Minggu, 22 Februari 2009

Mortal Combat De Jalan Batubara

Banyak cara untuk membuat pikiran bisa senang sehingga harapannya badan dapat awet muda. Membuat film amatir contohnya. Dua hari yang lalu saya dan Eng mengajak Hen-hen membuat sebuah film amatir tentang beladiri dengan durasi pendek. Eng seorang Tae Kwon Doin, Hen-hen seorang Karateka, dan saya sendiri Mix Martial Art (menendang, memukul, membanting dan mengunci). Setiap orang yang muncul di film amatir ini adalah seorang pebeladiri yang sudah menggeluti beladiri selama bertahun-tahun.

Film itu diawali oleh perseteruan antara Eng dan Hen-hen, yaitu musuh bebuyutan yang sudah lama tidak akur. Dalam sebuah iringan musik Mortal Kombat yang menderu-deru, mereka bertarung sengit, saling tendang dan saling pukul. Lucunya adalah, karena Eng dan Hen-hen memiliki wajah oriental, maka film itu mengingatkan saya pada film-film tahun 70-an yang biasanya dibintangi Bruce Lee.

Tidak hanya ketrampilan memukul, menendang atau jatuhan yang diuji di situ, namun juga kemampuan akting. Eng dan Hen-hen sudah bisa ber-akting dengan cukup proporsional dan bagus. Namun malang bagi saya karena tidak satupun karakter yang cocok bagi saya kecuali peran antagonis, tidak satupun peran saya menjadi bagus kecuali peran sebagai orang jahat. Jika saya memasang muka sabar, maka kelihatan seperti orang tidak serius main film, tapi jika saya pasang wajah serius tapi tenang, kesannya dingin dan menakutkan, jadi ya sudah memang saya harus menjadi orang jahat. Dan di dalam film ini akhirnya saya memerankan seorang pribadi yang brutal berpakaian hitam-hitam ala pencak silat, namun memiliki kemampuan Grappling yang tidak tertandingi. Akhir cerita, saya membunuh Hen-hen dan Eng sekaligus dalam sebuah pertarungan sengit.

Yang paling asyik bagi saya adalah proses pengambilan gambar, koreografi dan editing. Dalam proses pengambilan gambar, saya sepenuhnya menentukan dari dari arah mana sudut kamera harus diambil. Dalam proses koreografi, saya menjadi penilai dari gerakan-gerakan matang yang sudah mereka (Eng dan Hen-hen) persiapkan. Dan dalam proses editing, karena saya yang mengerjakan sepenuhnya, maka saya senang bisa membelok-belokan cerita semau-maunya, sesuai dengan kehendak hati saya. hehehe. Tapi itu bukan berarti ngawur, setiap teknik dan gerakan harus disesuaikan dengan lagu yang menjadi background. Dan lagi jika kita serampangan memasukan adegan, lebih-lebih adegan konflik, maka akan jadi runyam deh.

Saya senang berkesempatan membuat sebuah film amatir bersama dengan rekan-rekan. Saya berterimakasih kepada Andika, Hen-hen dan Eng, mereka adalah orang-orang yang penting bagi film ini hingga bisa menjadi film yang layak di tonton. Saya berterimakasih kepada Bapak Hengky dan Ibu Lia yang telah berbesar hati meminjamkan halaman rumah mereka untuk kami. Kami sangat beruntung karena kami diijinkan oleh mereka untuk melakukan apa saja, agar kegiatan bikin film itu terlaksana, termasuk teriak-teriak sekuat-kuatnya.
Bisa menjalani hobi tanpa terhalang oleh apapun, bisa membuat seseorang menjadi teramat sangat bahagia.

1 komentar:

  1. Hobi memang harus disalurkan, siapa tahu membawa berkat. Kalaupun tidak, ya setidaknya kita sudah melakuka sesuatu yang membuat diri kita puas, banyak loh orang melakukan sesuatu tapi tidak dengan sepenuh hati akhirnya dia tidak mendapat apa2 dari sana. Contoh waktu saya mengajar, misi mendapat pengalaman malah mencuri waktu saya, meski uang lumayan, tapi kalau malah membuat menderita, aduh..mending dilepas dulu deh..hehe, eh kok jadi curhat :)

    BalasHapus