Senin, 30 Maret 2009

No Fear?

“No Fear” kata-kata itu seringkali terlihat dicetak di kaos-kaos atau kemeja Cowboy. Dalam pengertian saya, kata-kata itu bermakna hidup tanpa dibayang-bayangi perasaan takut dalam bentuk apapun. Benarkah manusia dapat terlepas dari perasaan takut sama sekali? Atau dapatkah seorang penakut melatih dirinya untuk tidak lagi menjadi terlalu penakut?

Katanya di masa yang lampau orang-orang dari berbagai bangsa berusaha keras untuk menundukan rasa takut dan menumbuhkan sikap kesatria. Hal-hal seperti ini sangat diperlukan untuk membantu mereka melewati hari-hari mereka untuk hidup dalam suatu komunitas yang rapuh oleh karena peperangan. Jelas seorang penakut tidak akan dapat bertahan hidup dalam keadaan kacau seperti ini. Bangsa-bangsa yang terkenal akan keberaniannya tersebut adalah Viking, Yunani Sparta, Indian Apache, Orang-orang Bugis, Orang-orang Arab, Orang-orang Mongol dan lain-lain.

Apakah keberanian itu hanya ditujukan untuk kepentingan peperangan atau konflik antara sesama manusia? Katanya sih tidak, ada orang yang bilang bahwa keberanian sejati adalah keberanian menghadapi realita permasalahan yang dihadapi oleh diri pribadi. Ini penting sekali karena pada kenyataannya orang cenderung melarikan diri dari permasalahannya dan bersembunyi kepada hal-hal yang biasa disebut dengan entertainment, menyepi, agama, atau cinta.

Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh penakut untuk memperbaiki kehidupan pribadinya, karena dia tidak memiliki keinginan untuk bersahabat dengan semangat yang sebenarnya setiap hari muncul dari dalam dirinya sendiri. Dia lebih memilih dirinya gagal dalam banyak hal daripada mengambil resiko yang menakutkan untuk tampil sebagai pemenang.

Dalam film yang berjudul Master and Comander saya masih teringat dengan seorang perwira rendah muda angkatan laut Inggris, berumur 30 tahun, berperawakan seperti anak kecil yang bernama Mr.Hollom. Dia bertugas di HMS. Surprise, berawak 197 orang, berkekuatan 28 meriam, pada saat perang Inggris-Perancis pada masa Ditaktor Napoleon Bonaparte. Mr.Hollom adalah orang yang baik, hanya saja dia adalah seorang penakut dan pengecut yang tidak dapat memimpin para pelaut dengan dengan tegas, hingga suatu saat dia mendapatkan masalah karena itu.

Oleh para anak buahnya, dia disebut dengan si pembawa sial karena setiap kali Mr.Hollom mendapatkan tugas jaga, HMS.Surprise selalu berhadapan dengan Kapal perang milik swasta berbendera Prancis yang bernama Acheron, yang jauh lebih kuat dan gesit. Singkat cerita, Mr.Hollom mulai percaya dengan anggapan anak buahnya, bahwa dia telah dirasuki “Jonah” sang pembawa sial, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia terlalu pengecut untuk berbuat sesuatu. Namun pada suatu malam dia berpamitan, mengucapkan selamat tinggal kepada rekan perwiranya yang bernama Mr.Blatnick, setelah itu dia melompat ke laut dengan menggenggam sebutir peluru meriam, dan tenggelamlah dia.

Meskipun pengecut, Mr.Hollom telah menunjukan keberanian yang luar biasa dengan menjauhkan si Jonah pembawa sial dari HMS.Surprise, seperti yang dia percayai. Meskipun ini hanyalah sebuah film, namun film ini menunjukan suatu keberhasilan seseorang dalam mengalahkan musuh terbesarnya, yaitu dirinya sendiri.

Seperti cerita lama dari yang saya baca dari tradisi Zen, yang menceritakan tentang seorang petani yang telah kehilangan lembunya. Dia bersusah payah menemukan dan menjinakan kembali sapinya yang hilang itu. Karena usaha keras dan ketabahan yang luar biasa, maka petani itu dapat membawa pulang kembali sapinya yang tadinya telah menjadi liar itu.

Mungkin cerita kuno dari tradisi Zen itu adalah metafora dari realitas pikiran kita. Saya beranggapan bahwa sebagian orang termasuk saya, telah lama terlena dengan mengejar kesenangan tiada henti sehingga lupa berkomunikasi dengan diri kita sendiri. Mengapakah kita perlu berkomunikasi dengan diri kita sendiri? Jawabnya adalah bahwa kita adalah tuan dari diri kita sendiri. Seorang majikan harus menjaga komunikasi dengan bawahannya terus menerus kalau dia tidak ingin kehilangan kendali atas orang-orang yang menjadi bawahannya tersebut.

Apabila pikiran tidak pernah diperhatikan, tidak diatur, maka dia akan melayang-layang liar. Seperti halnya petani yang tidak memperhatikan kondisi tali kekang sapinya, maka suatu saat tali kekang itu akan putus, sapinya akan lepas kemana-mana dan akan menjadi liar. Maka yang menjadi kesimpulan adalah bahwa penting sekali untuk membuat pikiran kita berada dibawah kendali kita sehingga pikiran-pikiran itu tidak menyengsarakan kita.

Ada sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa penguasa sejati adalah dia yang menguasai dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar