Rabu, 23 Desember 2009

Teman Gay

Gay Saya memiliki seorang teman yang bagi kebanyakan orang memiliki suatu penyakit mental yang sangat menjijikan, yaitu punya kecenderungan untuk tertarik terhadap sesama jenis. Dia adalah seorang gay, yang tidak malu-malu mengakui bahwa dia adalah seorang gay.

Apakah itu sesuatu yang rendah? Apakah mereka memiliki pribadi yang rendah?

Saya berkesempatan untuk menyaksikan secara langsung teman-teman sesama gay dia, juga saya mengamati teman-teman dia dari friendster-nya. Dari apa yang saya lihat dari cara mereka berpakaian, cara mereka menata rambut, dan cara mereka memoles kulit, maka saya dapat mengenali ciri-ciri luaran seorang gay. Mereka adalah pribadi yang tergila-gila dengan wewangian, kebersihan badan, obat pemutih kulit, obat pelangsing badan, minyak rambut, perut rata, badan tinggi, dan model pakaian yang selalu mengikuti jaman.

Pada suatu ketika saya pernah berkesempatan untuk berbincang secara pribadi tentang kehidupan teman saya yang gay tadi. Semua hal saya coba untuk saya tanyakan kecuali kehidupan seks dia. Lama sekali saya berbincang dengannya dan banyak sekali informasi yang saya dapatkan, hingga akhirnya tibalah pada suatu saat dimana saya menyimpulkan bahwa tidak ada yang menjijikan dengan diri mereka, termasuk kenyataan bahwa mereka menyukai sesama jenis.

Memang sulit sekali, tetapi saya harus meyakinkan diri saya sendiri bahwa sebelum saya menghakimi orang lain… setidaknya saya harus mengerti dulu bagaimana jalan pikiran mereka. Sejauh saya berbincang dengan teman saya yang gay itu, dia mengatakan berulang-ulang bahwa sekalipun dalam hidupnya dia menginginkan menjadi seorang gay. Bahkan sebaliknya, dia pernah beberapa kali berdoa kepada Tuhan untuk memutarbalik kehidupannya agar dia tidak menjadi seorang gay lagi. Dia sendiri tidak pernah mengerti akan dirinya sendiri mengapa dia memiliki kecenderungan menyukai sesama jenis.

Meskipun dalam ego pribadi saya secara prinsipil saya berpihak kepada hukum alam bahwa setiap pasangan terdiri dari dua jenis yang berbeda, namun saya menyatakan bahwa saya sangat menghormati dengan segala kenyataan yang terjadi pada teman-teman gay. Mereka sama sekali tidak rendah, mereka sama sekali tidak aneh… mereka hanya memiliki selera yang berbeda dengan kebanyakan orang.

Bagi kita yang menganggap diri kita normal, kita tidak boleh secara sepihak memberikan penilaian kita yang menurut kita benar kemudian menganggap mereka adalah pribadi rendahan. Sepanjang mereka menghormati etika, sopan dan tidak melakukan sesuatu bentuk pemaksaan kehendak yang dapat berpotensi merugikan orang lain, maka kita sepatutnya dapat menghargai dan menghormati keberadaan mereka. Mereka boleh menjadi tetangga kita, teman kita, atau bahkan mereka boleh menjadi sahabat kita.

Selasa, 06 Oktober 2009

Ketika saya malu

Saat ini saya sedang berada di sebuah rumah dari keluarga yang agak jauh, mereka bertempat tinggal di sebuah kota yang bernama Kepanjen, sudah dua hari saya menginap di sini. Rencananya saya akan tinggal beberapa hari lagi di kota ini untuk membantu seorang sepupu menangani usaha yang dia jalankan. Dia menjalankan usaha persewaan Play Station, di mana semua unit yang beroperasi di situ adalah milik saya. Beberapa hari terakhir ini dia dilanda musibah, yang menyebabkan dia tidak dapat mengurusi rental, sehingga saya harus turun tangan demi keberlangsungan usaha tersebut.

Sudah lama, yaitu hampir sekitar dua tahunan saya tidak pernah menunggui rental seperti yang saya lakukan seperti yang sekarang saya lakukan. Selama dua tahun ini… dari pada saya menghabiskan waktu saya di rental, saya lebih banyak meluangkan waktu untuk membaca buku dan bergaul dengan orang lain (saya punya hobi membaca dan bicara panjang lebar). Selama itu saya tidak perlu khawatir dengan rental saya, karena beberapa teman yang saya percaya, membantu menangani rental itu setiap harinya. Tiba-tiba saja beberapa hari terakhir saya harus menunggui rental seorang diri tanpa dibantu oleh orang lain. Timbul perasaan jenuh yang semakin lama semakin menjadi-jadi.

Saya berusaha membaca banyak buku-buku “baik” dan bergaul dengan orang-orang “baik”. Dalam persepsi pribadi, saya terbawa-bawa kepada ide-ide baik yang ditawarkan oleh mereka, dan itu membuat saya merasa jauh lebih baik. Saya berusaha mengejawantahkan ide-ide baik itu dalam kehidupan sehari-hari… dengan membantu kesulitan orang lain, menyayangi sesama, mengasihi hewan (vegetarian), dan menghindari kekerasan. Kegiatan saya membantu sepupu yang tiba-tiba saja ini benar-benar menyentak dan menusuk kesadaran saya. Saya begitu terpukul menyadari bahwa sumber penghasilan saya satu-satunya ini memiliki andil yang sangat besar terhadap penurunan moral anak-anak muda dan anak-anak kecil di banyak tempat (cabang rental saya berada di berbagai tempat).

Saya tidak dapat menenangkan diri saya dengan berdalih bahwa “saya hanya penyedia layanan” seperti halnya “saya hanya penjual pisau”. Saya bisa mengerti jika seorang penjual pisau yang mengatakan “saya hanya menjual pisau kepada pelanggan saya, adapun jika pelanggan saya menyalahgunakan pisau itu untuk membunuh, maka itu urusan pelanggan saya”. Saya tahu benar bagaimana anak-anak kecil menirukan kata-kata kotor, meskipun kata-kata itu dalam bahasa Inggris. Dalam game yang biasa di sebut dengan GTA, adegan kekerasan sangat kental di dalamnya, bahkan diantara berbagai senjata yang ditawarkan… terdapat dildo di situ (bahkan saya mendengar ada seorang anak yang mengetahui sebuah lokasi rumah bordil di dalam game itu). GTA hanya satu dari sekian banyak game yang memuat kekerasan dan tontonan dewasa di dalamnya… parahnya jika kami para pemilik rental tidak menyediakan game seperti ini maka pelanggan akan lari mengakses game yang sama di rental lain.

Tiba-tiba saja saya merasa rendah dan merasa malu dengan keadaan diri saya. Kenyataan bahwa saya adalah pemilik dari sebuah usaha rendah moral… telah melunturkan semua kebanggaan bahwa saya telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga untuk apa yang saya anggap sebagai “kebaikan”. Saya berharap Tuhan akan mengampuni saya… adapun jika itu benar-benar terjadi, saya masih tetap merasa malu dengan diri saya sendiri.

Minggu, 16 Agustus 2009

Hai orang Indonesia, kita ini bodoh... ayo belajar...

Beberapa tahun yang lalu seorang teman mengatakan kepada saya “jika engkau bertemu dengan orang asing, jangan pernah kau ceritakan tentang keburukan yang ada pada kita orang Indonesia”. Ya beberapa tahun yang lalu saya setuju dengan teman itu, namun saya mulai merasa bahwa tidak ada gunanya jika keburukan itu ditutup-tutupi… tidak akan membawa perubahan dan tidak akan membawa kita kemana-mana. Nah daripada ditutup-tutupi, mendingan saya tuliskan saja semuanya di sini, agar semua orang Indonesia tahu tentang sesuatu yang tidak baik yang ada pada mereka dalam pandangan saudara sebangsa mereka sendiri. Bahkan saya akan senang jika ada orang asing yang membaca ini, walaupun saya akan sangat merasa malu, tapi itu lebih melegakan daripada saya harus menyimpan kebodohan itu semua di dalam kepala saya.

Berikut adalah daftar kebodohan orang-orang Indonesia, utamanya orang-orang Jawa dalam pandangan pribadi saya. (kebodohan itu juga terjadi pada diri saya, yang setiap hari saya berusaha bergelut mengalahkannya).

Berkendara sangat pelan dan egois : dahulu kala akan banyak yang menyalahkan saya apabila saya memberikan statement bahwa orang Indonesia senang sekali membuang waktu mereka dengan berkendara pelan di jalan. Mereka akan dengan senang hati akan mengatakan “bukan mereka yang terlalu pelan… tapi kamu yang ngawur dan ugal-ugalan”. Namun sekarang saya memiliki banyak teman yang memiliki sudut pandang yang sama dengan saya, malah seorang teman Amerika menambahkan bahwa orang-orang Indonesia, kebanyakan dari mereka berkendara dengan sangat egois. Kata seorang teman Amerika itu orang Indonesia dapat berkendara dengan sangat pelan, membuat jalan menjadi sangat macet tanpa merasa bersalah. Seorang teman berkebangsaan India yang lain berkata bahwa kebanyakan orang Indonesia tidak banyak memiliki energi untuk melakukan banyak hal, sehingga mereka beraktifitas dengan sangat lamban.
Seperti api yang akan membesar jika tertiup angin, orang kami juga dapat berperilaku demikian. Ironi sekali bahwa jika mereka “tertiup angin” maka mereka akan memutar atau menekan gas penuh dan mengendarai kendaraan seperti orang gila kesetanan dengan membahayakan nyawa orang lain.

Kotor : kebanyakan dari orang-orang Indonesia kurang menjaga kebersihan, baik itu kebersihan badan, kebersihan rumah, juga kebersihan lingkungan. Jarang sekali ditemui tempat sampah lebih dari satu di rumah-rumah orang Indonesia. Kami memiliki tempat mandi, dapur, kamar dan ruangan-ruangan lain yang kotor yang jarang sekali kami bersihkan.

Malas : orang-orang Indonesia Pribhumi (Irlander, penjajah Belanda menamakan kami seperti itu) memiliki kebiasaan melakukan segala sesuatu dengan sangat pelan dan tidak efisien. Daripada memikirkan masalah pribadi kami masing-masing dan bertindak membuat perubahan, kami justru lebih senang nongkrong di pinggir jalan atau berkumpul di rumah seseorang untuk sekadar merumpi/ membicarakan sesuatu untuk sekedar “membicarakannya”, jarang sekali kami bertindak setelah pembicaraan itu berakhir.

Memiliki mood yang ekstrim : ini adalah ironi yang kami miliki, utamanya menjangkiti pemuda kami. Ketika pemuda kami mendapatkan motivasi tertentu untuk berbuat sesuatu tertentu… maka seolah-olah mereka itu meledak dengan semangat baru itu, menabrak-nabrak aturan dan norma-norma sudah ada. Namun jika tidak terus di motivasi, maka tidak sampai hitungan minggu semangat itu akan hilang sama sekali, entah kemana larinya tenaga menggebu-gebu itu. Akan tetapi penyakit ini tidak melulu menjangkiti kaum muda, beberapa orang yang sudah berumur yang saya kenal (termasuk orang tua saya sendiri), mereka memiliki kecenderungan memiliki mood yang sama parah dengan pemuda kami. Suatu ketika ada seorang pemuda yang pulang dari pengajian dengan membawa idealisme baru yang menggebu-gebu, cara dia bertindak dan berkata-kata terkesan sama sekali jauh berbeda dengan dia yang dulu sebelum mendatangi pengajian itu… betul-betul ekstrim. Namun setelah tiga hari kesan itu mulai meluntur dan pada akhirnya pada hari kelima perilaku serta tindakannya kembali sama sekali seperti dia sebelum datang ke pengajian itu. Idealisme yang aneh dan rapuh.

Sangat buruk dalam memperlakukan perkakas : kebanyakan kami tidak terlalu memperdulikan perkakas untuk mempermudahkan hidup kami. Mungkin nenek moyang kami sudah seperti itu, coba tengok ke pinggiran kota (tidak perlu masuk sampai ke pedalaman, karena penilaian tidak menjadi objektif karena di pedalaman perdagangan belum maju). Di pinggiran kota di mana kebanyakan penduduknya merupakan pengungsi dari pedalaman (yang masih lugu dan berpikir dengan pikiran yang tidak jauh berbeda dengan nenek moyang kami), anda bisa lihat rumahnya begitu amburadul, dan terkesan aneh. Peralatan entertainment mahal dan kebutuhan tersier seperti HD-DVD player, Home theater surround system, Play Station, ponsel semi PDA, MP3 portable dan lain-lain akan ditemukan dengan sangat mudah di beberapa rumah yang agak menengah. Namun mereka tidak memiliki tempat sampah lebih, alat kebersihan yang memadai, vacuum cleaner, pancuran air mandi, microwave, peralatan dapur yang memadai, dan alat kebutuhan lain sehari-hari yang penting. Ini menunjukan bahwa kami masih memperlakukan diri kami dengan cara yang masih primitif, sementara peralatan entertainment mahal tadi menunjukan betapa kami sangat haus dengan hiburan… karena kami sering gagal merencanakan jadwal kesibukan untuk mengisi hari-hari kami yang tidak sibuk dan remeh temeh.

Menempatkan ego pada posisi yang tidak wajar 1 : kebanyakan dari senior kami akan bertindak sedingin-dinginnya kepada junior mereka. Dengan demikian junior akan merasa takut dan selalu merasakan misteri terpendam terhadap senior mereka… dan senior itu mendapat penghormatan dari junior mereka. Menurut saya ini memang realitas yang aneh, paradigma yang aneh, daripada bertindak dingin seperti itu seharusnya sang senior bisa belajar banyak hal terus menerus kemudian memberikan pengalamannya itu kepada juniornya tersebut. Saya pikir hal itu akan lebih mendatangkan sikap hormat dari junior kepada seniornya tersebut. Bersikap dingin seperti itu juga membuat bangsa kami semakin bodoh dari hari kehari, karena minimnya transfer pengetahuan dari senior ke junior.

Menempatkan ego pada posisi yang tidak wajar 2 : ciri khas kami, salah satu yang dapat dipakai untuk menandai bahwa kami adalah orang Indonesia asli, adalah kami saling unjuk wibawa (jaim: jaga Image) diantara kami sendiri dengan bersikap tertentu. Orang kami yang berasal dari kalangan militer, polisi atau pegawai pemerintah yang lain bersikap sok dengan berjalan atau duduk dalam posisi tertentu yang justru membuat mereka terkesan angkuh. Beberapa dari kami yang berasal dari masyarakat biasa menjaga wibawa mereka sesuai dengan tempat dan kesukuan darimana mereka dibesarkan, bentuknya bisa sangat berlainan, namun sama-sama angkuh dan… tidak peduli.
Beberapa saat yang lalu saya berniat menabung di sebuah bank pemerintah. Dalam sebuah antrian, saya berdiri di belakang dua orang kecil mungil berseragam militer. Antrian itu sudah maju dan terdapat ruang kosong diantara pengantri depan dengan dua orang tentara itu, namun mereka sibuk mengobrol dan ketawa ketiwi. Dengan lembut saya mencoba mengatakan kepada mereka untuk maju sedikit karena beberapa orang juga butuh mengantri. Dua orang tidak maju tanpa memandang saya dengan sangat pedas. Sempat terlintas dikepala saya untuk membanting dua orang tentara mungil itu ke lantai.
Dahulu saya pernah mengalami kelaparan yang begitu hebat ketika saya sedang berkendara. Saya minggir untuk kemudian berniat membeli masakan vegetarian di sebuah warung. Di dalam warung itu ada seseorang yang usianya lebih tua daripada saya yang sedang duduk di bangku sementara kakinya selonjor menghalangi jalan saya. Dia tahu persis bahwa sedang berjalan untuk mendapatkan duduk di bangku sebelahnya (orang ini duduk di ujung bangku sehingga saya harus melewatinya), namun orang tersebut tidak tergerak untuk menarik kakinya yang menghalangi jalan saya. Karena saya sudah begitu jengkel, maka saya langkahi saja kakinya tanpa mengatakan permisi. Sebenarnya dia minta dihormati, dia ingin saya memohon permisi, nyatanya saya tidak melakukannya, dan nyatanya lagi dia tidak berani menegur saya karena badan saya lebih besar daripada dia.
Orang-orang kami menjaga kehormatan dengan cara yang aneh.

Sikap membebek yang keterlaluan : orang-orang kami adalah manusia oportunis yang senantiasa kecanduan dengan hegemoni yang berlaku. Umum di dengar bahwa dalam suatu kampung tertentu jika seseorang berhasil dalam suatu pekerjaan, maka tetangganya akan membebek melakukan pekerjaan yang sama dan bersaing tanpa mengenal malu. Saya memiliki usaha Play Station yang biasanya menjadi pionir di beberapa tempat, dan selalu ramai. Beberapa saat kemudian selalu ada saja diantara tetangga yang ikut-ikutan menjalankan usaha yang sama, mengekor dan menempel dan senantiasa bersiap berkonflik.
Gengsi dalam sekala yang “aneh” : jika anda pergi ke suatu kampung, baik di kota maupun di desa anda akan melihat fenomena gengsi gedhe-gedhean. Anda akan menyaksikan orang-orang berlomba menghias depan rumah mereka supaya terkesan mentereng kalau dilihat dari jalan, namun jika anda berkesempatan masuk jauh lebih dalam… maka rumah itu akan semakin kebelakang akan semakin melompong. Itu adalah kekuatan unjuk gengsi yang luar biasa gila. Hal itu juga dapat di temui dalam bentuk unjuk motor, ponsel atau unjuk pakaian.

Menjunjung tinggi kehormatan diri yang aneh : kebanyakan dari orang kami akan sangat malu dan kalap jika mereka di fitnah melakukan sesuatu yang tidak mereka lakukan. Jika sudah seperti ini mereka dapat melakukan apa saja (saya menganjurkan agar orang seperti ini jangan di dekati). Namun ironinya, sebagian besar dari mereka tidak akan malu melanggar antrian orang, atau mengambil hak orang lain.
Saya memiliki seorang teman yang memiliki harga diri yang aneh sekali. Jika menyangkut agama yang dia yakini (dia adalah seorang pemeluk agama yang payah) dia akan menunjukan raut muka konyol jika agama yang dia peluk ditempatkan pada pembicaraan yang tidak sepatutnya sesuai dengan sudut pandang kebenaran yang dia miliki. Namun dia tidak merasa malu jika dia mendapatkan bayaran dari usahanya menggandakan video cabul.

Kurang memiliki rasa bersalah : setiap orang tahu bahwa Indonesia adalah suatu negara dengan angka korupsi yang “fenomenal”. Seorang teman dari Australia mengatakan bahwa memang Indonesia masuk dalam daftar yang dicurigai bagi para pendonor dana dari negara asing yang ingin memberikan dananya untuk kemajuan rakyat Indonesia. Saya tidak berpikir bahwa budaya korupsi adalah produk pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto, saya cenderung berpikir bahwa memang korupsi adalah budaya asli masyarakat Indonesia, korupsi memang sudah menjadi perwatakan orang Indonesia.
Ketika dulu masih di taman kanak-kanak, dalam sebuah acara tertentu yang diadakan oleh sekolah TK tersebut, kami bersukaria mendatangi acara tersebut dengan didampingi oleh ibu-ibu kami. Seorang guru membawa satu tas plastik yang berisi kue tradisional, beliau mengatakan bahwa setiap anak hanya boleh mengambil satu, tidak lebih. Namun ada orang tua yang membisikan pada anaknya untuk mengambil kue lebih dari satu dengan alasan ada beberapa anak tetangganya yang tidak datang pada acara tersebut karena sakit, nah kue yang seharusnya menjadi hak anak yang sakit itu boleh dimiliki.
Beberapa tahun yang lalu saya membantu sebuah Vihara membagi-bagikan kebutuhan pokok kepada para petani dan penduduk sekitar yang membutuhkan. Dalam kegiatan itu panitia telah memberikan kupon kepada orang-orang yang membutuhkan, namun pada saat acara pembagian berlangsung, saya menjadi saksi bahwa beberapa kupon telah digandakan oleh banyak orang sehingga membingungkan kami para panitia, kami tidak dapat membedakan mana kupon yang asli dan mana kupon yang palsu. Selain itu ada beberapa orang yang kelihatan dari baju dan kacamata yang dia pakai menunjukan bahwa dia adalah seorang yang mampu… tapi sedikitpun dia tidak merasa bersalah ketika tangannya mengulurkan kupon kepada panitia.
Bukankah ini sikap-sikap yang membenihkan korupsi?

Membuang-buang waktu : orang-orang di kampung saya gemar sekali membuang-buang waktu mereka dangan hal-hal yang remeh temeh seperti mengobrol hal tidak penting sepanjang waktu. Tergantung dengan tebalnya kantong yang mereka miliki… ada yang mengobrol di pinggir jalan, di rumah, di warung, di restoran, di club house atau di tempat golf… intinya ngobrol ngalor and ngidul.

Tidak tepat waktu dan tidak tepat janji : saya dengar bahwa orang asing seringkali jengkel dengan kebiasaan jam karet orang-orang Indonesia. Sebagian memang sungguh payah orang-orang kami ini, tidak jarang dalam sebuah kesepakatan mereka molor hingga satu hari lamanya atau malahan tidak datang tanpa pemberitahuan.

Pendidik yang buruk : banyak sekali orang tua yang terlalu banyak omong dengan memberikan aturan kepada anak-anak mereka tentang apasaja yang boleh mereka lakukan dan yang tidak boleh mereka lakukan. Ironisnya lagi kebanyakan dari orang tua itu malah menjadi pelanggar berat dari aturan yang mereka buat sendiri.
Contoh paling parah yang sering terjadi di Indonesia adalah perintah orang tua kepada anak untuk tidak merokok, sementara bibir orang tua itu sedang menggapit sebatang rokok yang berasap ketika mereka sedang memberikan perintah tersebut.

Boros : mungkin karena kebiasaan gengsi gedhe-gedhean yang kami miliki itulah, maka setiap orang berusaha untuk mencoba untuk tampil sebaik mungkin dengan memakai baju yang mahal-mahal. Saya masih ingat ketika saya dulu bekerja sebagai buruh industri, beberapa orang teman saya yang sama-sama digaji rendah… mereka dapat membeli sepasang sepatu boot cowboy seharga satu bulan gajinya. Dia membeli itu sebagai persiapan kencan dengan pacarnya malam minggu.

Tidak mengenal pembelajaran : hal inilah yang paling memprihatinkan dengan kami. Kami hampir tidak mengenal pembelajaran karena kami lebih tertarik menjalani hidup dengan cara yang “lumrah” menurut pola berpikir kami sendiri. Kami tidak mampu atau mungkin tidak mau mengenali disiplin orang lain yang mungkin dapat kami tiru untuk memajukan perikehidupan kami. Bahkan mahasiswa kami yang kelihatan panas dan agresif menuntut “kebenaran dan pengetahuan” sewaktu mereka berkuliah… semangat mereka menjadi lekang seiring dengan urusan mereka dengan bangku kuliah selesai. Kebanyakan dari mereka cenderung berpikir dengan pemahaman yang lebih sederhana yaitu bekerja mencari uang sebanyak-banyaknya kemudian membangun keluarga. Idealisme mereka tertinggal di belakang.
Kebanyakan dari kami lebih memilih kehidupan dengan menjalani apa yang ada. Jadi daripada menaruh suatu cita-cita tertentu dan menekuninya, kami lebih suka mengambil peluang pekerjaan yang tidak rumit dan tidak memerlukan memeras otak serta tidak mengandung resiko yang tinggi. Kami lebih senang menganggur berjalan kesana kemari untuk melihat-lihat. Itulah mengapa kita dapat menemui orang-orang berjalan tidak tentu arah hanya sekedar ”berjalan-jalan”. Beberapa teman barat membicarakan hal ini dengan nada yang miring.
Pemuda kami juga demikian… dari pada meluangkan waktu mereka untuk membaca buku atau menonton film dokumenter atau bertemu dengan orang yang berpotensi menambah pengetahuan mereka… mereka malah lebih senang gentayangan pergi kesana kemari menghabiskan uang bersama pasangan mereka masing-masing. Atau duduk diam menghabiskan waktu berjam-jam menonton televisi, membaca komik, menonton opera sabun atau menonton film vulgar.

Pejuang yang payah : “jangan terlalu banyak mempekerjakan orang Jawa, mereka ini pemalas yang rapuh, tidak mampu bekerja keras dan mudah memberontak” kata seorang pemilik perusahaan di tanah transmigrasi kepada managernya. Memang dalam banyak hal kami berharap bahwa kami dapat bekerja dengan sesedikit mungkin tenaga. Ada sebuah pepatah bahwa orang kami akan berhenti bekerja sebelum keringat menetes namun kami baru akan berhenti makan setelah keringat menetes.

Payah...payah dan payah....

Semoga semua mahluk berbahagia

Apakah kita sebagai manusia boleh mengeksploitasi binatang untuk kepentingan kita? Seseorang berkata “ya tentu bolehlah, kan di agama sudah ditekankan bahwa kita adalah mahluk paling mulia, jadi ya tentu kita boleh mengeksploitasi mereka, membunuh mereka demi keberlangsungan hidup kita”

Apabila dihubungkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, maka kebanyakan dari kita akan menjawab jawaban yang berhubungan dengan agama untuk membenarkan kecanduan kita terhadap daging dengan mengatakan bahwa kita adalah mahluk tuhan yang paling mulia. Kasih sayang, kepekaan dan hati nurani kesemuanya diabaikan… seakan-akan mereka mengatakan bahwa bahwa kalau sudah ada peraturan ya kita tinggal ikuti sajalah, kasih sayang dan hati nurani… itu ga penting lah.

Karena terlalu mementingkan logika dan ingin yang simpel-simpel itulah, seringkali seseorang kehilangan kepekaannya untuk merasakan penderiataan orang lain, mahluk lain. Mereka bukanlah orang jahat, hanya saja mereka tidak mau tahu dengan penderitaan yang dirasakan oleh orang lain atau mahluk Tuhan yang lain.

Kembangkanlah sifat welas asih/ belas kasih terhadap sesama semampunya… tingkatkan terus menerus secara berkelanjutan. Buat orang lain bahagia, buat mereka bahagia karena itu akan membahagiakan diri kita sendiri. Semoga itu dapat melatih kita menjadi manusia yang lebih peka lagi sehingga kita dapat menghormati semua mahluk Tuhan.

Manusia mesin

Manusia cenderung mengikuti apa yang menjadi kebiasaan yang mereka warisi dari orang-orang sebelum mereka daripada berpikir untuk melakukan segala sesuatu yang harus mereka lakukan secara proporsional. Orang-orang Amerika cenderung memboroskan perkakas jauh lebih banyak daripada yang mereka butuhkan, sementara beberapa orang Indonesia (dikampung saya) sangat keterlaluan iritnya dalam menggunakan perkakas… sehingga tampak sekali rumahnya melompong.

Orang-orang India sangat khas dalam mengangguk-anggukan kepalanya. Jika orang Indonesia menganggukan kepalanya kedepan sebagai tanda persetujuan, maka orang India cenderung ditambah agak sedikit miring kesamping.

Beberapa orang yang saya kenal sangat keterlaluan dalam menjaga kebersihan dengan mengkonsumsi sedemikian banyak jenis produk pembersih badan maupun lingkungan… sampai-sampai saya khawatir dengan kesehatannya karena kemungkinan efek samping negatif dari produk pembersih yang mereka pakai. Sabun, deterjen, cologne, pelembab, lotion, parfum, obat anti parasit, obat anti larva, insektisida dll. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekadar membersihkan badan dan lingkungan, setiap hari. Di lain pihak ada beberapa orang yang saya kenal yang saking joroknya, saya menjaga jarak ketika dia sedang berbicara.

Orang-orang di Malang (tidak tahu di tempat lain) memiliki kebiasaan konyol yang cenderung mendekati bunuh diri. Ketika mengendarai kendaraan untuk keluar dari gang, memasuki jalan yang lebih besar, mereka cenderung nyelonong begitu saja, tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri. Pernah suatu ketika saya melihat orang terlindas karena bertindak sembrono seperti itu.

Saya punya seorang teman yang semua anggota keluarganya membuang sampah apapun ke kali di depan rumahnya.

Saya kenal dengan banyak orang yang memiliki ciri khas konyol bagi saya yaitu : penggemar Dangdut yang tidak bisa menikmati Pop, penggemar Campur Sari yang tidak bisa menikmati Classic, penggemar Jazz yang tidak bisa menikmati Dig-dug Disco, penggemar Arabic Music yang tidak bisa menikmati Banyuwangian dll.

Fighter-fighter Indonesia kebanyakan… tetap memelihara tradisi seni beladiri memukul, padahal telah sangat terbukti di seluruh dunia… dan mereka mengetahui bahwa untuk memenangkan perkelahian sungguhan fighter harus memiting, mengunci dan membanting… daripada menjotos.

Yah yang namanya otak manusia… mungkin seperti komputer… sangat tergantung dengan software yang di dalamnya. Seberapapun canggih komputer itu dan seberapapun kerasnya user ingin memanfaatkannya untuk tujuan tertentu, jika software sudah tidak mendukung… ya sia-sia usahanya

Dasar orang-orang konyol

Saya sangat menjunjung tinggi perikemanusiaan dan perasaan kasihan terhadap semua mahluk… manusia dan hewan. Terlebih terhadap manusia, saya selalu berusaha berhati-hati, sedapat mungkin untuk tidak menyakiti perasaannya… membuatnya takut, bersedih atau kecewa. Apabila saya melihat seseorang sedang membutuhkan suatu pertolongan, maka saya tidak dapat tinggal diam berpangku tangan, saya pasti menolongnya.

Easy talk than do… mudah mengatakannya dari pada melakukannya. Demikian juga dengan prinsip yang saya junjung tinggi ini, tidak setiap saat saya dapat mengejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari… pada kenyataannya saya berkali-kali melanggar prinsip ini.

Tidak semua orang dapat menepati janji atau menjunjung tinggi kesepakatan. Dalam kehidupan sehari-hari saya harus berhubungan dengan orang-orang seperti ini, dan beberapa orang diantaranya selalu berusaha merugikan saya. Tentu saja saya tidak dapat tinggal diam dan saya akan berusaha keras mengatasinya dengan banyak cara (diantaranya dengan cara-cara “pemaksaan”).
Saya punya beberapa unit Play Station untuk disewakan, beberapa diantaranya dipegang oleh beberapa teman dan kenalan saya untuk dijalankan sebagai usaha bersama. Setiap satu bulan sekali mereka harus menyetorkan sejumlah uang kepada saya sebagai bagi hasil usaha. Beberapa orang berusaha membawa lari uang itu, dan tentu saja saya harus bertindak.

Andai saja saya punya pilihan untuk tidak berhubungan dengan orang-orang seperti ini…

English Camp

Suatu pengalaman yang unik ketika saya mengikuti sebuah program yang bernama English Camp yang diadakan oleh sebuah lembaga yang dimiliki oleh Wanita berkebangsaan Amerika Serikat yang bernama Pamela Eisenhower. Program itu dilaksanakan di sebuah retret Nasrani di kota Batu. Program itu di dedikasikan untuk membantu orang-orang Indonesia untuk bisa lancar berbahasa Inggris dengan cara mempertemukan mereka dengan para Native English Speaker.

Saya bertemu dengan banyak orang mengesankan yang memberikan contoh berperilaku, bersikap dan berpikir dengan bijaksana. Kebetulan mereka itu adalah orang-orang bule dari luar negeri, namun bukan karena mereka itu bule kemudian mereka bijaksana. Saya hanya merasa akrab dengan beberapa orang bule saja, dan mereka itulah yang secara tidak sengaja memberikan pelajaran berharga kepada saya.

Mr. Andrew, seorang warga negara Australia, beliau adalah seorang yang sangat relijius, orang yang paling tidak egois dan orang yang paling berpikir yang pernah saya temui. Dia menghormati semua orang, tidak memandang rendah kami orang berkulit coklat. Dalam sebuah permainan menyerang, bertahan dan penjara. Dia sempat menunjukan emosi ketidak setujuan ketika seorang pemuda Amerika terlalu mempermainkan tahanan mereka. Mr.Andrew berkata pada pemuda Amerika itu dalam bahasa Inggris “ayolah… John ini permainan mereka, biarkan mereka bahagia (orang-orang Indonesia). Tahan saya dan hukum saya semaumu, tapi biarkan mereka bebas”. Pada sebuah pagi buta dia juga mendahulukan seorang yatim piatu yang kebetulan jalurnya memotong jalur kami.

Dalam banyak kesempatan dia banyak membesarkan hati saya untuk menggapai impian-impian saya. Dan saya tahu dia hanya berpura-pura kagum dengan mengatakan ini “oh Bayu saya sangat terkesan, ceritamu sungguh luar biasa”. Memang saya banyak menceritakan yang oleh saya sendiri saya sebut dengan “perjuangan hidup untuk mengenal diri saya sendiri”.

Dalam sebuah makan siang, seorang kakek yang telah berputar-putar hampir di 150-an negara, yang berprofesi sebagai juru photo menepuk punggung saya dengan agak keras sehingga saya sangat kaget dan hampir saja dia saya tempeleng (berkali-kali saya hampir menempeleng bule-bule disana karena mereka terlalu keras menepuk saya dari belakang, hahaha). Kemudian kakek itu berkata “seseorang mengatakan kepada saya bahwa kamu tertarik dengan ide tentang perjalanan keliling dunia? Jika ya, setelah makan siang ini berakhir, saya mau kamu ke tempat saya, saya punya sebuah buku tulisan saya sendiri tentang perjalanan yuntuk saya hadiahkan kepada kamu”. Saya tahu bahwa orang yang mengatakan kepada kakek itu bahwa saya senang dengan perjalanan adalah Mr.Andrew, karena hanya beliau saja, satu-satunya bule yang saya beritahu bahwa saya senang melakukan perjalanan.

Mr.Andre, adalah seorang warganegara Amerika Serikat beribundakan orang Jerman. Dia menjadi pemandu di sebuah team di mana saya bergabung. Wajahnya seperti orang yang egois, namun orangnya setia kawan dan sangat menghormati orang lain… beliau juga sangat relijius. Pada suatu ketika saya menimpuk kepala mahasiswa orang Indonesia dengan sebuah kertas sekedar untuk guyon. Anak Indonesia itu membalas saya dengan melemparkan kembali kertas itu kemuka saya, hampir mengenai. Saya sangat ingin membalasnya, namun tepat ketika hampir saya melayangkan kertas itu, Mr.Andre merebut kertas itu dan menyembunyikannya. Rupanya dia tidak ingin guyonan itu berkembang menjadi konflik.

Saya belajar dari kenalan orang asing saya terduhulu bahwa kita harus sanggup memberikan aplaus kepada orang yang mengalahkan kita. Pada suatu ketika team kami kalah dari team lain, dan saya berdiri dan bertepuk tangan untuk memberikan penghormatan pada team itu. Saya melihat Mr.Andre berdiri dan memberikan tepuk tangan pada team lawan. Beberapa saat kemudian Mr.Andre berbicara kepada team kami “kita harus memberikan memberikan penghormatan kepada team lawan yang menang, karena kesanggupan kita memberikan penghormatan itu berarti bahwa kita telah cukup dewasa untuk menerima kekalahan… dan Bayu telah memulainya”

Tyler Mayer, adalah pemuda delapan belas tahun berkebangsaan Amerika Serikat yang mengikuti kegiatan itu. Dia bertemperamen ramah, sopan dan bermimik seperti selalu tersenyum. Saya dekat dengan dia karena dia adalah seorang pegulat di SMA nya. Dan sangat kebetulan sekali bahwa dia memiliki hobi yang sama dengan saya yaitu menyukai seni beladiri grappling dan gemar menonton The Ultimate Fighting Competition.

Mr.Maurice, adalah seorang kakek berusia 72 tahun yang telah berkeliling dunia, dan sudah mengunjungi sekitar 150-an negara. Dia adalah seorang pendiam, tidak banyak bercerita tentang dirinya sendiri. Di antara teman-temannya itu dia kelihatan selalu membawa kameranya kemana-mana, namun dia tidak kelihatan terlalu menonjol karena dia selalu rendah diri, seperti tidak bisa apa-apa begitu. Namun saya kaget bahwa Mr.Andrew mengatakan bahwa telah banyak negara yang telah Mr.Maurice kunjungi. Bahkan saya lebih kaget lagi ketika saya membaca dari buku yang dia tulis bahwa Mr.Maurice telah mendapatkan penghargaan atas kerja kerasnya. Saya diberinya sebuah buku yang berjudul The Funny Bible yang dibubuhi tanda tangan beliau serta sebuah kalimat yang berbunyi “To Bayu, may you find the way”.

Beautifull people.

Country Music

Country Music

Seberapa pentingkah arti musik Country bagi anda? Sebagian dari anda akan menganggap bahwa musik cowboy ini biasa-biasa saja, dan sebagian lagi dari anda akan mengatakan bahwa ini adalah musik gaduh yang tidak berarti apa-apa. Tetapi jika saya di suruh untuk menjawab pertanyaan serupa maka dengan tegas saya akan mengatakan bahwa ini adalah jenis musik yang luar biasa hebat brilian!

Rata-rata musik country selalu bernuansa cinta atau mengenang masa lalu. Syair-syairnya sederhana dan lugu. Coba saja simak lirik lagu-lagu seperti Cotton Fields Back Home, Stoney, Take Me Home Country Road dan Green Green Grass of Home. Semua lagu-lagu itu mengisahkan tentang kerinduan seseorang akan kampung halamannya, dia mengingat semua orang yang dia cintai di masa lalunya.

Saya biasa mendengar lagu-lagu Country ketika saya sedang dalam perasaan bosan. Dengan mendengarkan musik country maka semangat saya tumbuh lagi, bosan pergi dan tenaga muncul kembali. Pendek kata, musik Country sering menyelamatkan saya berkali-kali.

I love country music.

Ki, Chi, Kanuragan? bicara yang lain sajalah...

Kita pernah melihat di film-film tentang aksi-aksi beladiri yang dilakukan oleh ahli beladiri Kungfu. Mereka dapat meloncat kesana kemari seperti kera, mereka juga memiliki tendangan sekuat tendangan kuda, siapapun yang terkena tendangan seperti itu mereka akan terpental jauh hingga beberapa meter. Tidak hanya di film saja, beberapa orang mengatakan bahwa mereka telah menyaksikan sendiri bahwa memang ada beberapa orang yang dapat melakukan hal-hal luar biasa tersebut.

Menurut kebanyakan orang, para master Kungfu itu dapat melakukan hal-hal yang luar biasa karena mereka telah membangun suatu tenaga dahsyat yang mereka lakukan dengan penuh ketelatenan selama bertahun-tahun, dan tenaga itu disebut dengan Chi dalam bahasa China, dan Ki dalam bahasa Jepang. Dikatakan orang yang menguasai Chi, maka mereka dapat bertahan dari pukulan, atau sabetan benda tajam atau dapat melipat gandakan kerusakan pada pukulan mereka.

Bagi saya seorang pebeladiri tulen (versi saya : yaitu seorang yang senang sekali dengan kegiatan, teknik, konsep atau filosofi tentang pembelaan diri), maka saya mengatakan bahwa saya kurang bisa tertarik dengan hal-hal semacam Ki ataupun Chi. Sebagai orang yang terlahir di keluarga Jawa Madura… hal-hal yang berhubungan dengan kekebalan atau pelipat gandaan pukulan adalah hal yang lumrah. Kita tidak perlu membangun Ki atau Chi selama bertahun-tahun hanya agar kita kebal dari senjata tajam, kita hanya perlu merogoh kocek sebesar beberapa ratus ribu dan seseorang yang berkompeten akan membuat kita kebal.

Saya lebih suka mengatakan bahwa semua itu adalah bullshit, baik Chi, Ki ataupun Kanuragan. China ditaklukan oleh Inggris, Jepang oleh Amerika dan Indonesia ditaklukan oleh Belanda. Tidak ada yang dapat bertahan dari senjata api ataupun meriam, sesakti apapun mereka, saya tidak sedang meracau, ini adalah fakta.

Dunia punya Afrika, India dan Amerika yang menurut berita penduduk aslinya adalah orang-orang sakti, setidaknya klenis… namun mereka semua ditaklukan oleh militer Inggris. Jadi Chi, Ki atau Kanuragan untuk beladiri adalah konyol.

Selalulah belajar dari orang lain

Meskipun kita selalu menjunjung tinggi adat istiadat serta kebiasaan yang berlaku dalam keluarga kita, namun ada baiknya jika kita juga melihat, serta menilik secara bijaksana adat istiadat atau gaya hidup atau pola berpikir orang lain. Hal itu sangat membuka peluang bagi kita untuk menemukan khasanah kebijaksanaan yang mungkin belum pernah kita temukan atau diajarkan oleh pendahulu kita.

Oleh karena itu diperlukan sekali bagi kita untuk saling bergaul dengan orang-orang yang berasal dari berbagai macam tradisi dengan suatu harapan mulia agar kita saling mengerti dan saling memahami. Mungkin ada saat-saat di mana kita harus menerima kenyataan bahwa kita harus belajar untuk merubah beberapa dari kebiasaan kita yang kita nilai tidak lagi manusiawi… setelah kita tahu ada kebiasaan lain yang lebih manusiawi.

Kita harus membuka mata bahwa adat-istiadat yang kita junjung tinggi tidak sepenuhnya mengakomodir semua keinginan kita untuk menjadi manusia yang beradab.

Bukalah pikiran kita terhadap perbedaan, dan biarkan perbedaan itu menambah kita lebih bijaksana.

It's the time for the world to unite as a human race

Burung selalu merasa nyaman jika dia berada di diantara kawanan yang sewarna dengan mereka. Ada dua jenis Kuda Zebra, yang bergaris lebar dan bergaris tipis, mereka akan selalu merasa nyaman jika mereka berada di tengah kawanan mereka. Aligator selalu bersama dengan aligator, buaya akan selalu bersama buaya dan kaiman akan selalu bersama dengan kaiman. Ayam katai selalu bersama dengan ayam katai dan ayam bangkok selalu bersama ayam bangkok.

Manusia juga memiliki kecenderungan yang sama, bahwa mereka lebih nyaman ketika mereka memilih bersama-sama dengan orang yang sama. Sebagian manusia cenderung berkumpul dengan mereka yang memiliki kesamaan latar belakang, kebiasaan, adat, budaya, suku, dan ras. Terkadang kesombongan mempengaruhi manusia-manusia ini, mereka suka membandingkan kelompok mereka dengan kelompok yang lain, membanggakan kelebihan kelompok mereka dan mencibir kekurangan kelompok yang lain.

Pada kasus yang lebih ekstrim lagi… Nazi telah tercatat sebagai kelompok manusia lalim yang menganggap diri mereka sebagai manusia unggul secara fisik dan mental, celakanya mereka memusnahkan manusia lain yang tidak sama dengan mereka. Selain Nazi, masih banyak kelompok lain yang memiliki faham “ras kami lebih baik daripada yang lain”, Interhamwe atau orang kulit putih Afrika selatan pada jaman Apartheid misalnya.

Merendahkan orang lain atas sesuatu yang tidak dapat mereka ubah adalah suatu hal yang sangat rendah. Dengan alasan apapun kita tidak boleh menilai rendah orang lain hanya karena mereka berbeda dengan kita, hal itu sangat menyakiti dan tidak manusiawi. Ya ya mungkin kita tidak merasa bahwa kita pernah merendahkan orang lain, namun kita harus selalu memperhatikan berulang-ulang sikap kita dan cara bicara kita. Mungkin kita harus memperhatikan dengan siapa kita bergaul, apakah hanya dengan yang itu-itu saja atau tidak. Mungkin kita harus memperhatikan apa yang kita bicarakan mengenai orang lain ketika kita tidak sedang bercanda.

Semangat kebersamaan harus selalu kita pertahankan. Semoga dengan demikian perdamaian selalu berada di tengah-tengah kita.

It's the time for the world to unite as a human race.

Prejudice harus berakhir... segera!

Sedemikian banyak kebencian di sekitar kita yang dikarenakan oleh perbedaan tradisi, gaya hidup dan pola berpikir. Pribadi-pribadi dari berbagai macam kelompok yang ada di Indonesia, yang biasa disebut dengan suku, saling merendahkan dan saling bersalah paham. Mungkin di permukaan mereka kelihatan tenang-tenang saja, akan tetapi di dalam pikiran mereka masing-masing… mereka percaya dengan anggapan dari kelompok mereka sendiri yang menyatakan suku A seperti ini, sementara suku B seperti itu. Saya tidak ngawur, saya sudah cukup mendengar bahwa banyak orang bertutur negatif tentang suku lain.

Di Malang, di tempat saya, ada beberapa kelompok suku yang berlainan. Arab, Madura, Cina, Jawa Kulonan (orang Jawa bertutur bahasa halus), Jawa Wetanan (orang Jawa bertutur bahasa kasar)… dan beberapa suku yang lain, mereka saling menjunjung tinggi adat dan kebiasaan mereka masing-masing. Terdapat suatu racun yang amat sangat kuat yang seringkali membuat mereka tidak dapat saling bersahabat, dan racun itu bernama sinisme dan keturunannya.

Mengapa masing-masing saling sinis dengan orang lain yang tidak sama dengan mereka? karena mereka menilai positif dan negatif orang lain dari yang berbeda adat/ kebiasaan… dengan tolok ukur yang datangnya dari adat/ kebiasaan mereka sendiri. Sinisme melahirkan prejudice, melahirkan lagi kesalahpahaman, dan akhirnya melahirkan perasaan tidak mau bergaul atau tidak mau berurusan dengan orang lain yang dibenci tersebut.

Ini tidak boleh terjadi, kita harus berteman dengan siapa saja. Janganlah mudah untuk menilai orang lain secara serampangan. Jika kita terpaksa harus memutuskan menilai orang lain, berusahalah menilai secara objektif sesuai dengan pengalaman pribadi selama kita bergaul dengan orang yang akan kita nilai tersebut.

Semoga damai bersama kita

Jumat, 14 Agustus 2009

Dinner

Kemarin saya diundang oleh Mr. Andrew untuk makan malam bersama dengan keluarganya keluarga Cowell, sekalian untuk beramah tamah. Saya berpikir bahwa itu adalah undangan yang sangat menarik, karena ini adalah untuk pertama kalinya saya diundang makan malam oleh sebuah keluarga. Tapi sayang begitu sayang hari itu saya sangat sibuk sekali, dan banyak kejadian menyebalkan yang membuat mental saya anjlok dan mood saya menjadi turun sedemikian rupa… sehingga saya berpikir bahwa saya akan gagal menghadiri makan malam itu.

Selama satu hari penuh itu saya berada di kota Kepanjen untuk mengurus urusan saya di sana, urusan itu sudah sangat kacau namun saya terus berusaha keras agar saya dapat menghadiri makan malam di rumah Mr. Andrew. Dalam perjalanan menuju rumah beliau, mata saya sebelah kanan ditabrak oleh serangga… sakit sekali! Namun saya tidak mundur dan memutuskan untuk tetap menghadiri makan malam itu. Akan tetapi tidak lama setelah itu ban belakang vespa saya mengalami kebocoran sehingga saya harus berhenti di tukang tambal ban untuk waktu yang lama. Saya memberikan pesan singkat kepada Mr. Andrew untuk meneruskan makan malam keluarga tanpa saya, namun daripada menyantap makanan tepat waktu, beliau memutuskan untuk menunggu kedatangan saya. Luar biasa.

Saya datang terlambat sekitar tiga puluh menit. Pertama-tama Mr. Andrew datang membukakan pintu dan mengucapkan salam, beliau langsung mengetahui ada yang salah dengan mata saya (saya baru mengetahui bahwa mata kanan saya menjadi semerah darah setelah Mr. Andrew mempersilahkan saya memakai kamar mandinya untuk mencuci mata saya). Mrs. Donna menggiring ketiga anaknya untuk menyambut saya. Jade, Rhianan dan Aedan (kalau saya tidak salah eja) menyapa saya “Hi Bayu”… kemudian saya terperanjat karena tidak ada keluarga yang secara hangat menyambut saya seperti ini. Saya menjadi sungkan dan bingung harus bersikap seperti apa… saya begitu khawatir salah berperilaku.

Tibalah akhirnya kami semua berada di dapur mereka yang sangat bersih. Setelah berbasa-basi sedikit, Mr. Andrew memberikan tanda untuk segera memulai doa. Kami melakukan doa syukur dengan berdiri di dalam dapur. Doa itu dipimpin oleh anak laki-laki Mr. Andrew yang terakhir yang masih berusia sepuluh tahun. Dia berdoa dalam bahasa Inggris dengan logat Australia, yang membuat saya sama sekali tidak mengerti perihal apapun yang sedang diucapkannya.

Setelah berdoa, Mr. Andrew dan Mrs. Donna mempersilahkan saya untuk mengambil piring dan makan. Saya kaget karena Mrs. Donna telah menyiapkan Indonesian salad alias Gadho-gadho, itu adalah salah satu jenis masakan kesukaan saya. Mr.Andrew berkata dalam bahasa Inggris yang kira-kira artinya seperti ini “saya telah menyuruh Mrs. Donna untuk memasakan untukmu sebuah steak sebesar ini (sambil menunjukan kedua tangannya kepada saya untuk mengesankan bahwa itu adalah ukuran yang sangat besar) namun kami menyadari bahwa kamu adalah seorang vegetarian, jadi Mrs. Donna membuatkanmu Gadho-gadho”. Saya sangat sungkan, namun saya mengucapkan terimakasih secara mendalam.

Beberapa saat berikutnya saya sudah duduk di sebuah meja makan persegi panjang, dan saya duduk berhadapan dengan Mr. Andrew di kedua ujungnya. Sembari makan itu saya membuat percakapan ringan dengan ketiga anaknya, kebanyakan sekitar topik tentang makan sayur mayur.

Ada sesuatu yang luar biasa dari keluarga itu, dimana saya terus memikirkannya pada saat-saat menjelang tidur saya malam itu juga. Saya beranggapan bahwa Mr. Andrew dan Mrs. Donna sangat berhasil dalam membentuk perwatakan anak-anaknya sedemikian rupa sehingga mereka terkesan sebagai anak-anak yang manis, sopan dan menghormati orang lain. Meskipun usia mereka rata-rata masih sangat muda, namun mereka tahu bagaimana cara membuat orang lain terkesan. Semuanya tersenyum kepada saya tanpa terkecuali dan selalu menanggapi jika saya bertanya sesuatu kepada mereka. Saya adalah orang asia satu-satunya di meja makan itu, dan kulit saya paling gelap, namun tidak satupun diantara mereka yang menunjukan muka jijik kepada saya. Tidak banyak orang yang berlainan ras dengan saya dapat menunjukan penghormatan semacam itu.

Dalam makan malam itu, Mr. Andrew bertanya dengan santun kepada ketiga anaknya perihal kegiatan apa saja yang mereka lakukan di sekolah mereka. Kemudian terjadi pembicaraan sopan diantara mereka… sangat kelihatan sekali bahwa anak-anak Mr. Andrew dan Mrs. Donna menaruh penghormatan yang begitu besar kepada mereka. Setelah makan malam selesai, Mr. Andrew memerintahkan ketiga anaknya untuk pergi mengambil Alkitab mereka masing-masing. Kemudian bersama-sama mereka saling membaca Alkitab itu dan mendiskusikannya. Sungguh keluarga yang tentram damai dan relijius.

Sungguh Ironi memang, kata orang kebanyakan… orang-orang Jawa adalah orang-orang berhati lembut dan bertutur lembut… sementara orang-orang barat adalah orang-orang yang memiliki adat kebiasaan lebih kasar daripada kami orang Jawa. Cara saya melihat justru kebalikannya, saya bertumbuh dan besar dalam keluarga Jawa-Madura, namun saya tidak pernah melihat bahwa keluarga saya memiliki kebiasaan untuk memperlakukan anak-anak mereka sebaik Mr. Andrew memperlakukan anak-anak mereka. Dari pada orang tua kami memperlakukan anak-anaknya dengan penuh perhatian, teliti, disiplin dan bersih… mereka cenderung mendidik kami dengan sekenanya atau malah dalam beberapa situasi mereka terkesan sangat otoriter. Selain itu saya tidak pernah diajari cara menghormati tamu kecuali “jangan ikut bicara jika orang tuamu berbicara dengan tamu”.

Saya senang dengan keluarga ini, mereka tidak sengaja memberikan pelajaran tentang pelajaran budi pekerti yang tidak diajarkan di keluarga saya.

Berbicara denganTuhan???????

Sering kita mendengar cerita tentang seorang remaja yang sedang mencari jati dirinya. Dikatakan bahwa pemuda yang seperti itu selalu mencoba berbagai macam hal untuk mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya. Pemuda itu tidak gampang puas dengan pemahaman-pemahaman yang mereka peroleh sehingga suasana hatinya tidak pernah tenang… yang kelihatan sekali dari perilaku dan raut mukanya yang terkesan agak liar. Namun seiring dengan bertambahnya usia, kesan liar itu berkurang sejalan dengan bertambahnya pemahaman mereka akan kehidupan. Kebanyakan pemuda akan menemukan kedamaiannya, sementara yang lain akan terus menerus melakukan pencaharian sepanjang hidup mereka.

Melihat kenyataan yang ada, kadang-kadang saya berpikir bahwa sepertinya saya tidak akan pernah puas dengan diri saya, dan saya yakin bahwa saya akan terus menerus berubah dan haus akan pencaharian. Buddha mengatakan bahwa kebahagian hanya bisa ditemukan di dalam diri, kesenangan yang didapat dari dunia luar tidak bersifat kekal… untuk itu hendaklah kita berusaha melepas sebanyak mungkin keterikatan terhadap dunia luar untuk kemudian meniti kedalam diri sendiri dan berusaha menemukan tujuan sejati kita di dalam sana, yaitu kebahagiaan hakiki.

Dalam khasanah tradisi ke-budhis-an, terdapat suatu teknik yang disebut dengan meditasi. Ada banyak konsep tentang meditasi, namun saya lebih cocok dengan konsep meditasi yang berpegang pada prinsip “menjinakan pikiran”. Dalam praktiknya kita dianjurkan untuk duduk diam dengan mata terpejam, sambil memperhatikan pikiran yang muncul. Itu saja, kita hanya memperhatikan pikiran yang muncul tanpa menghakimi bahwa itu pikiran negatif atau positif. Kadang-kadang memang kita hanyut dalam pikiran itu, namun begitu kita menyadari bahwa kita sedang terhanyut dalam pikiran itu… maka kita berusaha kembali pada kegiatan memperhatikan pikiran seperti semula. Semakin lama pikiran akan berkurang dan diharapkan dengan berkurangnya pikiran, maka perasaan kita akan semakin damai. Dalam tradisi Zen terdapat istilah “satori” yaitu perasaan damai bahagia sesaat yang dialami seseorang akibat dari kegiatan meditasi. (tujuan meditasi adalah kebahagiaan hakiki)

Ada beberapa dari teman saya yang mengalami perubahan (menuju kebaikan) karena mereka rajin berlatih teknik meditasi seperti ini. Beberapa orang terdekat mereka mengaku bahwa yang bersangkutan terkesan semakin lembut, setelah mengenal teknik meditasi ini. Saya beranggapan bahwa teknik ini adalah baik… hanya saja tidak pernah berhasil kepada saya. Namun itu tidak berarti bahwa teknik ini tidak mujarab, hanya saja (kalau tidak salah) mungkin pengalaman saya membutuhkan “teknik lain” yang lebih cocok dengan pribadi saya.

Hingga suatu saat seseorang menganjurkan “satu cara” yang saya rasa lebih cocok dengan kepribadian saya. Cara itu adalah cara Kristian yang menganjurkan (dalam bahasa saya) kepatuhan dengan tulus dan berkomunikasi dengan Tuhan secara langsung. Untuk pertama kalinya saya mendengar ini, saya merasa aneh… karena saya adalah penganut paham kebebasan (sebebas-bebasnya) apapun boleh dilakukan asal tidak melanggar perikemanusiaan. Saya adalah penentang norma-norma… baik itu adalah norma agama, maupun norma-norma yang berlaku pada masyarakat. Saya berpikir bahwa norma-norma itu hanya akan menjajah kebebasan saja, toh belum tentu norma itu akan membuat seseorang lebih mulia, lebih peduli dan lebih beradab. Dalam kenyataannya seringkali norma-norma itu hanya dimanipulasi oleh seseorang demi kepentingannya pribadi… tanpa perasaan bersalah. Mereka (pelaku manipulasi itu) tidak pernah mau tahu untuk alasan apa norma-norma itu dahulu dibuat. Alasan kedua saya merasa aneh dengan berkomunikasi secara langsung dengan Tuhan adalah karena saya memiliki kepercayaan kuat bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang dapat berkomunikasi dengan Tuhan.

Namun saya mengakui bahwa ideologi kebebasan yang saya yakini tidak hanya membawa saya pada kemajuan (seperti mudah bergaul dengan siapa saja dan keinginan kuat untuk mempelajari dan mengetahui apa saja yang menjadi misteri bagi saya)… namun juga membawa saya kepada keadaan hati yang kadang-kadang gundah, tertekan, iri dan gelisah. Konsep bahwa saya adalah tuan dari diri saya sendiri dan saya dapat melakukan apapun kepada diri saya sendiri seringkali membawa saya kepada kemalasan. Kebiasaan untuk mencobai segala sesuatu malah membuat saya jatuh dalam penjara kebosanan… dan kebosanan menggerogoti diri saya sendiri dari dalam.

Akan tetapi cara Kristiani ini sama sekali begitu berbeda, perubahan signifikan sudah dapat saya rasakan pada diri saya. (tulisan ini saya tulis dalam waktu hanya terpaut sekitar dua atau tiga minggu sejak pertama kali saya diajak untuk mencoba “metode” baru ini). Dan sangat kelihatan sekali bahwa metoda ini sangat berhasil bagi saya. Artinya saya lebih menyukai diri saya yang sekarang ini dari pada yang dulu sebelum saya mempercayai metode baru ini.

Mungkin ini yang saya cari-cari sejak dari dulu. Metode Kristiani menganjurkan untuk selalu setia kepada Tuhan. Saya adalah seorang yang mendambakan kesetiaan dan selalu haus melakukan sesuatu demi kesetiaan saya tersebut. Sebagai contoh… saya adalah seorang yang memiliki dorongan dalam hatu untuk selalu menghormati segala kehidupan, saya akan berusaha keras untuk menjalani hidup saya tanpa menyakiti mahluk hidup yang lainnya. Untuk itu saya selalu konsekuen dengan idealis saya tersebut, jadilah saya seorang vegetarian. Contoh kedua adalah… saya sangat menyayangi dengan seorang yang tidak jauh usia dengan saya (mohon tidak diasumsikan sebagai hubungan asmara) dan saya menganggapnya sebagai adik saya sendiri. Mungkin persamaan model perjuangan dan cita-cita membuat saya begitu dekat dengan anak ini. Lantas saya berkomitmen untuk selalu mendukung dan senantiasa melindungi dia. Betapa saya mendambakan diri saya sendiri termasuk dalam suatu standar kesetiaan yang tinggi, dengan mengorbankan beberapa beberapa kepentingan saya pribadi.

Namun sudah beberapa tahun belakangan ini saya menjadi agnostik atau malah semi atheis. Hal itu membuat saya agak termalu-malu kepada diri saya sendiri ketika saya mencoba untuk berbicara dengan Tuhan untuk pertama kalinya. Seakan-akan diri saya mengatai diri saya sendiri bahwa saya bodoh karena mencoba berbicara dengan angin.

Pada suatu hari saya diserang oleh mood yang rendah dan situasi batin yang sangat menggelisahkan. Hingga pada puncaknya, pada malam hari yang tidak begitu larut saya tidak dapat melakukan apa-apa kecuali hanya duduk diam dalam kegundahan… ingin sekali saya menangis. Namun saya berpikir dari pada saya duduk tidak melakukan apa-apa dan tidak membawa perubahan apa-apa, maka saya pergi kebelakang mengambil sebuah minuman coke dari kulkas untuk sedikit menghibur jasmani saya. Setelah satu atau dua teguk, saya mulai berbicara dengan Tuhan… saya asumsikan Dia seperti sahabat tercinta saya yang sedang berdiri di depan saya memandang saya dengan sabar dan ingin mendengarkan apapun yang ingin saya katakan. Maka mulailah saya menyampaikan ocehan, omelan, dan keluh kesah. Kadang-kadang saya memberitahu kepada dia bahwa saya menyesal bahwa saya telah menjadi mahluknya yang begitu lemah… saya tahu ada banyak sekali orang yang jauh menderita daripada saya. Namun saya mengaku bahwa saya tidak tahu dengan apa yang harus saya lakukan… maka saya memohon kepadaNya untuk selalu menegarkan hati saya dan memberikan jalan keluar bagi setiap permasalahan yang saya hadapi.

Selepas komunikasi luar biasa itu, pikiran saya menjadi jauh lebih enteng dan dapat tidur dengan nyenyak. Keesokan paginya saya bangun dengan senyum baru di bibir beserta pemahaman baru bahwa saya akan berbahagia dengan setia kepadaNya. Hidup saya berubah banyak, saya bersedia untuk melakukan segala sesuatu yang tidak ingin saya lakukan sebelumnya. Ego saya banyak tergerus dan mengalami erosi hebat. Saya memandang bahwa Tuhan adalah damai dan sebagai pengikut setiaNya maka saya dianjurkan untuk menciptakan damai. Dan untuk itu saya harus membuat diri saya sendiri tersenyum dengan semua orang, lebih mendengarkan mereka, lebih mengalah, dan menghormati mereka dalam setiap kesempatan. Pada mulanya saya sangat sulit memulainya, namun dengan kesadaran bahwa Tuhan menganjurkan kasih sayang, maka tidak lama kemudian saya dengan gampang melakukannya. Tuhan adalah kasih.

Jadi… rupanya saya tidak perlu lagi terlalu banyak mengeluarkan tenaga untuk melakukan banyak pencaharian. Kebahagiaan itu telah datang, dan saya memutuskan bahwa saya harus berhenti setelah sekian lama tidak pernah berhenti. Saya memutuskan bahwa saya akan berhenti pada hal cinta… karena saya percaya bahwa Tuhan adalah cinta, God is love… saya akan setia pada Tuhan. Saya harap itu akan cukup bagi saya.

Hormat saya kepada seseorang yang mengkabarkan saya tentang ini.

Rabu, 12 Agustus 2009

Berbicara dengan Tuhan...?

Hari ini saya mencoba berbicara dengan Tuhan. Saya berkeluh kesah atas segala keadaan batin saya yang tidak tahu sedang meratapi apa. Saya mengambil sekaleng coca cola, pergi kebelakang rumah yang sepi kemudian berbicara seolah-olah Tuhan berada di depan saya. Saya mengobrol dengan dia selama sepuluh menit, kemudian pergi ke kamar dan menulis ini.

Awalnya sih sangat susah, karena saya tidak dapat melihat Tuhan di manapun, namun itu tidak bermakna penting bagi saya. Lebih baik bagi saya untuk mencoba mencurahkan isi hati saya kepadaNya, dari pada mencurahkan isi hati saya kepada orang, karena kebanyakan orang tidak mau mendengarkan kisah saya.

Ini sangat membantu.

Sabtu, 08 Agustus 2009

Choices

It is joy to control your mind. It is okay if I say yes, but it is my choice to say "later I will". I smile then they understand. We were happy.

No body better than you my friend.

Poor friend have asked "what makes me different than you", and then I said "no my friend, I am just equal with you, no body better than you, not even them" (pointing somebodies in a luxury car in a poor country, Indonesia). "What makes us different is our quality of love my friend, God loves you"

Jumat, 07 Agustus 2009

Saling belajar

Hari ini tanggal 7 Agustus 2009.

Saya ditugasi oleh Mr. Andrew untuk mengantar beliau ke bandara dengan minibus buatan Korea selatan bermesin diesel 4 tak milik dia. Saya jemput dia di daerah Tidar pada pukul 8 pagi. Kelihatannya dia sudah sangat siap dengan dua tas punggung besar dan satu tas jinjing yang lebih kecil. Saya panasi minibus itu, lalu beberapa saat beliau menghampiri dan berpesan agar saya memanasi minibus miliknya di luar ruangan saja agar asap kendaraan itu tidak mengganggu kesehatan kedua putrinya dan seorang putranya (dan satu orang gadis remaja Australia lain) yang sedang tidur kelelahan karena semalam begadang berpesta untuk memeriahkan ulang tahun si Rheanan (putri kedua Mr. Andrew).

Saya memacu minibus itu sekencangnya, walaupun berkali-kali Mr. Andrew berkali-kali mengingatkan bahwa dia masih memiliki banyak waktu untuk mengejar pesawat. Saya tidak ingin berlama-lama di perjalanan, sebaliknya, saya ingin segera mencapai airport kemudian saya berharap agar Mr. Andrew segera check in, dan duduk bersama saya untuk membahas berbagai bahasan yang dapat kami bahas bersama. Saya berhasil, perjalanan itu (Tidar-Juanda) hanya dilakukan sekitar satu jam lebih sedikit, namun itu sudah cukup memberi waktu untuk mengobrol di mobil tentang banyak sekali hal. Bahkan dalam suatu kesempatan tertentu, masih dalam mobil yang saya geber kencang, Mr. Andrew membacakan doa untuk saya.

Akhirnya tiba juga saat-saat dimana saya dapat duduk bersama dengan Mr. Andrew. Dia membawa saya ke sebuah café kecil yang mahal di dalam bandara, di mana dia memesan es teh tawar dan seporsi siomay bandung… sementara saya memesan seporsi gadho-gadho dan secangkir teh susu. Dia membeli sebuah Koran Tempo untuk dirinya sendiri, dan sebuah Koran Jawa Pos untuk saya… masing-masing Rp.5000. (dia juga memberi saya sebuah injil kecil berkancing magnit, dan sebuah buku berjudul “Taming the Tiger”).

Banyak hal baru luar biasa yang saya pelajari dari orang ini, salah satu hal yang paling berkesan bagi saya adalah kerendahan hatinya (kerendahan hatinya sudah diakui oleh banyak orang, termasuk oleh ayah saya sendiri). Saya terkesima dengan caranya berbicara yang selalu serius, penuh dengan perhatian namun selalu terlihat senyuman tersungging di bibirnya. Satu kalipun saya tidak pernah mendengar dia berbicara buruk tentang orang lain. Dia adalah pengikut Jesus Kristus yang baik dan taat, dia tidak pernah berbicara buruk tentang orang-orang Islam berserta tradisinya… sebaliknya dia malah terkesan sangat menghormati agama ini. Selain itu Mr. Andrew adalah seorang pengamat permasalahan yang teliti dan penganjur yang sangat lihai. Dia selalu memberikan masukan-masukan pintar tidak terduga… dengan cara memberikan beberapa opsi jalan keluar dari permasalahan untuk dipikirkan bersama.

Kami terus berbincang hingga pengumuman dari petugas bandara menghentikan pembicaraan kami. Beberapa saat kemudian kami saling mengucapkan salam dan berpisah. Saya berlari kecil menuju minibus Mr. Andrew, dan kemudian saya geber kencang ke arah Malang, dengan beberapa kali salah jalan….!

Satu lagi, kami (saya dan Mr. Andrew) bersepakat bahwa kami selalu bersemangat untuk saling mengetahui dan belajar tradisi, norma dan nilai kesopanan yang dijunjung tinggi di barat dan di timur. Ini sangat berguna bagi kepentingan Mr. Andrew yang ingin menyelami khasanah budaya timur… juga berguna bagi saya yang selalu tergila-gila dengan khasanah kebijakan Barat.

Kamis, 25 Juni 2009

Berbuatlah sesuatu dengan sangat ikhlas

Manusia adalah sesosok mahluk yang memiliki ego sangat tinggi, dan mereka menempatkan egonya itu lebih tinggi daripada apapun. Kebanyakan dari mereka selalu akan selalu mendahulukan kepentingan dirinya sendiri daripada kepentingan orang lain, ya itu lumrah.

Tetapi manusia juga memiliki hati nurani yang membuat mereka mampu untuk merasa bertanggung jawab terhadap terhadap orang lain. Salah satu bentuk dari perasaan bertanggung jawab terhadap orang lain itu adalah keinginan untuk membalas budi baik dari orang yang pernah menolong atau berbuat sesuatu untuk mereka. Kebanyakan dari mereka selalu mengingat-ingat budi baik orang lain itu sebagai hutang.

Namun ada juga beberapa diantara mereka yang menempatkan egonya dengan sedemikian sangat tinggi sehingga membuat mereka selalu menghitung-hitung “pengeluaran dan pemasukan” dengan sangat detail. Pendek kata mereka tidak mau rugi, juga mereka tidak mau menjadi malu karena dianggap sebagai orang yang tidak tahu berterima kasih. Mereka malah mengesampingkan keikhlasan, keluguan, kemanusiawian, dan ketulusan hati yang berusaha dicontohkan oleh orang yang menolong mereka. Padahal hal-hal terakhir itulah yang menjadi dasar bagi seseorang untuk rela berbagi.

Kita bebas memilih ingin menjadi orang seperti apa kita nantinya. Namun tentu saja tidak gampang, karena pilihan semacam ini seringkali berarti bahwa kita harus merubah diri kita sepenuhnya.

Lontang-lantung

Orang bijak berkata bahwa kehidupan manusia adalah sebuah perjalanan… sebab itu hendaknya kita menikmati perjalanan itu seutuhnya.

Sebuah prinsip penting telah sejak lama menjadi bagian dari diri saya, yaitu bahwa “hidup ini adalah belajar… belajar seumur hidup”. Saya beranggapan bahwa hidup adalah sebuah gudang misteri, artinya dalam kehidupan ini banyak hal yang tidak saya mengerti dan menjadi misteri. Dan tujuan kehidupan ini mungkin adalah untuk mengungkap misteri ini. Dengan rendah diri saya mengatakan bahwa saya sama sekali tidak bermaksud untuk menyombongkan diri bahwa saya mampu mengungkap semua misteri… tidak seperti itu, tidak akan pernah cukup umur saya untuk itu semua. Namun saya lebih berpikir bahwa saya tidak memiliki minat untuk duduk-duduk diam, tidak melakukan apa-apa dan bersikap cuek terhadap banyak sekali sesuatu yang tidak saya mengerti.

Saya memiliki hobi dan kebiasaan membicarakan sesuatu yang prinsipil dengan siapapun. Saya juga memiliki hobi dan kebiasaan untuk merasakan sesuatu yang belum saya rasakan. Kadang-kadang saya mondar-mandir mengunjungi beberapa teman untuk saya ajak mengobrol dengan tujuan untuk menggali dan mengetahui bagaimana mereka berpikir. Kadang-kadang saya tertarik untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin dilakukan oleh kebanyakan orang, berpetualang seorang diri. Semua ini saya tujukan untuk mengetahui tentang segala sesuatu lebih banyak.

Banyak orang yang tidak dapat mengerti dengan kesenangan saya untuk menjajal segala sesuatu itu. Banyak yang memandang saya dengan raut muka yang prihatin tatkala mereka melihat saya lontang-lantung kesana kemari karena tidak memiliki pekerjaan (bekerja ikut orang, perusahaan atau pemerintah). Lebih prihatin lagi ketika mereka mengetahui bahwa diusia saya yang ke dua puluh enam ini saya tidak memiliki seorang pacar pun. Nah dari sini saya menilai bahwa mungkin apa yang dianggap normal oleh kebanyakan orang adalah ikut orang, perusahaan atau pemerintah, berkeluarga dan punya anak… dan cukuplah sudah.

Bukannya saya tidak setuju dengan keluarga… sama sekali bukan seperti itu. Namun saya beranggapan bahwa dalam kehidupan saya di dunia ini, saya harus berupaya keras untuk mengetahui dan menjalani apa yang menjadi takdir saya, serta berusaha untuk sebanyak mungkin memahami misteri kehidupan… “untuk apa, mengapa, dan apa yang harus saya lakukan di dunia ini

Lontang-lantung

Orang bijak berkata bahwa kehidupan manusia adalah sebuah perjalanan… sebab itu hendaknya kita menikmati perjalanan itu seutuhnya.

Sebuah prinsip penting telah sejak lama menjadi bagian dari diri saya, yaitu bahwa “hidup ini adalah belajar… belajar seumur hidup”. Saya beranggapan bahwa hidup adalah sebuah gudang misteri, artinya dalam kehidupan ini banyak hal yang tidak saya mengerti dan menjadi misteri. Dan tujuan kehidupan ini mungkin adalah untuk mengungkap misteri ini. Dengan rendah diri saya mengatakan bahwa saya sama sekali tidak bermaksud untuk menyombongkan diri bahwa saya mampu mengungkap semua misteri… tidak seperti itu, tidak akan pernah cukup umur saya untuk itu semua. Namun saya lebih berpikir bahwa saya tidak memiliki minat untuk duduk-duduk diam, tidak melakukan apa-apa dan bersikap cuek terhadap banyak sekali sesuatu yang tidak saya mengerti.

Saya memiliki hobi dan kebiasaan membicarakan sesuatu yang prinsipil dengan siapapun. Saya juga memiliki hobi dan kebiasaan untuk merasakan sesuatu yang belum saya rasakan. Kadang-kadang saya mondar-mandir mengunjungi beberapa teman untuk saya ajak mengobrol dengan tujuan untuk menggali dan mengetahui bagaimana mereka berpikir. Kadang-kadang saya tertarik untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin dilakukan oleh kebanyakan orang, berpetualang seorang diri. Semua ini saya tujukan untuk mengetahui tentang segala sesuatu lebih banyak.

Banyak orang yang tidak dapat mengerti dengan kesenangan saya untuk menjajal segala sesuatu itu. Banyak yang memandang saya dengan raut muka yang prihatin tatkala mereka melihat saya lontang-lantung kesana kemari karena tidak memiliki pekerjaan (bekerja ikut orang, perusahaan atau pemerintah). Lebih prihatin lagi ketika mereka mengetahui bahwa diusia saya yang ke dua puluh enam ini saya tidak memiliki seorang pacar pun. Nah dari sini saya menilai bahwa mungkin apa yang dianggap normal oleh kebanyakan orang adalah ikut orang, perusahaan atau pemerintah, berkeluarga dan punya anak… dan cukuplah sudah.

Bukannya saya tidak setuju dengan keluarga… sama sekali bukan seperti itu. Namun saya beranggapan bahwa dalam kehidupan saya di dunia ini, saya harus berupaya keras untuk mengetahui dan menjalani apa yang menjadi takdir saya, serta berusaha untuk sebanyak mungkin memahami misteri kehidupan… “untuk apa, mengapa, dan apa yang harus saya lakukan di dunia ini

Senin, 22 Juni 2009

Dasar Fasis

Beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan sebuah film dokumenter dari BBC yang berjudul Auschwitz. Film ini menceritakan tentang kekejaman SS, polisi khusus dari Nazi di sebuah kamp konsentrasi di sebuah kota yang bernama Auschwitz. Ini adalah sebuah “pabrik kematian” tempat jutaan orang Yahudi, Rusia, Gypsi dan Slav dibantai dan di kremasi. Orang-orang Nazi itu sangat membenci perbedaan, dan dengan arogansi mereka mengatakan bahwa mereka dan ras arya mereka adalah yang terbaik.

Kebencian yang luar biasa…

Saya bersekolah di sebuah sekolah dasar Islam. Pada waktu itu usia saya masih di bawah sepuluh tahun, dan saya masih ingat betul bahwa beberapa guru pengajar mengajarkan suatu kebencian yang hampir serupa dengan kebencian Nazi. Mereka memberikan pemahaman tertentu agar kita membenci orang nasrani dan orang-orang Cina Indonesia. Harus saya akui, kebanyakan anak dan kebanyakan orang di sekolah dasar itu, termasuk saya… sangat membanggakan diri sebagai orang muslim, dan percaya sepenuhnya bahwa orang yang berbeda dari kami adalah orang-orang rendahan. Pemahaman seperti itu tetap menjadi pemahaman saya hingga saya tumbuh dewasa… membenci orang yang tidak “sama” dengan saya.

Juga kebencian yang luar biasa…

Saya bertumbuh di sebuah kampung yang dulunya hanya berpenduduk orang-orang Jawa, dan kebanyakan dari mereka beragama Islam dan menjunjung tinggi etika ke-Jawa-an mereka. Saya mengakui bahwa kebanyakan dari tetangga-tetangga saya itu membenci orang-orang Cina Indonesia kebanyakan. Mereka bilang bahwa orang-orang Cina itu adalah pedagang licik yang kerjaannya hanya menghisap orang-orang pribumi. Saya melihat kebanyakan dari orang-orang Jawa ini tidak mau berteman dengan orang-orang Cina. Yang saya maksud berteman dalam arti yang sesungguhnya, saling memberi dan saling ada jika sedang dibutuhkan.

Termasuk kebencian yang luar biasa juga…

Saya punya beberapa teman Cina Indonesia yang tidak mau dipanggil Cina, mereka hanya mau dipanggil Tenglang, atau orang Tionghoa. Dulunya saya pikir itu karena semangat berbaur dan nasionalisme Indonesianya sehingga mereka ingin dibedakan dengan orang-orang RRC… tapi… sebagian dari mereka tidak begitu juga. Sebagian dari mereka menganggap orang-orang pribumi ini adalah sekumpulan manusia pemalas, jorok dan amburadul. Saya melihat beberapa dari mereka tidak hanya mau berteman diantara mereka sendiri, tidak mau berteman dengan orang pribumi. Berteman dalam arti yang sesungguhnya, saling memberi dan saling ada ketika sedang dibutuhkan.

Ini juga harus dianggap sebagai kebencian yang luar biasa…

Dan ini juga terjadi pada orang-orang Arab, orang-orang yang biasa disebut Indo atau Bule, dan orang-orang manapun dari komunitas tertentu yang memiliki cirikhas tertentu pula.

Baik yang Nazi, yang Pribumi, yang Jawa, yang Cina atau Tionghoa dan yang lain… yaitu mereka yang saling membenci… mereka hanyalah orang-orang yang sedang “panas”, sehingga kemanusiaan mereka terbutakan oleh kebencian dan sinisme yang mereka warisi dari pendahulu mereka. Kebanyakan dari mereka bukanlah orang-orang yang kejam, mereka hanya termakan prejudice dan idealisme konyol yang membuat mereka kelihatan kejam dan eksklusif.

Seperti kata Tenzin Gyatso “para pemancing itu bukanlah seorang yang kejam, sebaliknya mereka hanya mengerti tahu bahwa ikan yang mereka kail itu juga memiliki perasaan”. Demikian juga dengan saudara-saudara pribumi dan non pribumi yang saling membenci satu sama lain. Itu karena mereka saling tidak mengerti pola berpikir, idealisme serta sesuatu yang dijunjung tinggi oleh masing-masing pihak… yang membuat mereka masing-masing “kelihatan begitu”. Mereka hanya tahu bahwa yang terbenar bagi mereka adalah sesuatu yang sejalan dengan pikiran mereka atau gaya hidup mereka masing-masing, lain itu keliru.

Oleh karena itu, berusahalah mengerti orang lain, dengarkan argumentasi mereka, temukan pelajaran dari apapun yang mereka katakan, bergaulah dan saling bertamu. Berusahalah untuk berteman dengan siapapun… Cina, Dayak, Bali, Arab, Jawa, Madura, Bule dan lain-lain… agar kita syarat dengan pengetahuan dan kebijaksanaan sehingga kita layak menjadi bagian dari mereka yang disebut dengan manusia yang berpengetahuan.

Harapannya adalah kasih sayang, perdamaian, dan persaudaraan… love peace and brotherhood.

Sabtu, 20 Juni 2009

Nazi

Many people judge another people by their religion, race, ethnic, skin colour and culture. Its happening here... in Indonesia nowadays, now, at the present!!! Watch your neighbourhood, listen what they said about people in different. And maybe you need to watch yourself. Ironicaly... you hate Nazi or Apartheid! but in fact you have their hatred! Memalukan... orang Indonesia macam apa ini....

Sabtu, 30 Mei 2009

Ayahku Yang Kusayangi

Hari ini aku meminta ayahku untuk berbincang serius denganku. Tidak biasanya aku meminta ayahku untuk berbincang, jika ada perbincangan di antara kami maka itu biasanya membahas masalah sepele dan terjadi tanpa kurencanakan. Jika kami sedang berbincang, maka kami jarang memperbincangkan masalah yang serius-serius. Tetapi kali ini aku ingin membicarakan tentang suatu hal yang kuanggap serius, yang telah membuat kepalaku berat beberapa hari terakhir ini.

Waktu itu topik perbincangan kami ini adalah mengenai sesuatu yang menurut kebanyakan orang adalah sepele yang jauh dari tingkatan memusingkan kepala. Aku meminta pendapat ayahku berdasarkan pengalamanya tentang kehidupan asmaranya dengan seorang wanita. Pertanyaan yang aku ajukan pertama kali adalah, bagaimana perasaan beliau ketika beliau sedang bertatap muka dengan orang yang beliau taksir. Beliau berkata bahwa beliau tenang-tenang saja ketika bertatap muka dengan perempuan manapun, bahkan beliau merasa nyaman. Ini sangat bertentangan dengan apa yang terjadi padaku… aku mengalami grogi tingkat akut kepada semua perempuan, baik yang kukagumi maupun yang tidak.

Pertanyaan kedua yang aku ajukan adalah seberapa pentingkah keberadaan perempuan/ wanita dalam kehidupan beliau. Beliau menjawab bahwa wanita adalah “sesuatu” yang harus ada dalam kehidupan beliau, dan beliau menganggap bahwa wanita yang beliau cintai adalah teman seperjalanan yang selalu setia mendampingi beliau menuju tujuan yang beliau tuju. Sayangnya ini juga sangat berlawanan dengan diri saya… karena terus terang saya belum merasakan arti penting seorang wanita dalam kehidupan saya. Jika sesuatu tentang perempuan melintas di kepalaku, maka yang muncul adalah penilaian bahwa perempuan itu cantik atau jelek… itu saja, begitu saja, berhenti disitu saja.

Saya mengeluhkan kepribadian saya ini kepada ayah saya, Saya mulai merasa bimbang dengan prinsip yang saya anut. Saya berkata kepada beliau bahwa saya selalu meyakinkan kepada diri saya sendiri agar selalu berpikir secara rasional daripada mengandalkan emosi. Dalam hal ini saya selalu menolak atau membohongi diri sendiri apabila ada gejolak dalam hati yang mengindikasikan bahwa saya sedang tertarik dengan seorang wanita. Daripada lebih jauh terlibat dalam urusan asmara, saya cenderung mengerjakan segala sesuatu yang menjadi hobi saya, dengan harapan agar saya dapat lebih berkembang. Namun akhir-akhir ini saya merasakan bahwa pemikiran rasional itu sedikit demi sedikit mulai tergeser dengan emosi (ketertarikan kepada perempuan)… akan tetapi yang paling menyakitkan adalah bahwa saya tidak memiliki kemampuan untuk berbincang lama-lama dengan seorang wanita.

Mendengarkan penjelasan saya itu, ayah saya diam sejenak untuk berpikir dalam-dalam, setelah itu beliau mulai bersuara dan saya mendengarkan dengan seksama. Tidak pernah saya mendengarkan ayah saya dengan seksama seperti itu sebelumnya, karena saya selalu menganggap ayah saya itu kolot dan ketinggalan jaman.
Beliau berkata bahwa (tentang wanita/perempuan) hidup itu adalah apes, musibah. Memilih untuk berkeluarga… maka kita akan menemui musibah, cepat atau lambat sesuatu yang tidak kita inginkan pasti akan terjadi. Sementara jika memilih untuk melajang selamanya, maka kita akan apes juga, terkena musibah juga. Berkeluarga atau melajang, apapun pilihan yang akan dipilih… sesuatu yang tidak akan inginkan pada akhirnya akan selalu terjadi pada kita. Jika sama-sama akan menemui musibah, maka beliau memilih menghadapi musibah itu dengan bergandengan tangan dengan seorang perempuan yang dia cintai.

Ayahku adalah seorang Muslim Jawa yang sangat percaya sepenuhnya terhadap takdir. Beliau sama sekali tidak prihatin bahwa aku akan mendapatkan jodohku atau tidak, namun beliau sangat prihatin dengan perasaan takutku untuk bersanding, berbicara/ ngobrol, bertatap muka, berkenalan… atau (lebih parahnya) bahkan hanya untuk sekedar menyapa halo atau hei seorang wanita yang aku temui.

Beliau berkata kepadaku bahwa dalam kehidupan ini… rejeki, jodoh dan kematian adalah ketentuan dari Tuhan yang maha kuasa, untuk itu beliau berharap kepadaku agar tidak gentar walau sedikitpun dalam menghadapi kenyataan. Beliau berusaha meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja, apa yang harus aku lakukan adalah meyakini sepenuhnya takdir Tuhan dan melakoni kehidupan secara luwes sebagai bentuk pengabdian kepadaNya, berkenalanlah dengan seorang perempuan, karena Tuhan menganjurkannya demikian. Aku adalah seorang agnostik yang seringkali meragukan keberadaan Tuhan, namun merasa aneh jika secara seratus persen menolak keberadaan Tuhan. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh ayah telah membuatku merasa damai dan membantuku tidur lebih nyenyak di malam hari.

Yang terakhir beliau mengatakan kepadaku bahwa beliau mendukungku sepenuh hati dalam usahaku memilih wanita yang akan aku cintai. Beliau tidak akan mempermasalahkan latar belakang wanita yang akan aku cintai, bahkan beliau tidak mempermasalahkan ras dan agamanya karena beliau tahu bahwa aku tidak terlalu tertarik dengan gadis Melayu (bukan karena ciri ras, tapi cenderung pada karakter yang biasanya menempel pada gadis melayu itu). Aku tahu persis bahwa itu adalah sesuatu yang berat bagi beliau karena semua kerabat dan famili bahkan tetangga kami adalah orang-orang Islam fanatik yang tidak dapat menghargai perbedaan keyakinan dan tradisi. Namun pada saat beliau mengatakan semua ini kepadaku, sama sekali tidak tampak bahwa beliau sedang merasa tertekan… sebaliknya, sebuah senyuman dan mimik keikhlasan menghiasi raut mukanya.

Oh ayah….

Minggu, 10 Mei 2009

Aikido

Aikido adalah seni beladiri hobi, bukan dianggap sebagai metode beladiri. Tidak ada yang jelek dalam beladiri ini, malah sebaliknya beladiri ini dapat menyehatkan. Namun bagi yang berniat belajar beladiri dengan tujuan untuk mempertahankan diri... sebaiknya anda tidak belajar Aikido. Kita tidak dapat mempertahankan diri dengan teknik Aikido, kita tidak pernah diberi simulasi tentang perkelahian nyata dalam Aikido. Di dalam Aikido semua orang memukul, menendang, atau mencengkeram dalam sebuah tata cara lucu yang memungkinkan pebeladiri dapat memfungsikan teknik lucu mereka.

Bagi anda para Aikidoka yang menganggap anda sebagai pebela diri, bukalah pikiran anda... apakah teknik yang anda dapat dari beladiri Aikido dapat menyelamatkan anda? pernahkah anda mencoba teknik anda melawan orang lain yang memiliki teknik beladiri lain dalam suatu perkelahian coba-coba tapi serius?

Aikido bukan suatu metode membela diri.

Kamis, 30 April 2009

Iwo Jima

Saya sekarang benar-benar takut pada pagi hari sebelum jam sembilan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan saya takut pada pagi hari antara lain:

• Saya kesulitan untuk bangun jam setengah lima pagi (biasanya saya bangun jam sekian untuk berolahraga sepeda). Mata serasa terkena lem, sulit di buat melek, kepala berat minta ampun, perbedaan suhu yang ekstrim antara di dalam selimut dengan suhu diluar selimut. Saya tetap saja mengalami kesulitan bangun tidur meskipun saya sudah tidur selama delapan jam.
• Sarapan seringkali siap setelah jam sembilan.
• Sebelum jam 9 pagi, lagu-lagu Osing belum diputar di Progama Papat RRI Malang.
• Air untuk mandi luar biasa dingin.
• Jika saya bangun kesiangan (jam tujuh misalnya) maka saya akan gagal bersepeda karena saya takut kulit saya hitam terbakar sinar matahari. Beberapa teman saya yang berkulit putih meremehkan perasaan kecewa karena kulit menghitam akibat terbakar matahari. Andai saja kulit mereka bisa menghitam… maka baru tahu rasa mereka.
• Biasanya saya tidak memiliki pekerjaan untuk dilakukan, sehingga saya hanya mondar-mandir untuk mencari pekerjaan.

Sekarang saya benar-benar takut pada malam hari setelah jam sembilan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan saya takut pada malam hari antara lain:

• Suasana kampung masih ramai hingga jam sepuluh malam, sehingga menyebabkan saya sulit tidur.
• Saya jarang bisa sukses tertidur apabila sampai jam sepuluh malam saya gagal tidur. Pikiran saya selalu terpaku pada Ludruk Kartolo CS yang selalu diputar di radio jam sebelas malam. Jadi jika saya gagal tertidur sebelum jam sepuluh, maka saya hanya akan tertidur setelah jam dua belas malam, setelah Ludruk Kartolo berakhir.
• Kadang-kadang teman yang bertandang kerumah, jarang mau pulang sebelum jam sepuluh malam atau kadang-kadang lebih.
• Kadang-kadang saya mengalami kesulitan tidur karena lapar. Saya tidak ingin melanggar peraturan untuk makan terakhir sebelum jam tujuh malam (kecuali saya diajak pergi ke pesta, hehehe….)

Untuk berhasil dalam segala hal maka diperlukan suatu kedisiplinan yang luar biasa kuat, yang mana kedisiplinan itu hanya dapat berumur panjang jika didorong oleh suatu keinginan yang kuat. Bagi seorang yang tidak memiliki proyeksi kehidupan yang terlalu jelas, maka saya tidak terlalu memiliki keinginan yang menggebu dan kuat, semuanya hanya bayangan samar-samar. Oleh karena itu bagi saya kedisiplinan direbut hanya dengan melalui perjuangan yang teramat sangat berat… seberat Billy, Clint, Clark, Sam dkk merebut Iwo Jima.

Kamis, 23 April 2009

Masa Depan? Kiss My Ass...

Hari ini saya bersepeda ke Desa Kreweh, ini adalah sebuah dusun sederhana yang terletak di pedalaman Singosari. Untuk mencapai dusun ini kita harus melawati sebuah jalan aspal yang menanjak yang membelah sawah seluas mata memandang. Setiap orang meskipun dia adalah seorang atlit sepeda handal, saya yakin kalau dia bersepeda ke dusun ini pasti dia akan ngos-ngos an.

Saya sudah berpuluh-puluh kali mengunjungi dusun ini dengan bersepeda pancal, namun suasana kali ini tidak seperti suasana lainnya. Perasaan saya menjadi sedemikian bahagia sehingga hilang sudah rasa-rasa penat dan capek karena telah mengayuh sepedah melewati jalan yang menanjak. Saya sadar bahwa perasaan bahagia ini muncul karena saya hadir pada masa kini dan menghargainya sebaik mungkin.

Sebelumnya saya selalu menghawatirkan tentang masa depan… sebanyak apapun ajaran bijak dari Budha dan Krishna yang saya baca untuk menghargai kekinian, semua itu hanya menyentuh kulit, tidak pernah menggerakan hati saya untuk mengejawantahkan dalam kehidupan saya. Pada kenyataannya saya hidup dalam bayang-bayang akan masa depan yang serba tidak pasti. Saya memiliki mimpi-mimpi yang sukar sekali untuk diwujudkan. Saya khawatir mimpi-mimpi itu tidak pernah tercapai.

Satu bulan sudah saya mengurung diri di rumah untuk membiasakan diri saya menghadapi realita kehidupan saya yang sesungguhnya. Saya juga belajar untuk tidak selalu bergantung pada orang lain dalam memperoleh suatu kebahagiaan. Dan setelah setiap hari bergulat dengan kebosanan yang teramat pekat, akhirnya saya mendapati bahwa saya tidak menderita ketakutan lagi, namun saya juga tidak berbahagia. Pada intinya saya hanya merasa hambar, namun ini semua lebih baik dari pada memiliki segudang impian namun selalu dibayang-bayangi oleh perasaan takut dan khawatir.

Harus saya akui… impian-impian itu telah menguap sebagian besar. Sakit sekali rasanya ketika impian itu menguap, hilang sudah semangat untuk hidup lebih baik. Meskipun itu tidak berarti bahwa saya membiarkan diri saya dalam keadaan diam berpangku tangan menerima semua keadaan… kaki saya tetap berlari, tangan saya tetap bekerja, namun pekerjaan itu saya lakukan tanpa hati.

Membutuhkan waktu lama untuk dapat menerima suasana hati yang seperti itu… malah kenyataannya saya mungkin tidak ingin menerima kondisi dimana saya bisa mentoleransi suasana hati yang seperti itu. Namun kenyataan berkata lain, hati saya telah kalah, dia telah menghambar dan hanya menginginkan mengurusi hal-hal dalam jangka pendek saja. Saya malu mengakuinya, tapi sepertinya saya telah putus asa.

Sore ini saya memutuskan untuk bersepeda dengan tujuan acak. Setelah mengayuh sepeda beberapa kilometer dari rumah, saya berhenti di dekat sebuah pematang sawah untuk sekedar mengambil napas. Dengan napas yang ngos-ngosan seperti itu saya menoleh ke kanan dan ke kiri melihat sawah dan kebun tebu sejauh mata memandang. Untuk sejenak tidak ada sesuatu yang menarik dari pemandangan-pemandangan itu karena saya sudah melihat mereka berkali-kali. Namun setelah berapa saat mulai muncul keindahan-keindahan dari pemandangan itu. Malahan saya merasa damai dan nyaman… saya bahagia. Saya tidak dapat bayangkan bahwa perasaan ini dapat terjadi satu bulan yang lalu, karena saya selalu berpikir bahwa Indonesia selalu lebih jelek dari pada negeri-negeri lain. Pikiran saya selalu memikirkan luar negeri sehingga saya tidak dapat mengenali keindahan kampung halaman saya.

Masa depan? Kiss my ass…

Rabu, 15 April 2009

Bela Diri?

Apakah beladiri adalah suatu hal yang selalu berhubungan dengan tindakan pembelaan diri dengan menggunakan metode-metode kekerasan? Apakah seseorang akan menjadi berubah perwatakannya ketika dia mempelajari beladiri?

Well I say that martial art is not always used to confront another people, beladiri tidak selalu untuk memusuhi orang lain. Saya lebih suka bahwa beladiri lebih berguna untuk “memerangi” diri sendiri, karena pada kenyataannya beladiri tidak selalu berguna dalam sebuah konflik dengan orang lain… celurit selalu lebih berguna dari pada teknik beladiri manapun.

Beberapa orang, termasuk saya, adalah tipe seseorang yang tidak berdaya dalam mengontrol diri pribadi, kehendak pribadi. Ada semacam kebiasaan berpikir dan perilaku yang tetap dan terus menerus dilakukan meskipun kami tidak memiliki kebanggaan secuilpun atas itu semua. Sekuat apapun kami ingin berubah dan ingin memiliki prospek kedepan yang positif, namun kenyataannya usaha itu hanyalah sebuah perkembangan maju mundur, yang tidak membawa kami kemanapun.

Untuk menjadi seorang pebeladiri sungguhan yang handal (bukan siswa beladiri kuno yang “bullshit”) maka seseorang dituntut untuk mengikuti pola hidup disiplin tertentu. Untuk menang dalam suatu perkelahian, seorang pebeladiri harus memperhatikan berat badan, stamina, kekuatan otot… dan hal ini selalu berhubungan dengan porsi latihan fisik dan porsi makan… belum lagi teknik-teknik yang harus selalu diperbarui. Semuanya itu membutuhkan kedisiplinan yang sangat ketat.

Sudah satu bulan ini saya berlatih beladiri secara intensif, tidak hanya teknik, namun fisik juga saya perhatikan betul-betul. Agar saya bisa berkonsentrasi pada latihan saya ini, maka saya menolak bertemu dengan orang-orang dekat saya, kecuali jika keadaan benar-benar darurat. Selama satu bulan latihan itu saya hanya makan satu kali, dan saya mengisi hari-hari itu dengan meditasi dan kefokusan pada diri pribadi. Memang harus saya akui ada hari-hari di mana saya kalah dengan bagian dari jiwa saya yang pemalas, yang menginginkan sesuatu yang biasa-biasa saja. Jiwa saya yang pemalas itu kemudian meronta dan memberontak dengan sedemikian kuatnya sehingga kemauan untuk mengikuti kedisiplinan itu menjadi tidak berdaya.

Latihan keras selama satu bulan ini adalah sesuatu yang sangat berat bagi saya yang sebelumnya tidak pernah melakukan latihan apapun semacam ini. Hari-hari saya dipenuhi dengan kesepian dan keheningan. Duduk diam dan merenung serta berpikir adalah kegiatan sehari-hari saya. Intinya adalah kontemplasi dan mawas diri, artinya saya melupakan tentang semua keinginan saya untuk sementara untuk memberikan kesempatan kepada saya untuk mengenal diri saya beserta karakternya. Ini adalah penting sekali untuk dilakukan karena saya harus memikirkan strategi yang pas untuk mengalahkan diri saya.

Mengapa saya harus mengalahkan diri saya sendiri? karena saya sudah bosan selalu diperbudak oleh diri saya sendiri beserta dengan kemauan-kemauannya. Saya pikir bahwa saya harus bertanggung jawab kepada diri saya pribadi, dan sebagai manusia yang bermartabat maka saya merasa bahwa adalah suatu kebanggaan untuk membawa identitas diri saya dengan penuh hormat. Maka saya harus bisa memimpin diri saya sendiri.

Ketidakbebasan

Apakah makna kebebasan itu? Sungguhkah seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan abadi dengan merengkuh kebebasan? Saya pikir tidak. Ketika dulu saya masih menjadi seorang buruh industri, saya harus mengikuti jam kerja yang sangat mengikat. Kami para buruh diwajibkan mengikuti shift yang jadwalnya selalu berubah setiap dua hari sekali. Shift itu membuat jadwal kegiatan saya amburadul, saya kesulitan mengadakan janji dengan orang lain karena libur saya selalu digilir.

Pada waktu itu saya memimpikan suatu kondisi dimana saya bisa sepenuhnya terbebas dari semua omong kosong tentang jam kerja shift. Kebebasan di mana saya bisa pergi menemui teman-teman kapanpun saya suka, melakukan apapun yang saya suka, dan pergi menginap di rumah teman saya kapanpun saya suka. Mungkin ini terdengar aneh serta remeh, tapi bayangkan saja bahwa anda adalah seseorang yang sedang terjebak dalam sebuah pekerjaan yang tidak anda senangi, dan anda melakukan itu untuk bertahan hidup… sementara anda setengah percaya bahwa kebebasan itu bisa diraih, dan setengahnya lagi kebebasan hanya omong kosong. Bisakah anda merasakan perasaan itu?

Pada pertengahan Bulan Oktober 2008, akhirnya saya mendapatkan kebebasan yang saya impi-impikan itu. Itu adalah sebuah kemenangan besar bagi saya, dan saya tidak dapat menggambarkan kesenangan itu dengan kata-kata. Singkat kata saya begitu senang hingga saya menangis.

Pada saat saya mengetik ini… saya baru menyadari bahwa ini adalah pertengahan Bulan April 2009, sudah setengah tahun setelah saya keluar dari pabrik sialan itu. Namun perasaan bahagia yang saya rasakan pada Bulan Oktober tahun 2008 itu telah sama sekali hilang tidak berbekas. Saya mengisi hari-hari dengan kebosanan, dan untuk membuat saya tetap waras, maka saya menyibukan diri dengan berbagai kegiatan fisik. Saya merasakan ada yang tidak beres dengan kondisi saya, dan setelah beberapa waktu saya merenung maka saya tidak lagi percaya dengan prinsip bahwa kebebasan dapat menjamin kebahagiaan seseorang.

Manusia membutuhkan pengakuan dari manusia orang lain, dia butuh diakui atau mengakui diri sendiri bahwa dia adalah mahluk yang berguna. Pada dasarnya manusia akan mengalami kebahagiaan yang mendalam ketika dia tahu bahwa dia telah berguna bagi orang lain. Sesungguhnya dia ingin melakukan sesuatu yang berbeda daripada seperti yang dilakukan oleh orang lain, dia ingin melakukan sesuatu yang membanggakan dan yang dapat dikenang oleh dirinya dan orang-orang terdekatnya sebagai kesuksesan yang nyata. Sebebas apapun jika dia tidak melakukan apapun yang bermakna dalam hidupnya, maka dia akan terus menerus dirundung perasaan gelisah, seperti halnya perasaan orang yang tidak bebas.

Kamis, 09 April 2009

Hadiah Yang Ditarik Kembali

Saya pernah menyesali lutut kiri saya yang cacat akibat kecelakaan kerja pada Bulan Februari tahun 2008. Saya adalah seorang pebela diri. Saya ingin menjelaskan makna beladiri bagi saya pribadi yang sesungguhnya… jadi… beladiri tidak hanya sekedar metode atau teknik pembelaan diri bagi saya, namun lebih dari itu, beladiri adalah hidup saya, roh dari kehidupan saya. Tanpa beladiri, saya tidak mungkin menjadi pribadi Bayu Sandi seperti yang sekarang ini. Ketika kecelakaan kerja merenggut kesehatan lutut kiri saya, maka kecelakaan itu telah merenggut beladiri dari kehidupan saya.

Sebenarnya kecelakaan itu bukan murni kecelakaan kerja, hanya sedikit yang mengetahui ini, hanya beberapa dari teman-teman Sido Bangun saya. Setelah satu tahun lebih berlalu, saya pikir tidak ada gunanya saya menyembunyikan ini dan berpura-pura bahwa ini bukan suatu kesalahan saya.

Adalah kebiasaan bagi saya untuk terjun sambil melakukan akrobat dari suatu ketinggian yang jarang sekali orang lain berani melakukannya. Sebelumnya saya selalu berhasil melakukannya hingga pada suatu pagi berat badan saya mencelakai saya. Saya terjun dari ketinggian sekitar tiga meter setengah, untuk melakukan Koproll di atas lantai beton. Benar kata orang bahwa segala sesuatu memiliki batasan yang apabila dilanggar akan menimbulkan malapetaka. Lutut saya tidak dapat menyangga beban tumbukan atas berat badan 86 kg yang ditumpukan kepadanya. Beberapa saat setelah saya sadar dari shock, saya melihat lutut kiri saya tampak bengkok mengerikan…

Sakitnya luar biasa, itu adalah rasa sakit yang paling sakit yang pernah saya rasakan dalam 25 tahun kehidupan saya waktu itu. Namun rasa sakit itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa sedih di hati saya, mengingat saya tidak dapat menjalani kehidupan saya sebagai pebeladiri yang normal lagi. Klinik terapi ataupun terapi tradisional tidak mampu menyembuhkan lutut saya… kini Capoeira adalah sesuatu yang mustahil bagi saya. Cideranya lutut kiri saya adalah merupakan hadiah yang ditarik kembali bagi saya.

Kadang-kadang… atau bahkan seringkali saya berpikir bahwa saya tidak pernah melakukan sesuatu dengan benar di masa lalu sehingga diri saya di masa sekarang tidak dapat menjadi bangga. Saya menyesal sekali, dan berulang-ulang menyalahkan diri saya sendiri. Pertanyaan yang paling sering menghantui diri saya adalah “mengapa dulu saya tidak mampu melakukannya?” atau “jika orang lain bisa, mengapa hanya saya yang tidak bisa?”

Beberapa saat yang lalu saya berhenti terlalu menyalahkan diri saya. Dan saya pikir, apabila saya tidak melakukan kesalahan-kesalahan tersebut, maka tidak mungkin saya memiliki kehidupan seperti yang sekarang saya jalani. Apakah saya bangga dengan kehidupan yang saya jalani sekarang? Tidak juga, namun saya juga tidak terlalu menyesal dengan perjalanan hidup ini, karena rangkaian peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan saya ini telah menghadiahi saya dengan pelajaran-pelajaran penting yang membuat saya bertambah dewasa. Dan itu adalah segalanya bagi saya.

Pelajaran penting bagi saya “sulit sekali menghormati diri sendiri, tetapi ketika seseorang bisa melakukannya, maka hal itu bisa saja sangat menghibur”

Tidak Profesional

Beberapa hari yang lalu saya harus mengerjakan suatu tugas untuk yang diberikan oleh seseorang yang saya hormati. Tetapi tugas itu tidak dapat saya kerjakan sendirian karena tugas yang diberikan kepada saya adalah bukan semacam tugas yang sepenuhnya saya kuasai. Lantas mengapa saya lakukan? Karena saya ingin mengetahui dan ingin menguji diri sendiri seberapa kuat dan seberapa jauh saya dapat diandalkan jika seseorang memberi saya tugas. Jadi seorang teman dekat, seorang profesional yang bisa saya percaya bergabung menjadi partner kerja dalam tugas yang diberikan kepada saya.

Hari pertama kami mengerjakan tugas kami tidak mengalami sedikitpun halangan, namun menjelang hari kedua mulai muncul permasalahan. Permasalahan pertama itu mulai muncul saat kami harus berhubungan dengan orang lain untuk menyelesaikan sebagian tugas yang tidak mungkin bisa kami selesaikan sendirian. Orang yang kami hubungin tersebut terlalu mahal dalam memberikan tarif kepada jasa yang akan dia berikan.

Permasalahan yang kedua muncul karena partner kerja saya tidak dapat menemukan orang lain atau penyedia jasa lain yang lebih murah. Ternyata permasalahan kedua ini menimbulkan reaksi berantai kepada permasalahan lain yang lebih serius yang berpotensi bahwa kami akan kehilangan integritas kami di mata orang lain. Berbagai masalah itu antara lain mulai dari kami tidak dapat menyelesaikan tepat waktu, hingga berkurangnya kualitas kerjaan kami karena kami harus mengerjakan sendiri secara terburu-buru.

Suatu saat saya menyediakan waktu untuk mengevaluasi segala sesuatu yang menjadi penyebab permasalahan saya tersebut. Dan akhirnya saya menemukan bahwa yang menjadi permasalahan terbesar saya adalah ketidak profesionalan partner kerja saya. Dan saya telah salah menilai dia dari banyaknya aset, banyaknya mesin-mesin industri yang dia miliki, dan dari lamanya dia berkecimpung di dunia itu. Dia boleh memiliki banyak hal, namun dia tidak memiliki satu hal yang penting… yaitu mental seorang wiraswastawan.

Karena tidak memiliki mental seorang wiraswastawan, maka dia cenderung gagal dalam menumbuhkan minat untuk mengurusi usahanya. Dari situ dia ogah-ogahan memikirkan rencana kedepan untuk usahanya, ogah memikirkan siapa yang harus dia hubungi untuk diajak bekerja sama dalam memajukan usaha, bahkan dia ogah-ogahan memasuki ruang kerjanya sendiri.

Jadinya amburadul dan ngothok alias ngomong thok. Sulit sekali bekerja sama dengan orang seperti ini. Ketika masalah datang mengancam, maka bukannya orang seperti ini berpikir keras untuk mencari jalan keluar, namun dia akan lebih cenderung tenggelam dalam kebingungan dan akhirnya berpasrah diri kepada kebuntuan. Akhirnya kerugian ditanggung bersama. Payah.

Dasar mental tempe

Si Lydia

Seorang perempuan menyapaku di Facebook, dia bertanya apakah aku teman dia sewaktu kami bersekolah bersama di SMP Negeri 02 Singosari. Saya sangat pangling melihat wajahnya, karena saya yakin saya tidak punya teman perempuan bule atau mirip bule di SMP saya dulu. Dia mengaku bernama Lydia Dewi, dan tentu saja saya langsung berpikir keras siapakah si Lydia ini.

Saya mencoba mencari tahu tentang si Lydia ini dari photo-photonya yang telah dia upload. Semakin banyak saya melihat foto dia, maka saya semakin yakin bahwa si Lydia ini adalah memang seorang teman SMP yang dulu saya pernah main kerumahnya untuk bermain Sega. Waktu itu saya masih ingat bahwa dia memiliki sebuah stik wireless yang mekanisme-nya pakai infrared.

Oh Tuhan, si Lydia tidak sengaja telah membawa saya ke masa lampau dengan mesin waktu yang bernama facebook. Hingga saya menulis ini saya masih bertanya-tanya bagaimana dia dapat melacak saya, dan bagaimana pula dia bisa tahu bahwa saya dulu bekerja di Sido Bangun? Padahal dia pergi ke Jakarta setelah dia lulus dari SMU. Di malam saya mengetik ini, saya mengalami kesulitan tidur, pikiran saya melayang-layang menuju dunia masa lalu ketika saya masih bersekolah di SMP dulu.

Saya tersadar bahwa sudah cukup lama saya telah lulus dari SMP, dan kini saya menyadari bahwa saya telah menjadi dewasa. Sebenarnya ini cukup tidak mengenakan saya, bahwa saya harus hidup menjadi orang dewasa, memikul segala macam beban serta tanggung jawab sebagai orang dewasa. Saya telah cukup bergembira dengan menjadi anak-anak, meskipun saya sadar betul bahwa masa anak-anak saya tidak bahagia. Namun sebagai anak-anak saya bebas bermimpi dan berkhayal semau-mau saya. Sebagai orang dewasa pun saya mampu bermimpi dan berkhayal, namun saya tidak memiliki banyak waktu untuk itu, saya harus bekerja dan berkarya karena saya ingin tetap hidup.

Memang saya adalah seorang pemimpi, dan sampai kapanpun saya akan tetap menjadi seorang pemimpi. Jiwa saya ada di sana, di dalam dunia mimpi. Saya tidak dapat hidup tanpa bermimpi dan berkhayal tentang dunia bahagia. Badan saya boleh mati, tapi jiwa saya akan tetap hidup di dalam mimpi-mimpi itu…

Rabu, 01 April 2009

Menghargai Orang Lain

Sangat menyedihkan ketika memperhatikan kebanyakan orang yang hanya memperhatikan diri sendiri, sehingga kemampuan mereka untuk peduli dan menghormati menjadi berkurang sama sekali. Saya lahir dan bertumbuh di daerah Malang. Dengan malu saya harus mengatakan bahwa saya tumbuh di lingkungan yang sangat minim memberikan penghargaan kepada orang lain yang tidak dikenal. Saya tidak tahu dengan daerah lain, namun saya hanya memberikan gambaran lugu tentang segala hal yang saya lihat di daerah saya.

Saya pernah melihat seorang nenek tua yang sedang kebingungan karena tidak ada seorang pun yang bersedia memberikan waktunya untuk membantu dia menyeberang jalan. Sekali waktu saya melihat dua orang laki-laki tua penjual bambu batangan yang sempoyongan mendorong gerobak mereka di jalanan menanjak, tidak ada seorangpun yang mau membantu mereka karena hari itu sedang hujan. Kadang-kadang hati manusia telah menjadi sekeras batu, mereka kesulitan menghargai martabat orang lain dan tidak lagi mampu mengenali nilai-nilai perikemanusiaan.

Orang-orang di daerah saya telah lupa dengan cara mengucapkan terimakasih dan menjadi bodoh didalam egoisme konyol dan harga diri yang berlebihan yang membuat mereka kelihatan tidak waras. Suatu saat ketika saya mengisi bensin di pompa bensin, saya menyaksikan dua baris di depan saya sebuah adu mulut yang sangat sengit antara seorang pelanggan dan seorang operator pompa bensin. Masalahnya sangat sepele, operator pompa itu mengisikan bensin terlalu banyak ke motor pelanggannya, sehingga nilai bensin yang diisikan ke dalam tangki motor kelebihan Rp.2500 (Dua ribu lima ratus, bukan dua puluh lima ribu) dari jumlah uang yang diberikan. Operator memohon kepada pelanggan untuk memberikan tambahan uang untuk kelebihan bensin yang diisikan, namun pelanggan menanggapinya dengan ketus dan angkuh. Merasa ditanggapi dengan kasar, maka operator itu juga naik pitam, dan kemudian cekcok tidak terhindarkan lagi.

Saya heran dengan orang-orang yang hanya berdiam diri menyaksikan cekcok itu, tidak ada seorangpun yang mau ikut campur dalam permasalahan sepele itu. melihat ini semua maka saya memberanikan diri untuk tampil membantu, dengan mengurangkan jatah bensin saya senilai Rp.2500. Melihat permasalahan beres, si pelanggan, yaitu bapak tua gendut memalingkan muka dari operator tanpa melihat saya sedetikpun, menghidupkan motornya dan segera menyingkir. Sementara operator dengan wajah marahnya mengisikan BBM ke skuter saya dengan memperhatikan betul-betul angka yang ada di mesin pompa. Setelah selesai dengan saya, maka dia meneruskan pekerjaannya mengisikan BBM ke antrean berikutnya. Saya tertawa geli karena sepanjang ingatan saya tidak satupun diantara mereka berdua yang mengucapkan terimakasih. Itu adalah hal lucu, ketika dua orang manusia mengalami kemerosotan etika hanya karena barang senilai Rp.2500, sehingga mendadak secara tidak sengaja timbul anggapan dari dalam diri saya, bahwa mereka adalah pribadi rapuh yang seketika menjadi tidak waras hanya karena masalah sepele. Konyol… benar-benar konyol… dan lucu.


Kemarin sore saya ada sedikit keperluan di Blimbing untuk menyelesaikan sesuatu. Karena suatu hal saya berhenti di depan Bank BCA, tetapi skuter tidak saya parkir. Di depan saya diparkir sebuah SUV (Sport Utility Vehicle) Ford Everest, yang saya tahu persis bahwa harganya sangat mahal melebihi mobil-mobil kebanyakan. Tiba-tiba di hati saya muncul suatu pemikiran picik yang menduga bahwa pemiliknya adalah seorang laki-laki sombong memakai celana pendek bersandal jepit yang berjalan dengan congkak.

Tidak lama kemudian seorang perempuan cantik berusia pertengahan tigapuluhan keluar dari ATM, merogoh kedalam tasnya dan mengeluarkan uang Rp.5000 untuk diberikan kepada tukang parkir. Dengan murah senyum dia memberikan uang itu kepada tukang parkir kemudian menggerak-gerakan tangannya sedemikian rupa seakan-akan dia tidak menginginkan kembalian dari uangnya tersebut. Saya melihat tukang parkir itu membungkuk senang pada wanita cantik itu, dan saya tidak menyangka bahwa wanita itu balas membungkuk dengan tersenyum ramah kemudian masuk kedalam Ford Everest tersebut dan pergi.

Jarang sekali saya melihat pemandangan seperti ini. Di sebuah masyarakat yang dipenuhi dengan orang-orang sombong yang sok bermartabat, terdapat seorang wanita kaya, pemurah dan rendah hati. Mungkin ada yang menyepelekan apa yang dilakukan oleh wanita cantik tadi dengan berkata “apa sih susahnya membungkuk ke tukang parkir?”. Tapi ada berapa banyak dari kita yang dapat berbuat seperti itu? berapa banyak diantara kita yang mau menundukan ego sedemikian rupa sehingga kita mau membungkuk pada seorang tukang parkir, lebih-lebih jika kita berada pada posisi wanita itu.

Wanita itu telah menjadi guru kehidupan sesaat bagi saya, dan secara tidak sengaja telah mengajarkan kepada saya bahwa kita manusia adalah memiliki derajat yang sama, dan kita tidak boleh menyombongkan dengan apa yang kita miliki. Mungkin sudah berpuluh-puluh kali saya mendengar atau membaca filosofi seperti itu, namun hanya wanita ini saja yang telah membuat saya bisa memahami secara mendalam arti kesetaraan dan persamaan derajat manusia.

Mungkin penting sekali bagi kita untuk selalu mengucapkan terimakasih. Dengan mengucapkan terima kasih berarti kita telah mengungkapkan penghargaan kepada orang yang telah melakukan sesuatu yang bermanfaat kepada kita. Dan yang kedua adalah penting untuk menganggap orang lain sama pentingnya dengan kita, sehingga mempengaruhi perilaku kita sekaligus mempengaruhi perilaku orang lain untuk berlaku secara bersahabat. Maka dengan demikian kita turut berperan aktif dalam penyebaran virus cinta kasih. Semoga…