Selasa, 17 Februari 2009

Sahabat-sahabatku anak-anak Tae Kwon Do (bagian satu)

Dudik Agus Sutrisno (kanan)
18 Agustus 1979
Beladiri : Kungfu Pro Patria (1992-1994), Tae Kwon Do mulai tahun 1996.
Motto : seni beladiri adalah alat pertahanan untuk membeladiri.

Eng Ari Yohan (kiri)
20 Mei 1990
Beladiri : Pencak Silat Perisai Diri (2003-2005), Tae Kwon Do mulai tahun 2006.
Motto : beladiri membentuk pribadi yang lebih baik
Sahabat-sahabatku anak-anak Tae Kwon Do

Perbandingan senjata utama pebeladiri Tae Kwon Do (kaki)

Sebelah kiri : kaki Dudik

Sebelah kanan : kaki Eng




Dudik
Seorang Tae Kwon Do Fighter, bisa sedikit teknik Grappling berbadan kuat dan tabah


Eng
Seorang Tae Kwon Do Martial Artist Juara I se-Malang Raya tahun 2008. Berhati singa, yang bersemangat kuat untuk menjadi seorang Fighter
Hanya dengan mengandalkan kedua belah tangannya, mencengkeram pipa besi, Dudik mampu membuat badannya tergantung horisontal. Satu hal yang tidak bisa Eng lakukan, juga saya.
(lihat kaki dan betisnya, itu adalah senjata ampuh untuk meremukan tulang rusuk serta membuat seseorang harus di bawa ke dokter jika kaki itu mendarat di muka orang tersebut)
Mereka semua adalah orang-orang baik, memiliki semangat dan kemauan yang kuat. Mereka adalah sahabat-sahabat saya, para Tae Kwon Doin yang baik, yang menerima saya sebagai partner berlatih mereka, meskipun saya adalah seorang Grappler (pegulat). Seharusnya ini menjadi contoh, meskipun berbeda beladiri, namun kami bisa akur, saling belajar, dan dapat menjadi sahabat.
Dudik adalah seorang kawan lama, yang dulunya adalah seorang teman di pabrik. Waktu itu saya menjadi seorang buruh, sementara dia menjadi seorang sekuriti. Sementara Eng adalah seorang kawan baru yang dulu adalah seorang kenalan yang dikenalkan oleh teman saya yang bernama Henry Liaw. Mereka berdua adalah sama-sama seorang praktisi Tae Kwon Do. Sekitar dua minggu yang lalu kami merencanakan untuk bertemu pada hari ini, senin 16 Februari 2009. Saya sangat kesulitan untuk mengatur waktu yang tepat untuk mempertemukan mereka berdua. Sekitar satu minggu yang lalu, saya gagal mempertemukan mereka, karena mereka sama-sama sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Awalnya saya bercerita kepada Eng bahwa saya memiliki seorang sahabat praktisi Tae Kwon Do, nama nya Dudik. Saya bilang sama Eng bahwa akan sangat bermanfaat apabila dia saya pertemukan dengan Dudik, agar mereka bisa saling belajar bersama, dan bertukar pengetahuan. Saya usulkan dalam pertemuan itu, sebaiknya mereka saling menjajal kemampuan mereka dengan melakukan sparring, sehingga mereka bisa mendapat pelajaran berharga dari memperhatikan gaya bertarung masing-masing.
Eng adalah seorang belia, juara satu dalam pertandingan Tae Kwon Do se-Malang Raya pada tanggal 18 Mei 2008, pada usia 17 tahun (2 hari menjelang ulang tahun yang ke 18-nya), namun dia tidak memiliki pengalaman apapun dalam konflik yang melibatkan Tae Kwon Do di dalamnya. Sementara Dudik adalah seorang Tae Kwon Do in yang belum memiliki prestasi apapun dalam pertandingan Tae Kwon Do, namun dia sudah dua kali membawa-bawa teknik Tae Kwon Do ke dalam suatu konflik serius yang nyata.

Menurut pengamatan saya, Dudik memiliki keunggulan tertentu yaitu memiliki kematangan tubuh cukup jika dibanding dengan Eng. Dulu saya pernah latihan intensif dengan Dudik hingga beberapa bulan lamanya. Saya tahu betul seberapa kuat fisik anak ini, seberapa cepat, kuat dan akurat tendangannya. Tendangan saya yang memiliki background Capoeira otodidak, sama sekali tidak berdaya menyamai keampuhan tendangan Tae Kwon Do Dudik. Eng memiliki keunggulan dalam pemahaman akan sistem yang berlaku pada beladiri Tae Kwon Do, namun dia belum memiliki tubuh sekuat Dudik karena badan dia belum berhenti bertumbuh. Tapi kelihatan sekali bahwa Eng memiliki semangat yang luar biasa kuat untuk memahami mekanisme perkelahian nyata, dan dia tidak hanya puas dengan kemampuan menendang yang saat ini dia miliki. Eng ingin berimprovisasi.

Saya merasa kasihan dengan Dudik. Dia adalah seorang fighter Tae Kwon Do yang mencintai Tae Kwon Do dengan sepenuh hatinya. Dia memiliki motivasi tertentu, bahwa dia ingin memiliki kemampuan yang cukup untuk membela dirinya dengan mengandalkan beladiri Tae Kwon Do. Namun tuntutan situasi dan kondisi tidak memungkinkan dia untuk bisa aktif mengikuti organisasi beladiri ini. Dudik pada waktu saya menulis ini, dia adalah seorang buruh pabrik perusahaan Jepang, yang harus bekerja ekstra keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sepulang dari perusahaan, bapak dua anak ini masih harus bekerja lagi menunggu stand buah miliknya. Tidak ada waktu lagi untuk Tae Kwon Do.

Untuk itulah hari ini saya berniat mempertemukan mereka, Dudik dan Eng, dua sahabat dekat saya yang saya cintai. Namun sayang sekali, Dudik sudah berusaha datang tepat waktu yaitu jam 10.15, namun Eng berhalangan untuk datang tepat waktu karena dia ada urusan di kampusnya. Eng baru datang sekitar jam 12.00 siang, nah pada jam segitu tempat yang akan kami pakai untuk berlatih bareng akan dipenuhi oleh siswa yang baru pulang dari sekolah, jadi jadwal latihan hari ini kami delay. Hari ini kami bersepakat untuk bertemu lagi pada hari selasa minggu depannya, tanggal 24 Februari 2009. Eng ingin menjajal kemampuan Dudik, mereka akan bertarung dalam perkelahian sungguhan dalam style Tae Kwon Do, dengan peraturan mereka sendiri. Mereka akan saling mempersiapkan diri untuk tanggal itu.

Bersambung...

1 komentar: