Malam ini saya bermalam di rumah Suk Hengky, hingga saya mengetik ini saya masih di rumah beliau. Saya datang sekitar jam 18:30. Beberapa hari sebelumnya saya sudah memohon ke Ai Lia (istri tercinta Suk Hengky) supaya diijinkan untuk karaoke di dirumah beliau, dan beliau membolehkan. Suk Hengky dan Ai Lia adalah orang tua dari Hen-hen, seorang kenalan yang kini sudah menjadi teman dekat.
Malam itu saya datang dengan membawa empat kaset, terdiri dari satu kaset tembang Budhis, dan tiga kaset lagu Country. Lagu Country saya itu berisi lagu-lagu Pop semi Country jaman dalu sekitar tahun 70-an. Dari karaoke sebelumnya saya tahu kalau Suk Hengky suka sekali dengan lagu jaman dahulu, mungkin untuk mengenang masa mudanya kali.
Ada dua anak India yang bernyanyi bersama kami, namanya Akash Sharma, dan Mohsin Alam. Mereka adalah dosen Universitas Machung (universitas Tionghoa di Malang), yang satu dosen bahasa Inggris, dan yang satunya lagi adalah dosen IT. Mereka turut bernyanyi bersama kami, sekena-kenanya, sebisa-bisanya, karena mereka tidak biasa dengan musik Pop Country jaman dahulu. Maklum saja mungkin mereka terbiasa menyanyikan lagu-lagu Bollywood India. Adapun judul lagu-lagu yang saya nyanyikan adalah Take Me Home Country Road, Ginny Comes Lately, The Rivers Of No Return, Stoney, Let It Be Me, Only You, Massachussets, Love Is Blue, Sayonara, Somewhere Between, Achy Breaky Heart dan Boulevard. Kadang-kadang diselingi dengan musik Campur Sari, dan lagu-lagu Mandarin.
Kami bernyanyi bersama hingga jam 3 pagi, keras-keras, karena rumah mereka jauh dari rumah tetangga. Keluarga ini memiliki sebuah sound system besar di ruang keluarga mereka, yang mirip-mirip dipakai untuk acara pernikahan di kampong-kampung. Saya senang dengan keluarga ini karena kentalnya suasana keluargaan. Mereka senang sekali berbicara keras-keras diantara mereka sendiri. Jika mereka lagi guyon, hoho, bagi yang tidak terbiasa pasti dikira bahwa mereka sedang bertengkar. Saya tidak perlakukan sebagai seorang yang asing, meskipun saya baru mengenal keluarga ini. Ai Lia selalu memberi saya kue, dan beliau tidak pernah perhitungan jika mengajak saya keluar untuk makan di restoran. Bahkan sering kali saya sampai sungkan sendiri, karena tidak jarang beliau mengajak saya ke rumah makan mahal.
Sebenarnya bukan Ai Lia saja yang sering membawa saya ke restoran mahal. Kevin, seorang teman Amerika juga beberapa kali membawa saya makan di restoran mahal, seringkali beberapa kali makan di restoran hotel. Namun si Kevin melakukan itu karena dia memang membutuhkan saya, jadi dalam suatu perjalanan tertentu ketika dia membutuhkan seorang penerjemah, maka saya diajak, dan dibayar dengan makanan mahal. Apabila Kevin melakukan semacam hubungan dagang dengan saya, maka tidak demikian dengan Ai Lia. Beliau memang senang mengajak saya bertemanan, kata beliau teman anak-anaknya adalah temannya juga. Tidak pernah sekalipun saya disuruh-suruh melakukan sesuatu, bahkan jika saya memaksa untuk mencuci piring bekas makan saya, maka beliau akan marah.
Pelajaran baru bagi saya bahwa tidak banyak keluarga yang sedemikian menyambut saya. Dan saya ingin jika saya besok-besok berkeluarga, maka saya akan membuat keluarga saya mirip-mirip seperti model keluarga Suk Hengky, di mana kekompakan diantara anggota keluarga sangat diperhatikan, dimana suasana keceriaan benar-benar dijaga, dimana orang tua sangat menghargai tamu anak-anaknya.
Saya senang dengan keluarga ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar