Fenomena orang merokok bisa kita temui di mana-mana. Orang merokok di mana-mana, di angkot, di WC, di tempat kerja, bahkan pada tempat-tempat yang jelas-jelas terlarang untuk merokok. Merokok adalah perilaku mengasap, yang memiliki sedemikian banyak resiko mematikan mulai dari hipertensi, impotensi, hingga gangguan kehamilan. Mengapa seorang anak manusia bisa begitu mencandu pada perilaku sederhana seperti ini, apa sih yang penyebabnya? Mengapa mereka berani mempertaruhkan kesehatannya untuk hal sesederhana ini.
Fenomena orang berpacaran juga hampir sama seperti fenomena orang merokok, mereka dapat kita jumpai di mana-mana. Mulai dari tempat kerja hingga WC, atau bahkan tempat-tempat yang jelas-jelas terlarang untuk berpacaran. Jadi berpacaran adalah semacam kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh dua orang yang katanya saling mencintai. Dalam beberapa kasus, pada beberapa pasangan tertentu, utamanya pasangan pemuda, seringkali pacaran menimbulkan sedemikian banyak resiko. Adapun resiko tersebut adalah kehilangan waktu untuk belajar lebih banyak tentang kehidupan, menjadi naïf, cengeng, menjadi pemimpi, serta menjadi lemah secara emosinal maupun finansial. Bagi para pemuda belia kebanyakan, saya terheran mengapa mereka mempertaruhkan memiliki peluang masa depan mereka yang gemilang hanya untuk merasakan emosi sesederhana ini. Apakah mereka kecanduan cinta, apa sih yang menjadi penyebabnya?
Pacaran…? kadang-kadang saya bingung dengan apa makna sebenarnya istilah pacaran ini. Seringkali saya kesulitan mengenali perbedaan arti antara pacaran, persahabatan, dengan persaudaraan. Mengapa jika laki-laki dan perempuan yang dianggap “jadian” bisa diangap sebagai pasangan pacaran? Sementara laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan yang saling cocok satu dengan lainnya, hanya bisa dianggap bersahabat atau bersaudara?
Saya jadi menebak-nebak, apakah mungkin dalam opini mayoritas bahwa istilah pacaran selalu disepakati sebagai hubungan dua insan berbeda jenis kelamin, yang seringkali diwarnai dengan membuang waktu bersama-sama, yang saling tertarik untuk merasakan hal-hal yang berhubungan dengan emosi, ngomong ngelantur bersama, melakukan hal konyol bersama, saling berboncengan kesana-kemari tidak tentu arah, saling memboroskan uang bersama, saling memboroskan pulsa telepon genggam, saling bermesraan, saling mengucap janji, saling membual, saling bertengkar, saling mengambek, saling rujuk, bersama bersatu menjadi pasangan egois yang menganggap “dunia milik kita berdua”… atau hal-hal yang semacam itu?
Sebagian dari para pemuda menjalani hubungan berpacaran semata hanya untuk kepentingan jangka pendek yaitu hanya untuk urusan berpelesir saja, sekedar tidak ingin dianggap ketinggalan jaman, atau biar dianggap gaul, lalu terjebak kedalam emosi yang merugikan. Tentu saja sebagai anak manusia mereka ingin memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari hubungan berpacaran itu selain hanya kesenangan jangka pendek saja, namun apa yang seringkali mereka dapat? Seringkali mereka malah saling terikat diantara mereka sendiri, semakin tidak mandiri, dan sama-sama menjadi pribadi yang lemah serta bebal.
Mereka banyak kehilangan waktu untuk belajar banyak hal yang penting bagi kehidupan mereka. Dalam banyak kasus, permasalahan akan membuat orang menjadi semakin kuat, karena orang yang bersangkutan tegar dan mau belajar. Namun bagi kebanyakan pasangan muda, ketika mereka sedang tertimpa suatu permasalahan atau gonjang-ganjing, mereka akan menjadi rapuh dan cengeng. Alih-alih merenungkan jalan keluar dari permasalahan dengan cara yang paling bijaksana dan bertanggung jawab, mereka malah mengandalkan emosi dan cenderung saling menyalahkan pasangan mereka masing-masing. Jika sudah seperti ini, mereka lantas berperilaku layaknya seorang anak kecil, yaitu saling bertengkar dan saling mengutuki pasangan mereka. Perilaku mereka sama persis dengan pecandu rokok yang kena batuk hebat, atau sesak napas akut. Dalam keadaan sakit, perokok akan bersumpah serapah mengutuki rokok, namun setelah sembuh, mereka akan kembali merokok lagi.
Seperti halnya rokok yang sangat berpotensi membuat seseorang menjadi kecanduan dan menggiring pecandunya pada hal-hal yang negatif, berpacaran pun memiliki dampak yang sama. Pasangan pacaran mengalami saling kecanduan diantara mereka sendiri. Mereka akan merasa gundah apabila sehari saja mereka tidak bertemu, pikiran mereka akan dipenuhi dengan kecemburuan yang tidak masuk akal. Ketergantungan itu tidak membawa mereka kemanapun kecuali kepada kemunduran diantara mereka sendiri. Saya beropini bahwa jenis berpacaran dengan model yang seperti ini, yaitu di mana sebagian besar pemuda hampir membuang separuh dari masa mudanya untuk berpikir, berperilaku, berkehendak, dan bertimbang-timbang untuk urusan-urusan yang sepele sehubungan dengan pacaran… adalah membuang-buang waktu. Seringkali banyak pemuda tidak sadar bahwa dia telah mencandu secara kronis dengan segala hal yang berkaitan dengan pacaran, melupakan cinta lama, kemudian berpetualang mencari cinta baru, demikian berulang-ulang. Tahu-tahu mereka sudah berada dalam usia cukup matang, badan mereka kelihatan cukup tua, tetapi kesadaran mereka masih seperti seorang anak kecil, tidak banyak pelajaran hidup yang mereka dapatkan.
mungkinkah berpacaran itu dipandang sebagai latihan “berkeluarga”, untuk saling menyelaraskan jalan berpikir antara laki-laki dan perempuan, sehingga diperoleh suatu pelajaran berharga untuk menjadi seorang manusia yang normal seutuhnya . Mungkin pengertian akan konsep berpacaran yang seperti inilah yang kemudian bisa dianggap mulia, artinya bahwa konsep berpacaran inilah yang mengandung kesungguhan dan memilki tujuan jangka panjang kedepan yang terarah, lagi berencana.
Maka berpacaran pun harus dianggap sebagai sesuatu yang serius, dan harus diseriusi. Selain kita harus setia dengan pacar, kita juga harus berbuat sesuatu yang nyata untuk mendukung kemajuan pacar kita. Sehingga keduanya sama-sama untuk saling mendorong untuk berkembang menjadi pribadi yang dewasa dan bijaksana. Diantara laki-laki atau perempuan itu, mereka harus sering-sering membicarakan suatu topik yang dalam , logis, serta membangun, sehubungan dengan jalur-jalur yang ingin mereka lalui , sehingga mereka tidak dikuasai oleh emosi-emosi konyol yang selalu membuat mereka maju dan mundur. Goyang pocho-pocho. Tolaklah semua emosi yang tidak logis.
Cerita dari saudara kembar Dimitri & Oleg.
Seorang teman dari dataran tinggi Sandenburg yang bernama Benjamin Sergei, dia pernah bercerita. Di sebuah negara di eropa yang bernama Georgia terdapat sepasang saudara kandung kembar laki-laki. Mereka bernama Dimitri Kaleshnikov Wikovsky dan Oleg Kaleshnikov Wikovsky , usia mereka dua puluh tahunan awal, mereka berasal dari keluarga ekonomi menengah bawah di Distrik Grasneiy Graj.
Ketika cerita ini sedang disusun Georgia sedang bersitegang dengan negara tetangganya Russia. Anggaran belanja negara disedot pada keperluan pertahanan, sehingga ekonomi negara dalam keadaan payah. Harga barang penunjang kehidupan menjadi agak mahal, banyak pemuda yang menganggur, diantaranya adalah Dimitri dan Oleg. Sebenarnya Dimitri dan Oleg tidak benar-benar menganggur, ada beberapa pekerjaan yang mereka lakukan tapi penghasilannya sangatlah kecil, bahkan merekka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, sehingga mereka harus mengandalkan orang tua mereka.
Meskipun dalam keadaan ekonomi yang sangat menusuk dada seperti ini, namun tidak ada indikasi bahwa Dimitri dan Oleg serius dalam menata kehidupan mereka, atau berinisiatif memajukan kualitas kehidupan mereka menuju taraf yang lebih baik. Malah mereka cenderung memboroskan banyak uang, serta membuang-buang waktu belajar mereka dengan berpacaran dengan pacar-pacar mereka. Dimitri berpacaran dengan Erendin, sementara Oleg berpacaran dengan Lithuania. Erendin dan Lithuania adalah gadis biasa-biasa saja dengan karakter-karakter mereka yang tidak terlalu menonjol.
Apa yang mereka lakukan dalam kebersamaan mereka? kata mereka sendiri sih banyak hal, mereka sendiri mengaku bahwa mereka banyak melakukan hal positif bersama untuk memajukan kualitas kehidupan mereka. mereka mengatakan ini dengan sangat antusias.
Namun Benjamin Sergei, seorang teman dari Dimitri dan Oleg, dia tidak menilai demikian. Dalam penilainnya pribadi, Benjamin beranggapan bahwa Dimitri dan Oleg adalah saudara kembar yang sama-sama bodoh yang merasa nyaman dengan status kuo mereka akibat pengaruh candu dari hubungan mereka dengan pacar-pacar mereka. Hasil dari pantauan dari Benjamin itu, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa mereka tidak pernah sadar bahwa mereka telah membuang milik mereka yang berharga, yaitu waktu muda mereka. Dengan entengnya mereka mengumbar waktu mereka bersama pacar mereka, untuk melakukan hal yang remeh temeh, berbicara melantur kesana-kemari, pergi naik motor berlama-lama tanpa tujuan yang sangat penting. Seringkali Dimitri dan Oleg diminta oleh pacar-pacar mereka untuk sekedar menjadi “sopir pribadi” bagi pacar mereka.
Dimitri dan Oleg adalah dua pribadi yang lemah yang kecanduan dengan dua orang gadis yang lemah juga. Pergaulan diantara mereka tidak membawa mereka mana-mana, tidak ada satupun diantara mereka yang mampu berinisiatif untuk memajukan diri mereka. Alih-alih memikirkan suatu perencanaan tentang masa depan yang membangun dan teratur, mereka malah cenderung menghanyutkan diri pada suasana, seakan-akan mereka membiarkan diri mereka diatur oleh takdir. Mereka hanya mau enjoy saja dalam suasana apapun yang melingkupi diri mereka, dengan tidak banyak melakukan tindakan yang berarti.
Padahal Dimitri dan Oleg pernah mengungkapkan suatu kekecewaan mereka kepada Benjamin atas nasib mereka yang yang tidak pernah mengalami perubahan, dan malah cenderung mengalami kemunduran. Mereka pernah berkata bahwa mereka mendambakan suatu perubahan gaya hidup untuk menjamin agar impian mereka tercapai semuanya. Benjamin menyaksikan sendiri bahwa Dimitri dan Oleg sangat mendambakan untuk menjadi pribadi yang lebih maju dan serius. Namun Benjamin juga menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa mereka tidak pernah melakukan usaha-usaha yang serius untuk mebuat diri mereka menjadi lebih baik. Jika tidak sedang bersama pacar mereka, maka mereka lebih banyak meluangkan waktu mereka untuk main game atau tidur. Ini adalah indikasi bahwa mereka sangat tercandui oleh pacar mereka. Jadi tanpa kehadiran pacar-pacar mereka itu, mereka akan segera bosan dengan kesendirian mereka, dan menjadi tidak berdaya untuk melakukan sesuatu yang berguna. Itulah mengapa dalam kesendiriannya, mereka cenderung membuang waktu mereka untuk main game atau tidur.
Dua puluh tahun berikutnya
Dimitri telah menikahi Erendin, dan Oleg telah menikahi Lithuania. Mereka semua dikaruniai dua anak yang cerdas lagi rupawan. Mereka adalah keluarga yang biasa saja, tidak kaya namun juga tidak miskin. Dimitri bekerja di Vratska Dokyard sebagai tukang las, sementara Oleg bekerja sebagai serabutan di pertanian Hidroponik di Distrik Kiev. Segala hal dalam keluarga itu terlihat normal-normal saja kecuali kenyataan bahwa mereka bosan dengan keadaan mereka yang sama, terus-menerus sepanjang tahun. Dimitri dan Oleg selalu diekori oleh perasaan malu, karena mereka gagal menjadi orang yang serius, sesuatu yang mereka anggap sebagai suatu kemuliaan.
Sekarang Dimitri dan Oleg berumur empat puluh lima tahun-an, bekerja terus tanpa henti, namun tidak ada jaminan mereka mampu menyekolahkan anak mereka setinggi setinggi anak-anak mereka. Bagaimana dengan cita-cita mereka? hmm sejak beberapa tahun setelah pernikahan mereka, cita-cita itu mulai luntur dengan sendirinya. Sekarang tidak ada lagi yang namanya cita-cita, yang ada adalah masa-masa penantian panjang membosankan menunggu kematian. Bagaimana dengan anak-anak mereka? Juliana, Igor, Nikita, Boris, Sophia, dan Gregory, mewarisi mental orang tua mereka, yaitu memiliki pribadi yang lemah, berpacaran dengan pemuda dan pemudi yang lemah pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar