat membuat beliau merasa diperhatikan. Sementara beliau sedang sakit, saya mengambil alih semua pekerjaan sehari beliau.
I love you daddy, may God protects you.
You are always in my heart.
Minggu, 08 Maret 2009
Old Pity Woman
She was washing mustard greens when I came to her
I saw her wearing a worn out cloth
Her smells was very stench of urine
Her left arm was broke so that she cannot cleans her self
She stays in a very small and musty house
She sleeps and eats inside this hell
I saw her wearing a worn out cloth
Her smells was very stench of urine
Her left arm was broke so that she cannot cleans her self
She stays in a very small and musty house
She sleeps and eats inside this hell
She has no imagination about future
No body want her, no body care about her
Give her your food and she will pray for you
Give her your money and she will cry for you
What an old pity woman....
Brother and sister, please follow me...
Working together in peace, love and brotherhood
Sabtu, 07 Maret 2009
Pamer
Ketika seseorang sedang memakai perhiasan berkilauan maka dia akan dibilang pamer. Ketika seseorang sedang keluar dengan mobil bagus, maka dia akan dibilang pamer. Ketika sesorang sedang memakai arloji bagus, maka dia akan dibilang pamer. Ketika seseorang memampang foto mereka di ruang tamu atau di desktop-nya, maka dia akan dibilang pamer. Ketika seseorang sedang kelihatan sedang membawa laptop, maka dia akan kelihatan pamer. Ketika seseorang sedang unjuk kebolehan memperagakan tendangan putar Karate, maka dia dibilang pamer. Ketika seseorang memakai atribut Tae kwon Do, Karate, atau Aikido, di jaket, maka dia akan dibilang pamer.
Ketika orang kampung sedang berbicara tentang Segitiga Bermuda maka dia akan dibilang pamer. Ketika seorang buruh membaca buku pengetahuan, maka dia akan dibilang pamer. Ketika seorang tukang becak mengakses internet, maka dia akan dibilang pamer. Ketika seseroang berusaha mengekspresikan bahwa dirinya bisa, maka dia akan dibilang pamer.
Ketika seseorang berusaha menunjukan hasil pemikirannya di blog, maka….
Tapi,
Ketika seseorang memakai atribut, Manchester United, atau Arema, maka mereka dibilang tidak pamer. Ketika seseorang sedang mengadakan acara mahal untuk merayakan tahun baru Imlek, atau Idul Adha, atau Natal, maka dia tidak akan dibilang pamer
Ketika seorang sedang memakai songkok atau peci haji, maka dia tidak dibilang pamer. Ketika seseorang sedang memakai Anteng, maka dia tidak akan dibilang pamer. Ketika seseorang memakai baju pendeta, maka dia tidak akan dibilang pamer. Ketika seorang sedang membawa Rosario atau Tasbih, maka dia tidak akan dibilang pamer. Ketika seseorang sedang kelihatan mondar-mandir membawa atribut-atribut agama maka dia tidak akan dibilang pamer, mereka tidak akan dianggap berlebihan . Padahal semua orang tahu bahwa atribut agama yang mereka pakai itu sama sekali tidak nyaman jika dibandingkan dengan perkakas moderen.
Ketika seseorang berusaha menunjukan hasil pemikirannya di blog, maka….
Ahh... Bullshit…
Ketika orang kampung sedang berbicara tentang Segitiga Bermuda maka dia akan dibilang pamer. Ketika seorang buruh membaca buku pengetahuan, maka dia akan dibilang pamer. Ketika seorang tukang becak mengakses internet, maka dia akan dibilang pamer. Ketika seseroang berusaha mengekspresikan bahwa dirinya bisa, maka dia akan dibilang pamer.
Ketika seseorang berusaha menunjukan hasil pemikirannya di blog, maka….
Tapi,
Ketika seseorang memakai atribut, Manchester United, atau Arema, maka mereka dibilang tidak pamer. Ketika seseorang sedang mengadakan acara mahal untuk merayakan tahun baru Imlek, atau Idul Adha, atau Natal, maka dia tidak akan dibilang pamer
Ketika seorang sedang memakai songkok atau peci haji, maka dia tidak dibilang pamer. Ketika seseorang sedang memakai Anteng, maka dia tidak akan dibilang pamer. Ketika seseorang memakai baju pendeta, maka dia tidak akan dibilang pamer. Ketika seorang sedang membawa Rosario atau Tasbih, maka dia tidak akan dibilang pamer. Ketika seseorang sedang kelihatan mondar-mandir membawa atribut-atribut agama maka dia tidak akan dibilang pamer, mereka tidak akan dianggap berlebihan . Padahal semua orang tahu bahwa atribut agama yang mereka pakai itu sama sekali tidak nyaman jika dibandingkan dengan perkakas moderen.
Ketika seseorang berusaha menunjukan hasil pemikirannya di blog, maka….
Ahh... Bullshit…
Jumat, 06 Maret 2009
Guru Kehidupan

Dalam kehidupan ini saya merasakan adanya keharusan dan tuntutan dari dalam diri saya sendiri untuk belajar berbagai macam hal. Saya adalah warga negara bebas, dan saya bebas untuk menjalani kehidupan dengan santai. Saya bebas untuk mendapatkan kebahagiaan dengan tidak melakukan apa-apa (bermalas-malasan)dan bersenang-senang, dan saya bebas berkumpul dengan teman-teman yang suka bersenang-senang pula.
Namun ternyata hati saya menghendaki lain, saya tidak bisa memperoleh kebahagiaan dengan cara tidak melakukan apa-apa, menganggur bengong, membiarkan lamunan melayang jauh, atau sekedar bersenang-senang menghabiskan uang. Kenyataanya saya hanya bisa merasa bahagia ketika saya mengetahui bahwa saya memperoleh pengalaman dan pelajaran baru setiap harinya. Saya tidak tahan dengan keadaan yang sama atau kondisi status quo, yang megharuskan saya bertindak dan berpikir dengan cara yang sama terus menerus.
Pola berpikir macam itu mengharuskan saya untuk menemukan pribadi-pribadi yang cocok, agar saya merasa berbahagia selaku mahluk sosial. Dan Puji Tuhan saya telah dipertemukan dengan Winto, Pak Rianto dan Eng. Pada mulanya saya hanya merasa cocok berteman dengan mereka, namun dalam berbagai kesempatan mereka telah menjadi guru kehidupan bagi saya.
Secara teknis mereka tidak mengajarkan kepada saya banyak hal, namun secara mental, kehadiran pribadi mereka telah sangat banyak mempengaruhi kehidupan saya. Mungkin mereka tidak pernah merasa melakukan hal positif untuk saya, namun kenyataannya mereka telah mempengaruhi cara saya dalam berpikir dan bertindak sehingga saya dapat merasakan suatu kemajuan di dalam perikehidupan saya. Untuk itu mereka telah saya anggap sebagai guru… guru kehidupan yang sangat saya hormati. Tanpa adanya mereka, sudah tidak mungkin saya menjadi seperti yang sekarang ini. Saya tidak sedang mengatakan bahwa saya adalah orang baik, namun saya merasa bahwa saya adalah orang yang jauh lebih baik dari pada diri saya yang dulu, sebelum bertemu dengan mereka.
.
Winto : Seorang sahabat yang telah menjadi saudara, mengajarkan ketertiban, ketelatenan, dan kemauan kuat. Telah sabar mendengarkan celotehan saya, menjadi tempat sampah bagi sampah-sampah emosi yang ada dalam hati saya. Telah menjadi seorang teman setia dalam suka maupun duka. Telah banyak memberikan dukungan-dukungan moril bagi saya dalam menghadapi suatu keputus-asaan yang merusak jiwa.
Pak Rianto : Seorang Bapak yang berpengalaman bagi jiwa saya yang rewel, yang sering sekali membutuhkan petunjuk-petunjuk untuk menemukan jati diri saya. Dia telah banyak memberikan waktunya untuk sekedar menasihati saya dan menemani saya dalam keadaan bimbang. Pengalaman-pengalaman hidupnya telah menjadikan suatu inspirasi positif buat saya, dan telah banyak menyebabkan malu bagi diri saya sendiri yang mudah sekali menyerah.
Eng : Seorang sahabat muda yang telah banyak memberikan pelajaran kepada saya. Perilakunya menjadi contoh bagi saya untuk membuat saya untuk tetap bersemangat dalam menjalani hari-hari yang membosankan. Dia mengajari saya bahwa apabila seseorang sedang menginginkan sesuatu, maka dia harus berusaha mewujudkan keinginan tersebut dengan sepenuh hati. Dia juga mengajari kepada saya bahwa dalam keadaan putus asa seperti apapun, kita harus memastikan bahwa kita sedang melakukan sesuatu.
Saya mengucapkan terimakasih kepada mereka, jasa mereka akan selalu saya kenang, pribadi mereka tidak akan saya lupakan. Semoga Tuhan memberkati mereka... God bless my Compadre, God bless everyone...
Namun ternyata hati saya menghendaki lain, saya tidak bisa memperoleh kebahagiaan dengan cara tidak melakukan apa-apa, menganggur bengong, membiarkan lamunan melayang jauh, atau sekedar bersenang-senang menghabiskan uang. Kenyataanya saya hanya bisa merasa bahagia ketika saya mengetahui bahwa saya memperoleh pengalaman dan pelajaran baru setiap harinya. Saya tidak tahan dengan keadaan yang sama atau kondisi status quo, yang megharuskan saya bertindak dan berpikir dengan cara yang sama terus menerus.
Pola berpikir macam itu mengharuskan saya untuk menemukan pribadi-pribadi yang cocok, agar saya merasa berbahagia selaku mahluk sosial. Dan Puji Tuhan saya telah dipertemukan dengan Winto, Pak Rianto dan Eng. Pada mulanya saya hanya merasa cocok berteman dengan mereka, namun dalam berbagai kesempatan mereka telah menjadi guru kehidupan bagi saya.
Secara teknis mereka tidak mengajarkan kepada saya banyak hal, namun secara mental, kehadiran pribadi mereka telah sangat banyak mempengaruhi kehidupan saya. Mungkin mereka tidak pernah merasa melakukan hal positif untuk saya, namun kenyataannya mereka telah mempengaruhi cara saya dalam berpikir dan bertindak sehingga saya dapat merasakan suatu kemajuan di dalam perikehidupan saya. Untuk itu mereka telah saya anggap sebagai guru… guru kehidupan yang sangat saya hormati. Tanpa adanya mereka, sudah tidak mungkin saya menjadi seperti yang sekarang ini. Saya tidak sedang mengatakan bahwa saya adalah orang baik, namun saya merasa bahwa saya adalah orang yang jauh lebih baik dari pada diri saya yang dulu, sebelum bertemu dengan mereka.
.
Winto : Seorang sahabat yang telah menjadi saudara, mengajarkan ketertiban, ketelatenan, dan kemauan kuat. Telah sabar mendengarkan celotehan saya, menjadi tempat sampah bagi sampah-sampah emosi yang ada dalam hati saya. Telah menjadi seorang teman setia dalam suka maupun duka. Telah banyak memberikan dukungan-dukungan moril bagi saya dalam menghadapi suatu keputus-asaan yang merusak jiwa.
Pak Rianto : Seorang Bapak yang berpengalaman bagi jiwa saya yang rewel, yang sering sekali membutuhkan petunjuk-petunjuk untuk menemukan jati diri saya. Dia telah banyak memberikan waktunya untuk sekedar menasihati saya dan menemani saya dalam keadaan bimbang. Pengalaman-pengalaman hidupnya telah menjadikan suatu inspirasi positif buat saya, dan telah banyak menyebabkan malu bagi diri saya sendiri yang mudah sekali menyerah.
Eng : Seorang sahabat muda yang telah banyak memberikan pelajaran kepada saya. Perilakunya menjadi contoh bagi saya untuk membuat saya untuk tetap bersemangat dalam menjalani hari-hari yang membosankan. Dia mengajari saya bahwa apabila seseorang sedang menginginkan sesuatu, maka dia harus berusaha mewujudkan keinginan tersebut dengan sepenuh hati. Dia juga mengajari kepada saya bahwa dalam keadaan putus asa seperti apapun, kita harus memastikan bahwa kita sedang melakukan sesuatu.
Saya mengucapkan terimakasih kepada mereka, jasa mereka akan selalu saya kenang, pribadi mereka tidak akan saya lupakan. Semoga Tuhan memberkati mereka... God bless my Compadre, God bless everyone...
Langganan:
Postingan (Atom)