Indonesia semrawut kayak gini ini bukan hanya karena yang memimpin negara ini yang dinilai kurang, tapi rakyatnya memang maunya itu yang gampang-gampang saja. Semua orang pengin gampang dan yang simple-simple, saya tahu, tapi kalo semua hal dibikin simple maka ruwet jadinya. Dalam hal berlalu-lintas di jalan raya, seperti yang anda semua tahu ada “kebudayaan yang dijunjung tinggi” yaitu kebiasaan berkendara motor keluar gang tanpa tengok ke arah kanan terlebih dahulu. Seringkali saya jengkel dengan saudara sebangsa model kayak gini ini. Ketika saya sedang berkendara pelan, maka saya akan ambil jalur pinggir kiri untuk mempersilahkan kendaraan lain menyalip kendaraan saya. Kemudian tiba-tiba hanya beberapa meter di depan saya, seorang pemuda dengan motor sport nyelonong keluar dari gang, masuk jalan raya tanpa melihat arah kiri. Saya kaget minta ampun, tergopoh-gopoh menginjak rem mobil agak keras, menekan klakson sekuat-kuatnya… saya takut jika saya injak rem lebih keras lagi, motor-motor dibelakang saya akan menabrak mobil yang saya kendarai (karena mobil lebih mudah berhenti dari pada motor). Setelah saya klakson, pemuda itu berpaling kearah saya tanpa mengurangi kecepatan, menatap saya seperti tatapan seseorang yang ingin makan daging mentah, matanya merah, raut mukanya marah. Sampai-sampai saya ragu, yang salah itu saya atau dia sih?
Bukan hanya pemuda saja yang menjunjung tinggi budaya ngawur seperti itu. Beberapa kali lagi setelah itu saya mengalami peristiwa yang menjengkelkan seperti itu. Pelakunya pun berlainan, ada bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan pengendara sepeda pancal. Kadang-kadang kita dihadapkan pada situasi kita diharuskan manyalip dari sebelah kiri. Ini melanggar peraturan saya tahu, namun ketika anda sedang dibelakang sebuah truk besar yang setengah “kehabisan napas” karena jalan menanjak, mau tidak mau anda harus menyalip dari arah sebelah kiri. Kita juga tidak bisa terlalu menyalahkan sopir truk, kalau anda mau pakai logika, dan kalau anda menjadi sopir truk berat itu… tidak mungkin anda mengikuti peraturan “bahwa berkendara lambat harus ambil jalur kiri” dengan menjalankan kendaraan puluhan ton itu (yang seringkali memiliki gandengan) di sebelah kiri, kemudian setiap saat zig-zag untuk menghindari gerobak penjual bambu, bakso, sepeda pancal pembawa rumput… tidak mungkin, tidak mungkin terlalu beresiko. Tidak mungkin juga sopir truk tersebut membunyikan klakson besarnya di sepanjang jalan untuk mengusir para pengendara sepeda tersebut dari badan jalan, tidak mungkin.
Beberapa kali saya menyalib truk itu dari sebelah kiri. Di mana-mana kalau kita menyalib kendaraan, kita harus tancap gas untuk menghindari berlama-lama melaju berjajar dengan kendaraan besar tersebut, terlalu berbahaya. Nah disaat saya tancap gas itu, tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang keluar dari gang dengan motor super butut, tanpa menoleh dulu kearah kanan terlabih dahulu. Praktis saya tekan klakson sekuatnya, akibatnya ibu itu kaget dan tergopoh-gopoh membuang motornya keluar jalur aspal. Saya kasihan dengan ibu tersebut, namun saya juga jengkel. Masih untung dia tidak jatuh, yah tapi saya berharap bahwa ibu tersebut ambil pelajaran dari kejadian tadi.
Saking ingin simple-nya banyak orang yang ogah hanya dengan menoleh kesebelah kanan sebelum memasukan kendaraannya ke jalan raya. Saya pikir ini bukan masalah ingin simple atau tidak, tapi sudah menjadi kebudayaan di masyarakat. Kebanyakan orang akan menganggap perilaku ini sebagai sesuatu yang salah, namun beberapa teman saya yang mengatakan ini salah, suatu saat mereka akan melakukannya lagi, keluar dari gang tanpa menengok ke arah kanan, dan saya memergoki itu. Kalo sesuatu yang keliru menjadi kebiasaan, mudah bagi kita akan mengatakan itu salah, namun sulit sekali bagi kita untuk menghentikannya.
Payah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar